Bab 5 : Tak ada jalan untuk kembali

Naruto mempersiapkan diri untuk acara nanti malam, dia membuka sapu tangan milik Sasuke yang dililitkan pada lengannya saat pria itu mengobatinya.

"Tak berubah. Tetap seperti dulu, teme." bisik Naruto,

Bohong jika dia melupakan pria itu. Asal kalian tahu, jika Itachi menyewanya hal yang paling ingin dia dengar adalah cerita tentang Uchiha Sasuke.

Teman singkatnya saat di ibukota, saat itu dia bertemu Sasuke karena dia tersesat dan pria itu tengah bermain di pemukiman kumuh,

Benar. Pangeran kecil itu dia temui di pemukiman kumuh tengah bermain dengan anak kasta rendah.

Tapi itu masa lalu yang tak boleh dia ingat, atau dia akan lemah jika mengingat hal indah lainnya.

"Tapi Uzumaki Naruto sudah mati teme. Yang ada hanyalah Naruto dan dendamnya, aku harus melupakanmu." ujar Naruto menyimpan sapu tangan itu dan menyelesaikan riasannya.

Rumah bordil Higanbana milik Mei malam ini begitu sibuk,

Semua karena ada perjamuan para pejabat kerajaan.

Shikamaru, Sasuke dan Kiba duduk dikursi dekat panggung.

Mereka juga di undang sebagai salah satu orang penting, terlebih Sasuke yang merupakan calon pemimpin kerajaan Api.

Kiba begitu antusias melihat iring-iringan para wanita penghibur,

"Ingat Kiba. Kau mau menikah sebentar lagi," peringat Shikamaru yang membuat Kiba langsung pundung.

Suara petikan kecapi indah terdengar,

Seorang gadis cantik berambut merah dengan begitu anggun membuka acara.

"Sebagai info saja, dia salah satu wanita penghibur yang dicari karena tariannya yang indah, tapi entah kenapa dia sekarang tak menari." jelas Shikamaru,

Sasuke hanya menatap tak tertarik, sedangkan Kiba menatapnya dengan pandangan kagum.

Seorang penari memasuki panggung, Sasuke langsung fokus.

Naruto tengah menari dengan anggun dan gemulai, senyum menggodanya begitu menarik perhatian para penonton termasuk dirinya.

Mata biru tajamnya sekilas menatap dirinya,

Jantungnya langsung berdegup.

"Shika. Malam ini aku ingin bersamanya bisa?" tanya Sasuke,

"Sulit. Tapi aku akan bertanya pada Nyonya Mei nanti."

Sasuke kembali fokus, setiap gerakan, senyuman dan lirikan wanita itu begitu penuh aura seksi.

Dia menginginkannya sebagai miliknya tanpa dibagi pada pria-pria itu yang menatap Naruto lapar.

Naruto harus berada dalam dekapannya, menangis untuknya, berteriak nikmat untuknya, dan tersenyum hanya untuknya.

Egois? Uchiha memang egois? Ada masalah?

Hidan langsung menarik Naruto kedalam ruangan yang sudah dia pesan.

"Sa-sakit." cicit Naruto saat tangan yang masih terlukanya ditarik pria kasar itu,

"Naru... Jadilah istri simpananku. Aku akan memberikan semua yang kau inginkan,"

"Tuan, ada tamu yang sudah memesanku." bisik Naruto.

"Jadilah milikku." Hidan menarik wajah Naruto dan mencium bibirnya rakus.

Brak.

Pintu ditendang.

Wajah Sasuke terlihat memendam amarah menatap Hidan dengan pandangan membunuh,

"Aku yang menyewanya lebih dulu." desis Sasuke,

"Siapa kau bocah?!!" teriak Hidan murka,

"Uchiha Sasuke."

Hidan langsung terdiam.

Sasuke mendekati Naruto dan menggendongnya menuju ruangan yang dia pesan juga.

Pria kasar itu tak bisa berkata apa-apa. Nama Uchiha yang disandang bocah itu terlalu kuat untuk dilawan, tentu saja kuat, pemuda itu adalah calon pemimpin dari kerajaan ini.

"Kali ini saja bocah brengsek!!" desis Hidan tak suka.

Sasuke menurunkan Naruto dengan perlahan.

Dia menatap lengan Naruto yang kembali berdarah,

"Kau baik-baik saja?" tanya Sasuke khawatir.

Naruto mengangguk.

"Apa yang harus hamba lakukan untuk menghibur Anda Yang Mulia?" tanya Naruto profesional,

Hati Sasuke mecelos saat melihat senyum manis yang membuat semua pria rela mengantre untuk bisa bersama wanita itu.

Dia tak suka senyum itu, itu senyum penuh kekosongan, kepalsuan, senyum yang selalu diberikan oleh mantan permaisuri Mikoto jika dia melihat wanita itu tengah menatap ayahnya.

"Mainkan kecapi untukku."

Naruto mengangguk.

"Naru... Apa yang kakakku lakukan jika menyewamu?"

"Bercerita tentang Anda dan masalahnya, dia juga suka melukis, hamba dijadikan model lukisannya."

"Baiklah. Aku juga akan bercerita selagi kau bermain kecapi."

Naruto mengangguk dan memaikan kecapi, siap menjadi pendengar setia.

"Aku memiliki cinta pertama. Dia gadis kecil cengeng yang selalu kupanggil dobe."

Permianan kecapi Naruto terus berlanjut tanpa sadar jika nada itu terdengar begitu menyedihkan.

"Setiap kali aku bertemu dengannya selalu saja ejekan yang aku lontarkan, aku sangat menyukainya saat dia cemberut, saat aku mengejeknya, saat dia berteriak padaku. Tak kusangka aku begitu menyukainya."

Naruto terus mendengar tanpa kata, tetap dengan permainan kecapinya yang begitu menyayat hati.

"Hanya dua minggu kebersamaan kami, tapi itu sudah cukup mengisi ruang dihatiku. Aku berjanji pada diri sendiri saat dewasa nanti aku akan datang ketempatnya, melamarnya seperti pria sejati."

Permainan kecapi Naruto berhenti, dengan senyum diwajahnya wanita itu mendekati Sasuke, "Minumlah Tuan. Anda sepertinya terlalu terbawa suasana."

Sasuke menghentikan lengan Naruto yang tengah menuang minuman.

"Tapi aku terlambat. Keluarganya dituduh melakukan pemberontakan. Aku tak ingin kembali ke kerajaan ini, aku lebih suka tinggal di kerajaan Angin. Tapi sekarang tidak, aku dengan senang hati tinggal disini meski harus terus mendengar ocehan Ayahanda agar cepat menikah. Aku siap menunggu gadis itu datang dan mengatakan jika dia juga menungguku, jika perasaan kami sama."

"Tuan. Bukankah itu menyakitkan? Bukankah lebih baik menyerah dan mencari cinta baru?"

"Menurutmu begitu?" tanya Sasuke melepas genggamannya,

Naruto mengangguk.

Sasuke mendengus dan tertawa miris,

Air matanya tumpah.

"Sebentar. Hanya sebentar saja," bisik Sasuke memeluk Naruto.

Bagaimana dengan Naruto? Dia hanya membiarkan itu. Menangis? Tentu tidak. Topeng dua tahun ini yang dibuatnya sekokoh mungkin tak akan runtuh begitu saja.

Dia membunuh perasaannya, dia membunuh dirinya yang dulu, sekarang ini tubuhnya hanya bergerak karena dendam.

Naruto perlahan menidurkan Sasuke yang tertidur setelah menangis,

Uchiha sekalipun bisa menangis jika menyangkut hal bernama cinta, Itachi juga sama, dia pernah menangis dipelukannya,

Jika orang-orang mengatakan Uchiha itu adalah kumpulan orang-orang berhati dingin yang tak peduli akan orang lain kalian salah, Uchiha adalah orang lembut, mereka membunuh hati mereka agar tak terlihat lemah.

"Kau harus melupakan gadismu itu, karena gadis kecil itu sudah mati, 2 tahun lalu." bisik Naruto.

"Anda sudah bangun Putra Mahkota? Hamba sudah menyiapkan sarapan." ujar Naruto membawa sarapan untuk Sasuke.

Pria itu menatap Naruto yang tanpa hiasan, bajunya juga seperti rakyat biasa, bukan pendekar wanita yang selalu dia pakai saat keluar rumah bordil, bukan juga pakaian mewah ala wanita penghibur, didepannya Naruto seperti gadis desa kebanyakan, terlihat polos diluar, benar hanya penampilannya saja polos, Sasuke dapat menilai betapa beracunnya Naruto jika saja pria-pria yang mendekati wanita itu tak hati-hati maka bersiap untuk terkena racun itu.

"Terimakasih."

Naruto mengangguk dan memberikan cawan berisi teh hangat.

"Jika ada apa-apa Anda bisa memanggil hamba."

Sasuke menahan lengan Naruto, "Temani aku."

Naruto mengangguk dan kembali duduk.

"Naru... Katakan kenapa kau menjadi wanita penghibur?"

"Ini hukuman."

"Kau bisa menjadi budak tanpa kehilangan harga diri."

"Budak tak bisa mencari hal yang ingin hamba cari."

"Apa yang kau cari maka aku akan membantumu."

Naruto menggeleng, "Mohon jangan melibatkan diri dijalan penuh api ini Yang Mulia."

"Begitu. Maka aku akan mencari tahu."

Naruto hanya diam. Tak mau menanggapi perkataan Sasuke, karena percuma Sasuke memiliki sifat keras kepala dari saat pertama kali bertemu dengannya, sama seperti dirinya dia juga keras kepala, kekeras kepalaannya inilah yang membawa dia sampai sejauh ini.

Mei menatap Sasuke yang berjalan keluar rumah bordil diantar oleh Naruto, pria itu menaiki kuda dan tersenyum kecil kearah Naruto,

"Naru bisa kesini sebentar?" panggil Mei saat melihat Sasuke yang pergi,

"Ya Nyonya, ada apa?"

"Uchiha Sasuke, Putra Mahkota menyewamu untuk satu minggu kedepan. Kau menerima? Dia bahkan berani membayarmu dua kali lipat."

Naruto mengulum senyum, "Nyonya tahu aku disini bukan untuk mencari uang. Putra Mahkota tak memiliki apa yang kucari."

"Jadi kau menolaknya?"

"Aku tak bilang begitu. Aku menerimanya, memanfaatkannya untuk kepentinganku." jawab Naruto.

Tapi sayang. Mei adalah wanita yang mengajarinya segala kepalsuan, saat dirinya mengatakan hal itu wanita itu tahu jika dirinya ingin bersama Sasuke, menghabiskan waktunya bersama pria yang dia cintai.

"Naru. Jangan biarkan cinta membuatmu lemah."

"Tentu. Anda yang mengajarkanku hal itu,"

Mei mengangguk, "Ya. Karena kau dan Karin adalah kandidat yang akan menggantikanku mengelola rumah bordil ini jika aku pensiun."

Kadang Naruto berharap jika dendamnya usai dia ingin hidup damai. Tapi dia kembali berpikir, dia yang mengambil jalan ini maka dia juga harus siap menerima konsekuensinya. Tak ada jalan kembali, tak ada jalan mundur, masa depannya adalah kehancuran dan itu sudah pasti.

"Kemungkinan Senior Karin yang akan menggantikanmu Nyonya, karena masa depanku sudah ditentukan. Kehancuran adalah hal yang pasti akan aku alami."

TBC

A/N : Up cepat lagi 😁 entah kenapa rasanya aku ingin cepat menyelesaikan cerita ini, mungkin agar penderitaan Naru juga cepat usai hahaha... Sampai jumpa lagi dan semoga kedepannya bisa up cepat lagi. Jaa matta ashita 😆

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top