Bagian 3 - Sakit

Siap-siap yang mau peluk buku guys. Soalnya, udahh mau PO.😍😍

***

“Kamu sakit,” ucap Anna saat melihat suaminya, pulang dengan wajah pucat. “duduklah. Aku akan mengompresmu.”

Luke menoleh kilas. “Tidak perlu. Selena akan merawatku.”

Anna menarik nafasnya pelan. Dia sudah berjanji pada Jasmine, untuk menghadapi Luke dengan kepala dingin dan meruntuhkan hatinya dengan kesabaran. Lagi pula,  sudah menjadi tugasnya sebagai seorang istri untuk merawat suaminya, se berengsek apa pun suaminya itu.

“Tidak bisa!” Koreksi Anna, tetap mempertahankan pendiriannya.

“Kenapa tidak?!” sergah Luke dengan suara meninggi. Dia benar-benar merasa lemah, dan Anna masih terus saja mengusiknya. Please, dia ingin berbaring di ranjangnya dan melupakan rasa sakit yang tiba-tiba mendera.

Anna bersikukuh memegang lengan Luke, walaupun Luke terus menolaknya. Tapi dia tak peduli dengan penolakan itu. Yang terpenting, dia bisa melakukan tugasnya sebagai seorang istri dengan baik.

“Selena yang akan merawatku, Anna.” kukuh Luke meski nyaris seperti sebuah rengekan.

Anna menarik napasnya kasar. Dengan lantangnya, dia pun berkata,“ Tidak akan bisa, Luxander! Karena wanita itu, kamu  bayar untuk memuaskan mu, bukan untuk merawatmu. Lagi pula, wanita itu tidak ada di rumah sejak kemarin? Ke mana perginya jalang kesayanganmu itu?

“Oiya, masih ingat, saat jalang itu hampir membuatmu mati karena sakit perut?” jelas Anna, “wanita itu sama sekali tak berguna! Dan jika kamu tetap menolakku, maka akan aku biarkan kamu mati sekalian!”

Ancam Anna, dan akhirnya, Luke yang memang merasa sangat lemah meng iyakan keinginan Anna saja.
Dari pada, berakhir mereka bentrok seperti beberapa bulan terakhir? Itu sama sekali tak baik untuknya.

Anna membawa Luke ke kamarnya yang letaknya ada di atas. Meski sedikit kerepotan dengan membantu Luke menaiki tangga yang berjalan sempoyongan,  akhirnya Anna berhasil mendaratkan Luke di ranjang.

Luke  terlihat sangat lemas. Wajahnya pucat dan terdapat beberapa bintik keringat. Aura sangar dan menyebalkannya, sama sekali tak nampak hari ini. Pria itu benar-benar kehilangan kharisma manusia setengah setannya.

Dengan penuh telaten, Anna pun melepaskan sepatu kemudian kaos kaki yang Luke pakai. Gerakannya yang tak se cepat dulu, sebisa mungkin dia perlihatkan agar tampak biasa-biasa saja atau Luke akan curiga.

“Bisa nggak sih, kamu pergi?!”

Suara Luke yang parau, membuat Anna menutup telinga rapat-rapat.
Biarkan, pria itu menolak iktikad baiknya. Dia tidak akan menyerah. Lagi pula, untuk bentrok pun, dia yakin, dia yang akan menang. Secara, pria yang biasanya sangar itu, kini letoi tak bertenaga.

“Aku pergi, dan kamu akan mati di sini. Lalu, beberapa menit kemudian, aku akan masuk penjara karena polisi akan menjadikanku tersangka sebagai pembunuhmu!” celoteh Anna panjang lebar, “sudah. Diam saja! Nggak usah banyak protes. Di mana-mana, yang namanya orang sakit itu nurut, bukan keras kepala kayak kamu!” lanjutnya sebelum keluar dari kamar itu, untuk mengambilkan Luke sesuatu.

Sesuatu yang pastinya, bukan benda berbahaya yang akan dia gunakan untuk membunuh pria berengsek itu. Dia masih sayang anaknya—sayang bapaknya juga.

Anna mengambil bubur ayam yang dibuatnya tadi. Untung masih ada sedikit. Sangat kebetulan sekali dengan Luke yang mendadak sakit.

Sambil membawa segelas air, baskom berisi air hangat, juga bubur tadi, dalam nampan besar. Anna kembali melangkah menaiki tangga untuk mencapai kamar sang baginda bastard.

Jika saja, Luke tidak terkontaminasi virus Selena, mungkin dengan senang hati, dia akan membawa Luke ke kamarnya yang berada di bawah. Kesal juga, karena dia yang harus kerepotan seperti ini—naik turun tangga.

“Sabar ya, Nak. Kapan-kapan kita nggak usah peduli in ayah kamu lagi, oke?” bisik Anna pelan. Takut juga, jika Luke sampai mendengar perkataannya.

Anna memasuki kamar Luke. Dan pemandangan yang dilihatnya, membuat wajahnya mendadak murung. Rupanya, Luke benar-benar sakit. Buktinya, pria itu tetap terbaring lemah tidak bergerak ke sana-ke mari seperti biasa.

Anna duduk di samping Luke yang menutup mata. Tanpa meminta pendapat, dia pun mengompres bagian wajah, leher, sampai dada. Risih juga, jika Luke harus tertidur dengan tubuh berkeringat dan pakaian kotor kantornya.

“Makan dulu, “ ucap Anna selesai membuka baju Luke tanpa perlawanan.

Luke menggeleng pelan. Dia ingin istirahat, dan Anna malah mengganggunya dengan makanan.

“Kamu tuli ya? Bisa pergi nggak? Aku mau istirahat.”

“Buka mulut kamu sendiri, atau aku paksa?!”

Anna juga membalas perkataan pedas Luke, tak kalah pedasnya. Untung, emosinya stabil di saat-saat seperti ini. Coba saja jika tidak? Sudah dia siram muka Luke dengan bubur ayam itu. Melepuh-melepuh sekalian. Biar tau rasa itu orang.

“Jika dalam hitungan ke tiga kamu nggak buka mulut? Jangan salahkan aku, jika aku telepon Daddy dan Peter. Biar mereka ke sini, dan sekalian liat kelakuan berengsek kamu yang hamilin jalang itu!”

“Haa  ....”

Setelah mendesah kesal, Luke akhirnya membuka mulutnya. Ancaman Anna, benar-benar sialan. Mana mungkin, dia akan mendatangkan Daddy-nya dan Peter ke rumahnya? Bisa-bisa wajahnya babak belur mereka gebukin bergantian.

Anna menyuapkan bubur itu perlahan, sampai tak terasa isinya sudah tandas. Setelahnya, dia membantu Luke minum dan merapikan perabotan itu kembali ke atas nampan.

Anna beranjak, tapi tangannya yang menjuntai, tiba-tiba diselubungi oleh tangan hangat yang berhasil membuatnya mengurungkan niat. Luke memegang tangannya walaupun dengan mata tertutup rapat.

“Boleh aku minta tolong?” tanya Luke dengan suara lemahnya, “tolong, ambilkan obatku di dalam lemari.” lanjutnya tanpa menunggu persetujuan Anna.

Anna mengangguk. Dia pun melangkah menuju lemari setelah Luke melepaskan tangannya. Saat membuka pintu lemari, wajahnya mendadak berbinar—senang. Ada kejanggalan di dalam lemari itu  yang membuatnya menyadari sesuatu. Dan dia, baru menemukannya setelah 3 bulan berlalu.

Rupanya, kamar ini hanya ditempati Luke—hanya  Luke seorang.  Selena si jalang tidak berada di kamar ini. Buktinya, lemari itu hanya berisikan pakaian Luke saja. Tidak ada sehelai pun kain milik wanita jadi-jadian itu di dalam sana.

Anna mengenyahkan pikirannya yang bersorak girang. Dia harus fokus untuk mencari obat yang di maksud Luke. Dia mencari ke setiap sudut lemari, dan akhirnya bisa menemukan obat itu di sebuah laci.

“Ini obatnya,” ucap Anna sambil memberikan obat itu pada Luke. Luke menerimanya, dan langsung meminumnya dengan sisa air minumnya tadi.

“Itu obat apa?”

“Vitamin.”

“Tapi kok bau begitu?” celoteh Anna begitu tutup botol kecil itu terbuka, dan baunya menyeruak ke permukaan.

Luke mendengus kesal. Anna selalu saja menjelma menjadi wanita menyebalkan yang ingin tau segalanya. Dengan suara menyebalkannya, dia pun menjawab, “Cerewet! Pergi sana!”

“Dasar nggak tau terima kasih!” ketus Anna lalu pergi dari sana.

Luke membuka matanya pelan. Anna sudah pergi dari sana. Kamarnya kembali sepi tanpa menunjukkan adanya kehidupan.

Tangannya yang bersarung tangan hitam merogoh sesuatu di dalam saku celana bahannya. Vonis dokter yang diberikan padanya, membuat senyuman menyedihkan nya terbit di sana.

“Kematianku, akan lebih baik untuk kita,” lirihnya kemudian kembali melipat kertas itu dan memasukkannya ke dalam celana bahannya lagi.

Mungkin beginilah akhirnya. Luke dan Anna tidak akan bisa bersama karena sekat yang terlampau besar dan dalam di antara mereka berdua.

****

Ada yang pengen main tebak-tebakan?
Jawabannya, ada di book 1, ekstra part yg ada di buku.😍😍😍

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top