Bab 3 : Menuju awal...

Naruto kini tengah bersiap-siap untuk keluar, dia tak mengenakan baju biasa yang dipakainya saat menjadi wanita penghibur, tak ada riasan wajah, tak ada riasan rambut, tak ada baju sutera terbaik yang biasa dipakainya, biasanya pakaian sutera itu hadiah dari pelanggannya.

Banyak orang lain pasti akan mengira dia gadis bangsawan biasa yang tengah menyamar, karena dia biasanya memakai baju ala pendekar wanita jika akan bepergian kemanapun.

"Neji, ayo pergi." ajak Naruto setelah besiap.

"Kita akan kemana Nona?" tanya Neji mengikuti langkah Naruto.

"Daerah pasar, aku ingin mencari seseorang," jawab Naruto dan berjalan keluar gerbang, tak lupa caping yang biasa dia gunakan dia pakai, begitu pula Neji.


"Hidan bilang disini tinggal seorang informan handal, dia sering berpindah tempat, kebetulan sekarang ada di Ibukota." Naruto menatap sebuah tempat perjudian yang ada disana, dan langsung masuk.

Naruto melirik kesana-kemari dan memberi kode pada Neji untuk bertanya pada seorang pria.

"Apa Anda yang bernama Jiraya?" tanya Neji pada seorang pria yang tengah mabuk-mabukan.

"Siapa kau?" tanya pria bernama Jiraya itu menatap Neji dan Naruto tak suka.

Naruto menatap Jiraya. Benar apa yang dikatakan Hidan, penampilan Jiraya memang khas, rambut putih panjang diikat, ikat kepala, serta baju yang cukup nyentrik, tak sulit mencarinya.

"Jika benar, majikanku ingin membeli beberapa informasi," ujar Neji melempar sekantong uang ke meja.

Jiraya dengan antusias melihat banyaknya uang yang ada didalam kantong itu.

Naruto membisikan sesuatu pada Neji, "Apa kau tahu tentang masalah pemberontakan yang dilakukan Uzumaki Arashi beberapa tahun silam?" tanya Neji.

"Tentu saja. Ibukota cukup heboh saat itu," jawab Jiraya.

Naruto kembali membisikan sesuatu pada Neji.

"Ceritakan semua yang kau tahu, jika aku puas maka aku akan memberikan sekantong uang lagi." ujar Neji.

"Ikut aku, kita berbicara ditempatku," Jiraya memasuki salah satu ruangan yang ada disana, diikuti Neji dan Naruto.

"Duduklah," ujar Jiraya pada dua tamunya.

"Lalu?" Tanya Neji tak sabar.

"Aku mendapat informasi dari teman-temanku sesama informan bahwa pemberontakan Uzumaki Arashi adalah untuk menghilangkan rumor di Ibukota."

"Rumor?" Neji menatap Jiraya.

"Ya, Skandal besar. Raja Fugaku jatuh cinta pada istri putranya, dia membuat putranya tak bisa kembali ke istana dan membuat istri putranya menjadi selir. Rakyat jadi gelisah karena kabar itu, dan tiba-tiba beredar kabar lain, bahwa semua itu gosip yang dibuat oleh Uzumaki Arashi untuk menggulingkan Raja. Dan terjadilah tragedi di Uzushio." jelas Jiraya dengan suara pelan.

"Tunggu, kau tak mengada-ngada bukan? Lalu bagaimana nasib mereka? Dimana istri dan Pangeran itu?" tanya Neji,

"Nasib malang itu dialami oleh Pangeran Itachi. Dan selir itu bernama Shion, dia dulunya adalah seorang pelayan kedai yang dipersunting Pangeran Itachi. Tragis bukan? Tapi aku yakin ini bukan rumor, ini adalah fakta."

Neji mendengus mendengar cerita yang terdengar seperti kebohongan belaka.

"Hey kau tak percaya padaku?!!" tanya Jiraya tersingung,

Naruto menarik lengan baju Neji bermaksud agar pria itu tenang, dan membisikan sesuatu.

"Apa hanya itu info yang kau punya?" Tanya Neji.

"Hmm... Coba kufikirkan. Ahh menurut rumor juga. Cucu pertama Uzumaki Arashi selamat dan tinggal disebuah daerah dekat hutan Ibukota."

Naruto terbelalak, dan langsung berbisik pada Neji, "Jika kau tahu itu dimana aku akan memberikan dua kantong uang lagi." ujar Neji.

Jiraya mengambil kertas, membuat sebuah peta penunjuk jalan dan memberikannya pada Neji. "Mana uangnya," Neji melempar dua kantong uang dan beranjak pergi bersama Naruto.

"Kita akan kesana Neji," ujar Naruto berjalan tergesa-gesa, keluar dari rumah perjudian, menuju tempat yang katanya tempat kakaknya berada.

"Nona awas!!" Naruto hampir saja tertabrak kuda yang melaju dijalan jika saja seorang pria tak menariknya.

Sret.

Caping Naruto terinjak oleh kaki kuda, namun dirinya selamat.

Onyx-Shapphire bertemu, keduanya terdiam beberapa lama, "Nona, kau baik-baik saja?" tanya Neji, mengangkat tubuh Naruto yang menimpa pria di depannya.

"Ah Aku tak apa." jawab Naruto.

"Terima kasih dan maafkan saya Tuan muda," Naruto membungkuk pada pria yang mengenakan pakaian bangsawan didepannya.

"Hn."

"Kalau begitu kami permisi," pamit Naruto.

"Sasuke kau tak apa?" tanya Kiba saat Naruto dan Neji sudah pergi.

"Sasuke? Oii..." Kiba melambaikan tangan didepan wajah Sasuke.

"Hn."

"Jangan-jangan kau terpesona pada wanita tadi," ujar Kiba jail.

"Lebih baik jangan Sasuke. Dia bukan wanita yang cocok untukmu, jika ingin bermain sekali dua kali bisa," Shikamaru datang menghampiri Mereka.

"Kenapa memangnya?" tanya Sasuke tak suka.

"Betul itu Shika. Memangnya kenapa? Dilihat darimanapun dia wanita bangsawan yang tengah menyamar, dan apa maksudmu bermain satu dua kali?" ujar Kiba yakin.

"Kalian baru kembali ke Ibukota. Dia adalah wanita penghibur dari rumah bordil. Penampilan bisa menipu," jelas Shikamaru.

"Ehh? Kenapa pakaiannya seperti itu? Lihat wanita penghibur disana, disana, dan disana. Mereka memakai pakaian mencolok." Kiba menunjuk benerapa wanita penghibur yang tengah berjalan-jalan.

"Yang aku tahu, dia memang memiliki kebiasaan seperti itu. Saat tak bekerja dia memakai pakaian ala pendekar, namun jika sudah mulai bekerja. Aura yang diumbarnya akan membuat pria bertekuk lutut." jelas Shikamaru.

"Shika. Sepertinya kau tahu banyak, kau sering bermain ehh?" tanya Kiba jail.

"Aku seorang Hakim disini, tentu aku pernah kesana, aku bukan pria munafik. Aku juga pernah dengannya beberapa kali." jawab Shikamaru santai.

"Hakim di usia muda. Putra menteri pertahanan memang tak ada duanya. Nah kalau begitu malam ini kita kesana." ajak Kiba.

"Bagaimana denganmu Sasuke?" tanya Shikamaru.

"Boleh juga." jawab Sasuke.


"Ini bukan tempatnya Neji?" tanya Naruto memastikan.

"Dalam peta memang ini tempatnya." jawab Neji.

Mereka kini ada didepan sebuah rumah kecil sederhana dipinggiran hutan, namun rumah itu terlihat begitu sepi seolah tak berpenghuni.

"Apa mungkin kakakku sudah pergi. Karena bagaimanapun dia buronan, kita terlambat sepertinya," ujar Naruto sendu.

"Nona...." Neji menatap Naruto sendu.

"Kita pergi Neji." ajak Naruto.

Dia tak boleh berlama-lama disana atau orang lain akan curiga padanya, karena dia memiliki keyakinan jika pergerakannya seolah diawasi, jika tebakannya benar, ada orang yang tak mau kebenaran terungkap, ada orang yang tak menginginkan dia mencari kebenaran.


Kurama yang memang sebenarnya ada disana bersembunyi di balik pohon, hanya bisa menatap Naruto sendu, "Maaf Naru tapi kau akan dalam bahaya jika aku bersamamu." gumam Kurama menatap kepergian adiknya.


"Sudah pulang Naru," sambut Karin,

"Begitulah. Apa Nyonya sudah kembali?" tanya Naruto,

"Baru saja. Lihat aku dapat oleh-oleh," Karin memamerkan hiasan rambutnya.

"Indah, cocok dengan warna rambutmu Senior. Ah aku mau menemui Nyonya dulu." Naruto pergi ke kediaman milik Mei meninggalkan Karin.

"Chojuro-san, apa Nyonya ada di dalam?" tanya Naruto pada pria yang tengah duduk diteras kayu.

"Ada, kebetulan sekali tadi Nyonya mencarimu." Ujar Chojuro.

Naruto mengangguk dan masuk kedalam kediaman Mei, "Nyonya," sapa Naruto.

"Duduklah Naru, tadi aku sudah berbicara dengan Karin. Besok malam kita akan kedatangan tamu penting, Awalnya kau akan memainkan kecapi di acara itu, namun Karin mengatakan jika pergelangan kakinya sakit akibat 3 hari lalu terkilir, dan merekomendasikanmu sebagai penggantinya sedangkan Karin yang akan memainkan kecapi."

"Anda serius Nyonya. Aku takut membuat kesalahan. Aku tak bisa menari seindah Senior," ujar Naruto.

"Karin yang merekomendasikanmu, sudah pasti dia tahu kau mampu melakukan yang terbaik." Mei tersenyum lembut.

"Kalau begitu aku akan berusaha,"

"Ah iya Nyonya. Aku tadi mencari kakakku setelah dapat info, tapi sepertinya terlambat, kakakku tak ada ditempat yang dikatakan." ujar Naruto, wajahnya semakin sendu.

"Berusahalah. Namun jangan melangkah terlalu jauh, bagaimanapun kau dan kakakmu di cap sebagai cucu pemberontak." nasehat Mei.

"Baik. Aku permisi dulu. Aku perlu menyiapkan gerakan tarian untuk pertunjukan nanti malam." ujar Naruto pamit.

Mei mengangguk, menatap salah satu gadis penghibur kesayangannya. Kenapa dia memanggil Naruto gadis? Ya karena bagaimanapun memang dia masih berumur 20 tahun.

Benar. 20 tahun, dia masih begitu muda tapi harus menghadapi kepahitan hidup, sama seperti dia dulu.

Dulu... Dulu sekali dia juga gadis bangsawan seperti Naruto hingga sebuah hukuman dilayangkan pada keluarganya, bukankah hampir sama?

"Semoga dewa selalu bersamamu."

Prang.

"Katakan sekali lagi Sasuke!!" teriak Fugaku, Raja kerajaan Api murka.

"Aku bilang, aku tak mau menjadi Putra Mahkota, aku ingin mengundurkan diri dari posisi ini Ayahanda. Aku akan menjalani hidupku sendiri, aku tak mau menjadi bonekamu." ujar Sasuke kalem.

"Anak kurang ajar!! Kau dibesarkan untuk menjadi penerusku!!"

"Kau menjadikanku Putra Mahkota hanya agar Itachi tak mengambil tahta bukan? Kau tahu Itachi begitu menyayangiku."

"Lihat itu Sara!! Anakmu kurang ajar!! Keluarga kita hancur itu salahmu,"

Kini giliran sang permaisuri yang terkena semprot.

"Dan dia juga yang akan menjadi penggantikan Anda kelak Yang Mulia."

"Ibu dan anak sama saja!!" dengus Fugaku,

Sara hanya membuang nafas.

Kenapa dia harus memiliki suami dengan status tertinggi seperti ini? Ahh dia yang salah memang, dia menginginkan posisi ini dulu.


"Sasukeeee~~" panggil Itachi manja.

"Apa!!"

"Huah kau ketus sekali. Kau berkunjung ke kediamanku, ada apa gerangan?" tanya Itachi dengan senyum jenakanya,

"Hn." Sasuke hanya duduk di beranda rumah kakaknya, menyesal dia pulang, jika saja ayahnya tak mengancam, dia lebih baik tinggal di kerajaan Angin selamanya.

"Jangan keras kepala, kau kelak akan menjadi pemimpin kerajaan ini." nasehat Itachi duduk disamping adiknya,

"Aku muak dengan semuanya. Kakak, harusnya kau saja yang jadi Putra Mahkota."

Plak.

"Jaga ucapanmu Sasuke. Aku menyayangimu dan tak ingin kau tumbuh seperti Ayahanda!!"

Sasuke mengusap darah yang keluar dari sudut bibirnya.

"Kenapa saat itu ibumu harus kalah argumen dengan ibuku?!! Jika saja Permaisuri saat itu lebih kuat aku pasti hanya menjadi Pangeran, dan kau tak akan kehilangan istrimu, kau tak perlu pura-pura menjadi Pangeran buangan!!"

"Jaga ucapanmu Sasuke." desis Itachi tak suka,

"Kenapa kau harus lemah?!! Kenapa aku yang jadi korban?!!"

Itachi terdiam.

"Kenapa aku harus terlahir dari rahim seorang selir yang akhirnya menjadi permaisuri? Aku hanya ingin hidup sederhana dengan kehangatan keluarga bukannya perang politik seperti ini."

"Tanyakan itu pada Dewa!!" ujar Itachi meninggalkan adiknya.


Dia memang selalu menyalahkan takdir. Karena sejak kecil dia sudah terbiasa dengan suasana luar istana dan saat kembali dia malah menjadi Putra Mahkota dan pergerakannya begitu dibatasi.

"Sial!!" umpat Sasuke.

Sore menjelang, Naruto bangun dari tidurnya, beberapa hari belakangan ini dia terlalu lelah hingga lupa istirahat, untungnya dia bisa tidur meski harus meminum ramuan dulu agar bisa tidur nyenyak.

Perlahan dia keluar kediamannya, menuju gerbang rumah bordil, dia ingin berjalan-jalan sendiri. Mimpinya tadi membuatmya rindu akan sesuatu yang dulu pernah hilang, dan tak kembali.

Tak perlu ada Neji disampingnya, karena yang dia butuhkan adalah kesendirian.

Kakinya melangkah sampai ke daerah kumuh, terus melangkah, mengikuti hatinya sampai tempat yang ingin dia tuju.

Trang. Trang.

Suara adu pedang, berarti ada pertarungan.

2 lawan 8. Dan 2 orang itu kepayahan. Naruto mengambil saputangannya, memakainya agar menutupi setengah wajahnya.

'Trang.'

Pedangnya beradu dengan salah satu orang berpakaian serba hitam yang ada disana.

'Trang. Trang. Jleb. Crass.'

Naruto seolah menari bersama pedangnya. Ayunan demi ayunan dia lancarkan pada kawanan berbaju hitam itu,

"Cih, kita mundur." salah seorang dari mereka memberi perintah.

"Anda tak apa Tuan?" tanya Naruto pada dua orang yang sudah pasti bangsawan, terlihat dari pakaiam yang dikenakan.

"Terima kasih, Nona." jawab salah satu dari mereka.

Naruto membuka sapu tangannya dan tersenyum, "Syukurlah. Kenapa Anda bisa ada di daerah kumuh seperti ini? Bangsawan seperti Anda?" tanya Naruto.

"Begitu pula kau Nona,"

Naruto tertawa, "Sayangnya aku bukan bangsawan. Aku kesini karena daerah yang tujuanku harus melewati pemukiman ini. Lebih baik Anda berdua segera pergi, disini kawasan yang cukup berbahaya." Naruto membungkuk dan berjalan pergi, menuju tempat yang ditujunya.

"Dia mirip dengannya. Bukan begitu?" tanya orang yang sedari tadi diam, menyembunyikan wajahnya dengan caping.

"Ya."

TBC

A/N : Dan bab ini masih belum juga memasuki masalah utama... Alias bertele-tele... Kadang aku bertanya-tanya kenapa aku buat cerita ini. Karena aku merasa terbebani harus membuat Naruto seperti itu 😅😅😅 tapi apalah daya, nasi sudah menjadi bubur dan buburpun enak jika dikasih topping 😂😂😂 Baiklah... Sampai jumpa di bab selanjutnya minna... Jaa matta...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top