Bagian 48 - Dunia Gelap Anna
Peter sampai di ruangan putih yang di dalamnya terdapat seorang wanita yang terbaring lemah dengan mata yang masih tertutup rapat oleh kapas.
Wanita itu memang sudah siuman. Tapi, untuk penglihatannya, baru hari ini dokter akan membukanya dan melihat bagaimana hasil kinerja mereka.
Peter melangkah mendekat. Anna tak se kurus yang dia lihat terakhir kali. Wanita itu lebih berisi dengan wajah tak menampakkan kesedihan lagi. Apa mungkin, karena wanita itu sedang tidur hingga kesedihannya tak nampak lagi?
3 dokter yang dibawa Peter khusus dari Perancis, datang dengan pakaian kerja mereka yang baru. Ke 3 dokter itu memberinya senyuman lebar dengan sedikit anggukan kepala.
“Selamat pagi, Tuan.”
Peter mengangkat sebelah tangannya. Bukannya dia tidak mau membuka suara untuk menyapa mereka. Hanya saja, dia tidak mau Anna mendengar suaranya, sebelum Anna melihatnya secara langsung. Dia ingin tau bagaimana reaksi wanita itu saat melihatnya untuk yang pertama kali.
Tak lama, Anna terlihat menggeliat dalam tidurnya. Wanita itu membenarkan letak kepalanya, pertanda wanita itu sudah bangun dari tidurnya.
“Selamat pagi, Nona. Bagaimana kondisi Anda hari ini?” tanya seorang dokter, dan mendapat senyuman tipis dari Anna.
“Aku baik-baik saja,” jawab Anna kilas dan pelan. Hanya jawaban itu yang dia punya sejak dirinya berhasil keluar dari ruang hampa yang putih berkilauan tanpa apapun di dalamnya. Melihat Luke, Jasmine dan ke dua anaknya dari balik kaca transparan yang entah terbuat dari apa. Dia hanya tau, dirinya sendirian dan terbebas dari alam kehidupan.
Saat itu. Saat Anna sudah benar-benar lelah untuk berjuang, dia pun memilih menyerah. Merelakan semua yang dia punya, untuk dia berikan pada ke Jasmine dan Luke sebagai salam perpisahan. Memberikan Peter keinginan terakhirnya, saat dia merasakan nyawanya seperti ditarik paksa keluar. Dan kala itu, dia benar-benar merasa jika dirinya sudah tiada. Tubuhnya ringan dan laksana asap.
Ternyata, benar. Kematian membuatnya lepas dari Luke. Terlepas sepenuhnya dari duka yang selalu membuatnya selalu hancur. Walaupun yang sebenarnya dia merasa sangan terluka karena harus meninggalkan Jim sebagai anak yatim, yang tak akan pernah merasakan kasih sayangnya sebagai seorang ibu. Tapi, sesaat kemudian, ayahnya datang dalam wujud nyata yang bisa dia peluk dan rasakan sentuhan tangannya yang kekar.
***
“Ayah?”
Anna menatap sosok pria di depannya dengan mata berkaca-kaca. Tangannya bergetar menutup mulutnya yang terbuka. Akhirnya, dia bisa melihat kembali sosok ayah yang sangat dia rindukan selama satu tahun terakhir. Ayahnya yang harus tiada karena keegoisannya dulu, dan berimbas membuatnya menderita dalam neraka buatan Luke.
“Ayah, akhirnya aku bisa bertemu dan memelukmu lagi.” Anna terisak. Dia mendekap tubuh kekar itu erat-erat. Ayahnya yang hanya bisa dia harapkan dalam angan, dan bisa dia lihat dalam mimpi kini nyata di depan matanya. Apa lagi yang lebih membahagiakan selain ini?
“Aku sangat merindukan, Ayah. Maafkan untuk semua kesalahan fatal yang sudah aku lakukan hingga membuat ayah pergi.”
Axel mengangguk. Tangannya mengusap lembut rambut panjang putrinya yang tergerai. Dia tau, alasan apa yang membuat putrinya berada di alam ini. Alam persinggahan, atau lebih tepatnya batas alam dunia dan alam para penghuni langit semesta.
“Ayah juga merindukanmu, Anna. Ayah juga sudah memaafkan semua masa lalu itu. Sekarang, Ayah ingin bertanya padamu. Kenapa kamu berada di sini?”
Anna mendongak. Menatap wajah tampan ayahnya dengan air mata menderas. “Aku sudah menyerah, Ayah. Aku tidak sanggup lagi untuk bertahan. Semuanya terlalu sakit. Luke selalu menghancurkanku untuk yang ke sekian kali,” jawab Anna dengan dada bergemuruh hebat.
Perlakuan Luke kali ini, tidak bisa dia maafkan lagi. Bukan hanya cintanya yang Luke khianati. Tapi, kehadiran putra mereka pun menjadi aib terbesar untuk pria itu.
“Bagaimana jika ayah memintamu untuk bertahan demi cucu Ayah yang kau beri nama, Jim?” tanya Axel.
Andai saja, takdir tidak mempermainkan keluarganya? Mungkin dia masih akan hidup sampai sekarang, dan mencegah semua malapetaka yang terjadi dalam hidup Anna. Anna tidak seharusnya menderita sampai seperti ini.
“Ayah lihat, Jim besar nanti, akan tampan seperti Ayah dan digilai banyak wanita.” lanjut Axel membuat Anna tertawa kilas. Ayahnya selalu bisa membuatnya tertawa dan dukanya menguap—terbawa oleh udara.
Tawa Anna berangsur reda tapi selanjutnya berubah menjadi isakan. Jim. Ya, hanya Jim yang membuatnya merasa sangat tidak berguna sebagai seorang wanita berstempel ibu yang mulia. “ Aku memang sangat sedih, Ayah. Aku harus meninggalkan Jim menjadi anak yatim. Tapi, mau bagaimana lagi? Tuhan sudah menakdirkanku hidup sampai detik ini.”
“Tidak, Anna.”
“Maksud, Ayah?” tanya Anna tak mengerti.
Axel tertawa kilas. Dia kembali memeluk putri semata wayangnya itu kuat-kuat. Dengan santainya dia pun berkata, “Dunia kita tetap berbeda. Kau masih mempunyai kesempatan ke dua untuk hidup, Anna. Tuhan mengembalikanmu. Belum saatnya Tuhan mengambil hidupmu yang terus menerus terluka oleh rasa ke tidak adilan dan pengkhianatan ini. Tuhan, memberimu kesempatan ke dua untuk bangkit, Anna.”
Anna tercengang. Tapi, belum sampai dirinya meminta penjelasan lebih. Dunia yang baru dia singgahi menggelap. Tidak bercahaya seperti sebelumnya. Tapi, dia tidak sendirian. Karena dia bisa mendengar suara beberapa orang yang tidak dia kenali berada di sekelilingnya.
Anehnya, tubuhnya terasa sangat kaku. Bahkan untuk sekedar membuka mata pun dia tidak mampu. Mungkinkah, dirinya masih berada di dunia persinggahan lainnya?
***
Anna menarik napasnya kuat. Bisa dia rasakan, bagaimana energi yang mulai melingkupi tubuhnya. Bahkan udara sekitar, menjadi penyemangatnya untuk bisa bergerak, dan mengeluarkan suaranya yang tertahan di kerongkongan.
“Jim!”
Suara itu. Nama itu. Dan wanita itu?
Para dokter yang siaga menjaga Anna segera mengecek kondisi wanita itu. Akhirnya, kerja keras mereka membuahkan hasil. Wanita yang menjadi tanggung jawab mereka, selamat. Ya, wanita itu berhasil lolos dari maut dan kembali ke dunia.
“Nona, tenanglah. Jangan banyak bergerak,” ucap seorang dokter mencoba menenangkan Anna, yang memaksa untuk bangun dari tidurnya.
“Di mana aku? Kenapa aku tidak bisa membuka mataku?” napas Anna memburu. Dunia itu tentu saja asing. Entah sudah berapa kali, dia singgah di dunia baru. Sampai-sampai dia tidak bisa membedakan, dirinya masih hidup atau kah sudah tiada?
“Anda di rumah sakit, Nona. Tolong, tenanglah.”
“Jadi, aku masih hidup?”
“Ya. Anda masih hidup. Anda berhasil meloloskan diri dari maut.”
Anna terbaring tak berdaya. Kenyataan jika dunia yang disinggahinya sekarang adalah dunia yang nyata membuatnya putus asa. Itu artinya, dia harus bertemu Luke lagi, dan mengingat semua luka yang pria itu beri. Luka teramat dalam yang bahkan darahnya belum mengering.
“Seharusnya aku tiada saja.”
Ya. Lebih baik Anna memilih mati dari pada harus kembali kepada si berengsek itu lagi. Biarkan dia menjadi ibu jahat untuk Jim. Lagi pula, Jim memiliki keluarga yang sudah pasti akan membuat putranya itu bahagia walau tanpa dirinya.
“Seharusnya, Tuhan mengambil nyawaku saja. Hiks ... hiks!”
Anna menangis tanpa air mata. Matanya memang tertutup rapat. Tapi dadanya terlalu bergemuruh hebat hingga membuat dadanya sesak.
Ya Tuhan, sesakit inikah sebuah pengkhianatan dan tak inginkan oleh orang yang di cinta?
Seorang dokter mendekat. Dia tau, kata-kata apa yang harus dia katakan, karena sebelumnya dia sudah menerima amanah.
“Anda, tidak perlu takut atau pun khawatir, Nona. Saat ini, Anda berada di London dan akan terbebas dari masa lalu itu.”
Anna terenyak. Bagaimana dokter itu tau apa yang menjadi kegundahan hatinya?
“Anda akan tau semua kebenarannya nanti. Maaf, untuk saat ini yang perlu Anda lakukan adalah beristirahat untuk membuat kondisi Anda pulih.”
Anna mengangguk. Sejak saat itu, dia belajar hidup dalam kegelapan. Belajar bersabar untuk menjawab semua teka-teki dalam hidupnya. Belajar untuk tetap bertahan, dengan keyakinan kuat. Jika seseorang yang sudah menyelamatkan nyawanya adalah orang baik yang akan menjauhkannya dari Luke si keparat.
Kegelapan itu terkadang membuatnya takut. Tapi, meskipun begitu, sedetik pun dia tidak pernah menyesal sudah memberikan matanya untuk Jasmine.
Jasmine berhak mendapatkan matanya, atas ganti penglihatan Jasmine yang sudah dia ambil secara jahat. Dan untuk ginjal yang dia berikan pada Luke, dia pun tak menyesalinya. Setidaknya, Jim kecilnya akan tetap memiliki seorang ayah sampai dewasa nanti. Dan dirinya? Dirinya akan pergi jauh dengan membawa semua luka yang ada. Hidup kesepian dalam dunia hitamnya sendirian.
“Nona, apakah Anda sudah siap?” suara seorang dokter, membuyarkan lamunannya. Setiap hari yang dia dengar adalah semangat yang para dokter itu berikan. Dan saat ini, dokter itu menanyakan apakah dirinya siap? Siap untuk apa?
“Siap untuk apa?” tanya Anna. Sungguh dia sudah terbiasa dengan semua ini. Hanya saja, dia ingin sekali bertemu dengan orang yang sudah menjadi malaikat penolongnya, “ apa orang itu, akan datang menemuiku hari ini?” lanjut Anna dengan semangat.
“Iya. Mari kita buat Anda melihatnya sendiri.”
Anna masih tak mengerti dengan jawaban dokter itu. Bagaimana dia bisa melihat orang itu sedangkan dirinya sudah memberikan matanya untuk Jasmine? Apakah ada yang salah dengan pemikirannya selama ini?
Anna merasakan pergerakan kecil yang melingkari kepalanya. Rasa kaku, membuatnya tak begitu peka merasakan benda-benda yang menempel di tubuhnya.
“Silakan, buka mata, Anda.”
Anna masih tak memercayainya. Tapi, begitu dia membuka mata. Sosok tinggi menjulang yang bisa dia lihat dan berdiri di depannya dengan wajah penuh bahagia, membuat tangisnya tumpah seketika itu juga.
“Peter, hiks ... hiks ....”
***
Versi lengkap tersedia versi ebook dan cetak.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top