31 | Jevais Side Story
Amel Bolang
|Kemarin pas lagi karoke lu keluar ngangkat telepon dari siapa?
|Nggak mungkin dari Nathan, soalnya pas balik ekspresi lu langsung gak enak begitu.
|Baik-baik aja kan lu?
|Gue baik-baik aja kok.
|Kemaren lu nyampe rumah jamber?
|Jam 1.
|Jangan ngalihin topik.
|Lu kenapa kemarin?
|Nggak apa-apa kok.
|Suwer.
|Suwer suwer!
|Siapa yang nelpon?
|Lu nggak bisa bohongin gue, ya! Muka lu semalem anyep banget!
|😟😟😟
|Jevais.
|Jing.
|Ngapain dia nelpon lu malem-malem?!
|Dia ngomong apa sampe buat lu begitu?
|Gue bingung Mel.
|Masa dia confess kalau dia suka sama gue.
|Jadi sebelum gue dilamar Nathan, gue emang sedikit ngerasa ada yang aneh dari gelagatnya.
|Bocah tolol.
|Suruh siapa kagak gercep?!
|Kan? Gue bilang juga apa? Saingan Nathan itu Jevais. Dia emang demen sama lu!
|Batu sih! Udah gue kasih tau juga!
|Feeling cowok itu kadang bisa tajem juga kayak feeling perempuan!
|Kok lu jadi marahin gue?
|😟😟
|Kagak.
|Greget aja soalnya lu bego.
|Dia ngomong apa? Kagak ngancem apa-apa kan?
|Ya gak sampe ngancem juga Mel.
|Ya abis, dia kan anak orang sugih.
|Nama bokapnya aja ada di jejeran orang-orang paling berpengaruh di Indonesia.
|Sembilan Naga, Cok!
|Dia cuma bilang kalau dia falling in love at the first sight.
|Merinding banget gue dengernya.
|Terus?
|Terus dia juga bilang kalau misal suatu saat Nathan khianatin gue, dia mau gue dateng ke dia.
|Dia bakal memperlakukan gue lebih baik dari Nathan.
|Kek anjir lah!
|Sebenarnya, dia nggak salah ngomong begitu.
|Lagian kenapa nggak gercep sih?
|Mungkin waktu itu gue masih berhubungan sama Windu.
|Dia ngira Windu pacar gue kali.
|Dan beberapa jam setelah gue cut-off Windu, Nathan tiba-tiba dateng dan lamar gue hari itu juga.
|Iya sih.
|Kejadiannya sangat sat-set-dar-der-dor banget waktu itu.
|Tapi lu nggak kengaruh kan?!
|Maksudnya?
|Lu gak nyesel terima Nathan, kan?
|Lo gak berpikir kayak; tau begitu lu sama Jevais aja. Yang ketauan hidupnya udah nyaman dan bergelimang harta.
|Astaghfirullah. Istighfar Mel!
|Gue demen sama dia aja kagak.
|Gue maunya Nathan. Dan emang udah takdirnya Nathan duluan yang curi start. Gue bisa apa?
|Kirain!
|Awas lu macem-macem!
|Ikutan pusing gue bjir!
|Jangan kasih tau siapa-siapa ya Mel.
|Apalagi ke Nathan.
|Gue takut cowok itu ribut sama Jevais.
|Jevais itu bukan sembarang orang masalahnya. Gue takut Nathan kenapa-kenapa.
|Iye, aman.
|Hati-hati lu. Usahakan jangan ada kontak apapun lagi sama Jevais mulai sekarang.
|Buat jaga-jaga. Lu bentar lagi mau jadi istri orang.
|Gue block kontaknya. Instagram, tiktok dan X-nya juga gue block.
|Iya, Mel. Iya.
*
Bulan Juni berjalan cukup lama. 4 bulan terakhir dia menolak beberapa tawaran endorsement karena pelan-pelan cewek itu memilih untuk tidak ingin terlalu muncul di media. Lagipula alasan lain yang lebih masuk akal adalah, Nirmala tidak punya banyak waktu untuk mengurus hal demikian. Dia mulai kembali disibukkan dengan pekerjaannya (walau kali ini dia tidak memegang project besar seperti yang kemarin), namun dia juga disibukkan mengurus berkas-berkas untuk pernikahannya yang akan diadakan bulan September. Tanggal pastinya belum ditentukan. Perlu ada rundingan besar-besaran antara 2 belah pihak. Belum lagi mengurus acara resepsi kedua di Bali.
Nathan juga bilang dia belum bisa ke Indonesia bulan ini. Mungkin di awal bulan Juli dia akan datang dan punya banyak waktu karena turnamen selesai di akhir bulan Juni ini.
Bahkan dalam 4 bulan belakangan Nirmala hanya upload 2 konten tentang pembuatan kopi mangrove dan info tentang lomba poster dan photography yang diselenggarakan oleh BRGM. Story-nya pun juga cuma alakadarnya. Semua postingan sudah dibatasi agar notif yang masuk tidak terlalu ramai.
Bruk!
Monyed!
Kakinya tidak sengaja menabrak kursi sofa karena terlalu sibuk membalas pesan masuk di aplikasi WhatsApp-nya. Cewek itu berdecak dan kembali melanjutkan langkahnya menuju pintu. Pagi itu dia berniat pulang ke Bogor untuk bertemu vendor acara resepsi pernikahan bersama Mama-Papa. Kebetulan agen vendornya kenalan Mama, dan sudah tahu bagaimana track record-nya dalam menggelar acara pernikahan.
“Halo? Dek, jemput gue di stasiun dong! Gue gak bawa mobil. Pasti macet weekend gini jalan tol! Gue males nginjek kopling lama-lama, kaki gue yang kapalan makin kapalan entar! Iye udah jemput aja gue pake Beat kek, Aerox kek! Tunggu di deket alun-alun! Iye udah gampang, bawel lu ah!”
Telepon dimatikan sedetik setelah pintu lift terbuka. Tak lama setelah masuk, cewek itu menekan tombol lantai basemen. Dia ingin mengambil sepatu sandalnya dahulu yang kebetulan berada di mobilnya. Saat sampai di basemen, kepalanya tak sengaja menoleh pada kursi dekat pos satpam. Cewek itu terkejut, bahkan sampai menghentikan langkahnya sejenak.
Seorang pria duduk di sana. Mengenakan jeans hitam dan hoodie abu-abu yang menutupi kepalanya. Selama beberapa detik mata mereka saling pandang. Tersadar jika situasi akan semakin buruk jika Nirmala tidak segera bergegas, cewek itu langsung melengos dan lanjut jalan menuju parkiran.
“Nirmala!”
Dalam hati, Nirmala mengumpat. Pria itu rupanya mengikutinya di belakang. Hingga saat dia sudah dekat dengan posisi Ijo, tangannya berhasil ditahan oleh Jevais. Membuat cewek itu berbalik dan menghentakkan tangannya detik itu juga agar terlepas.
“Apa lagi, Mas?! Saya lagi buru-buru!”
Jevais membuka kupluk hoodienya, mengacak-acak rambutnya seraya mengatur ragam ekspresi di wajahnya. “Saya minta maaf. Semalam ...”
“Saya anggap semalam tidak terjadi apa-apa! Jadi tolong jangan dateng kayak gini lagi.” Nirmala hendak berbalik, namun lagi-lagi ditahan oleh pria itu.
Jevais kembali menahan tangannya. Kali ini emosi Nirmala lepas kendali. Dia kembali menarik tangannya dan menatap galak pria berusia 30 tahun tersebut. “Mas sekali lagi nyentuh tangan saya, saya teriak!”
Merasa ancaman cewek itu cukup realistis, membuat Jevais menghela napas berat. “Semalam saya mabuk. Saya minta maaf. Saya nggak bermaksud untuk ngomong itu, saya—” Pria itu memejamkan matanya sejenak, sebelum akhirnya melanjutkan kembali perkataannya. “—Saya tahu saya salah. Saya bener-bener minta maaf.”
Nirmala mengepalkan tangannya. Cewek itu meneguk ludahnya dengan susah payah. “Tolong, setelah ini jangan hubungi saya lagi. Saya nggak mau bikin masalah seperti yang waktu itu! Tolong ...”
Setelah mengatakan itu, Nirmala berbalik badan dan masuk ke dalam mobil. Niatnya yang hanya ingin mengambil sendal gagal. Dia akhirnya memutuskan untuk mengendarai mobil saja sekalian, daripada harus bertemu dan berpapasan lagi dengan Jevais yang masih berdiri di tempatnya. Persetan dengan pria itu. Nirmala hanya tidak ingin mencari gara-gara.
Sania
|Kak, kalau udah sampe Bojong Gede kabarin.
|Biar gue langsung otw.
|Ga jadi. Gue naik mobil.
* * *
3 minggu kemudian ...
Jevais tahu, tidak seharusnya dia menjadikan Nirmala sebagai sasaran drunk call-nya malam itu. Tidak seharusnya juga dia menerima tawaran sepupunya yang mengajaknya untuk menghadiri pesta ulang tahun salah satu sepupu perempuannya yang lain. Di mana di sana sudah jelas tersedia minuman alkohol berbagai jenis dengan kualitas yang terbaik. Namun rupanya, malam itu Jevais sedang kalut, dan itu semua bersumber dari seorang gadis yang berusia 4 tahun lebih muda darinya yang selama setahun ini tidak pernah bisa hilang dari pikirannya.
Jevais tahu menyukai seseorang yang sudah menjadi milik orang lain adalah kesalahan besar. Tidak seharusnya dia masih mengharapkan gadis itu. Jika saja dia lebih cepat, jika saja dia bertanya apa hubungan Nirmala dengan pria bernama Windu itu (yang ternyata bukanlah siapa-siapa), pria itu sudah pasti menjadikannya miliknya. Bukan apa-apa, di antara semua perempuan yang pernah dia temui, Nirmala memiliki sesuatu yang dapat memikat dirinya. Dia tidak begitu cantik jika dibandingkan dengan model wanita yang pernah menjadi rekan kerjanya, dia juga berasal dari keluarga kelangan menengah ke bawah. Tidak ada yang bisa Jevais apresiasi dari latar belakangnya selain dia yang lumayan terkenal di Instagram karena kontennya mengenai ekosistem mangrove.
Sikapnya yang bisa Jevais nilai saat berinteraksi dengannya adalah malu-malu namun tegas di saat yang bersamaan. Dia begitu ramah dan ekspresif dengan orang-orang, namun saat berinteraksi dengannya dia sudah persis seperti kelinci yang takut digigit oleh serigala. Dan entah kenapa Jevais semakin penasaran dengannya.
Ekspektasi dirinya untuk Nirmala tiba-tiba jungkir balik saat mengetahui jika gadis itu telah dilamar oleh seorang pria yang tidak pernah Jevais kira. Pria itu tidak tahu apa masa lalu seorang Nirmala, namun setelah menerima kabar mengejutkan itu, dia langsung melakukan background check tentang Nathan Tjoe A On. Cukup banyak hasil informasi yang dia peroleh dari salah satu agen mata-mata milik keluarga Malaka. Salah satunya adalah mereka yang ternyata pernah menjalin hubungan singkat di tahun 2024.
“Ayolah, apa-apaan ini?” Lamunan Jevais buyar saat seseorang duduk di sampingnya dan meninju pelan bahunya. “Gue ngajak lu ke sini untuk bersenang-senang! Bukan untuk murung nggak jelas kayak begitu!”
Itu Melvin. Sepupu terdekatnya di antara banyaknya sepupu yang dia miliki dari keluarga besar Malaka. Pria itu beberapa hari yang lalu mengajaknya berlibur ke Ibiza, salah satu pulau kecil di Spanyol yang menjadi daya tarik wisatawan karena hiburan malamnya yang terkenal.
“Siapa yang murung, sih?” balas Jevais. Dia memilih untuk mengalihkan pandanganya pada lantai dansa di lantai dasar yang penuh disesaki oleh orang-orang yang Jevais bisa pastikan mereka adalah turis-turis dari berbagai macam negara.
Ini pertengahan bulan Juli. Waktu yang pas untuk menikmati puncak waktu musim panas di Ibiza. Sedikit banyak dia berterima kasih dengan Melvin yang memiliki ide brilian untuk mengajaknya ke tempat ini. Bukannya ke tempat-tempat pegunungan seperti Swiss atau mungkin Austria. Sial. Yang ada nanti Jevais malah bertemu dengan Nirmala. Bisa saja gadis itu kembali berlibur musim panas dengan tunangannya seperti tahun lalu.
Kalau diingat-ingat, saat itu Jevais hanya bisa gigit jari melihat story-nya yang tidak sengaja memosting foto tunangannya. Ah, beruntung sekali orang yang bernama Tjoe A On itu! Kalau saja akal sehat Jevais tidak berjalan dengan normal, dia bisa saja melakukan tindakan asusila untuk menghilangkan eksistensi seorang atlet Timnas sepak bola tersebut dengan mudahnya.
“Yeah. I have reserved a table for 6 people. In the name of Tjoe A On.”
Entah ini kebetulan atau memang telinga Jevais saja yang tajam, namun pria itu tiba-tiba menoleh ke arah seorang pria yang terlihat familiar. Beberapa detik matanya menatap pria yang memiliki penampilan khas seperti mix antara ras nordic-mediteranian itu lekat-lekat hingga dia tersadar akan kemunculan beberapa orang dari arah tangga.
Gadis itu.
Nirmala ada di sini. Berada di lokasi yang sama dengannya!
Dia mengenakan rok putih panjang dengan tanktop senada yang memperlihatkan sedikit kulit perutnya. Lengan dan bahunya ditutupi oleh cardigan tipis bewarna putih gading. Ini malam hari, tapi entah kenapa gadis itu terlihat bersinar dibandingkan orang-orang yang ada di sekitarnya. Dada Jevais semakin berdesir saat wajah manis itu tersenyum dan tergelak. Jika saja dia tidak kembali sadar bahwa Nirmala dan teman-temannya akan melewati mejanya, mungkin Jevais akan tertangkap basah seperti orang tolol. Alhasil dia mengenakan topinya dan menundukkan kepala agar tidak terlihat oleh gadis itu.
“Yang, jam 11 atau 12 pulang ya? Aku nggak mau lama-lama di tempat kayak gini.” Samar-samar pria itu kembali mendengar percakapan gadis itu pada tunangannya yang sempat Jevais notice pertama kali.
“Iya, maaf ya. Aku nggak enak tolak mereka.” Lagi-lagi Jevais harus mengontrol dirinya saat melihat dengan jelas bagaimana Nathan melingkarkan tangannya di pinggang gadis itu, lalu mengecup keningnya.
Bangsat. Memikirkan bagaimana keromantisan mereka saja membuat Jevais kesal, lalu sekarang tiba-tiba dia dikejutkan dengan melihat adegan itu secara langsung?! Haruskah dia menelpon Sutjipto untuk melakukan aksinya agar menghabiskan pria Tjoe A On tersebut?
Ah tidak Jevais! Berpikirlah dengan rasional!
“Gue cabut dulu.”
Melvin mengernyit saat melihat sepupunya itu berdiri. “Cepet amat. Baru juga duduk. Mau kemana?”
“Hotel. Mau spa.”
“Nggak sekalian pijat plus-plus?” goda sepupunya.
Jevais mendengkus. “Ide yang menarik!” katanya seraya mengambil alih gelas Melvin dan meminumnya dengan sekali tenggak. “Gue duluan.”
Setelahnya Jevais meninggalkan tempat tersebut. Malam itu juga, pria itu ingin pindah hotel langsung ke tempat yang begitu jauh dari destinasi wisata. Dia tidak mau kejadian barusan terulang lagi. Namun kalau besok memungkinkan, dia akan pergi dari Ibiza.
* * *
Nirmala tidak pernah menyangka akan diajak liburan ke tempat seperti ini. Teman-temannya Nathan sudah mengajaknya berserta dirinya dari jauh-jauh hari. Bahkan rencana liburan bersama ini juga pernah Nirmala bahas bersama Gina dan Rachael melalui group chat yang mereka buat tidak lama setelah pertemuan mereka di Rotterdam. Singkatnya, secara tidak langsung Nirmala telah resmi bergabung dengan circle pertemanan Nathan.
Namun saat itu pemilihan lokasi liburannya belum pasti. Entah siapa yang mengusulkan Ibiza sebagai destinasinya. Pasalnya Nirmala tidak yakin dengan tempat yang terkenal akan hiburan malamnya itu.
“You don’t have to worry Mala. I will protect you there.”
Mau percaya, tapi Nathan itu cowok tulen. Kalau sudah masalah begini Nirmala juga tidak bego-bego banget. Meskipun tunangannya itu tidak pernah melakukan hal di luar batas (kecuali kejadian mendebarkan saat mereka di Riyadh), namun bukan berarti Nirmala percaya dengannya 100%. Mereka belum menikah, Nirmala bukannya sok idealis dan kolot, tapi dia hanya tidak ingin mengecewakan orang tuanya.
“Feel boring?” tanya Nathan. Di meja tersebut hanya ada mereka berdua. Teman-temannya yang lain sudah pindah ke lantai dansa menikmati musik yang diputar oleh disk jockey di sana. Jangan ditanya bagaimana suasana di sekitar mereka, sangat ramai dan berisik. Mereka saja jika ingin berbicara harus mendekatkan wajah ke telinga agar terdengar.
Karena kondisi tersebut kepala Nirmala yang sudah pusing jadi semakin pusing. Dia sudah menahan kantuk sejak dua jam yang lalu, sengaja dia tahan-tahan agar tidak menyakiti perasaan teman-temannya Nathan. Tidak mungkin cewek itu menolak ajakan makan malam sekaligus hang-out di hari pertama mereka di Ibiza dan memilih untuk tidur di hotel.
“Mau pulang? You look so sleepy.” Nathan mengelus kepala Nirmala, mengusap pipinya dengan lembut kemudian.
“Ngantuk sih, tapi masa ninggalin temen-temen kamu?” balas Nirmala, agak cemberut. Matanya sudah berat, tubuhnya juga capek setelah melakukan perjalanan cukup lama.
“That’s okay.I have told them that we will back early to hotel.” Nathan mengambil ponselnya, memasukkannya ke dalam tas kecilnya, lalu kemudian berdiri. Cowok itu mengulurkan tangannya pada Nirmala, mengajaknya untuk ikut berdiri juga dan pergi meninggalkan tempat tersebut.
Kebetulan lokasi diskotik itu hanya 15 menit jalan kaki dari hotel tempat mereka menginap. Mereka berjalan beriringan di trotoar, saling berpegangan tangan tanpa harus ragu-ragu dilihat oleh orang-orang. Biasanya jika di tempat umum seperti di pinggir jalan, mall atau di tempat ramai di Jakarta/Bogor mereka sangat jarang menunjukkan gelagat layaknya sepasang kekasih. Tapi kali ini, tidak akan ada orang mengenali siapa mereka. Mereka agak bisa bernapas dengan lega.
“Gaat het met je?” (are you okay?) tanya Nathan khawatir.
Cewek itu menoleh dan tersenyum kecil. “Ja, I’m good.”
“Do you want me to carry you?” tawar cowok itu.
Nirmala mengernyit dan terkekeh. “Nggak ah! Badan aku berat, Yang!”
Nathan terkekeh, namun beberapa detik kemudian cowok itu tiba-tiba membungkukkan tubuhnya, menyodorkan punggung lebarnya untuk Nirmala tumpangi. “Come on. I’ll carry you,” ujarnya. Menepuk punggungnya sendiri meminta Nirmala menerima tawarannya.
Respon Nirmala langsung tertawa kecil. Cewek itu mendekat, mengangkat sedikit roknya yang di mana kedua tangan Nathan langsung sigap memegang bagian bawah kedua lututnya. Nirmala refleks mengalungkan kedua tangannya di leher cowok itu, meletakan dagunya di bahu tunangannya sembari menyesap aroma khas yang biasa dia rasakan dari cerukan leher Nathan.
Nathan membopong tubuh Nirmala semudah mengangkat tas ransel. Cowok itu kembali berjalan normal dengan tubuh Nirmala di punggungnya.
“Yang.”
“Hm?”
“Marah gak kalau besok aku pake bikini?” tanya Nirmala, tiba-tiba banget bertanya hal random seperti itu.
Pertanyaan tersebut sukses membuat Nathan terbelalak kaget. “You—you wanna wear bikini?” tanyanya balik.
“Iya. Boleh, enggak?”
“But you ever said that you are too shy to show off your skin. Why so suddenly?” tanya Nathan heran.
“Well, I’m not brave enough to wear that thing in Indonesia. But this is Ibiza, Yang. People don’t really care.”
Nathan mengerutkan keningnya, hampir 5 detik dia terdiam sebelum akhirnya menjawab, “Well ... Sure. Go ahead.”
“Serius, loh?! Kamu enggak marah?”
“No.” Nathan menggeleng.
“Why? Kok, nggak marah? Aku pakai gincu merah gonjreng aja kamu risih!” tanya Nirmala.
“Nggak apa-apa,” balas Nathan enteng. “Just wear anything you want, as long as you’re with me and stay happy.”
“Emangnya kenapa?”
“I’m good at giving guys a punch on their face, Liefje.”
Hah?
Belum sempat bagi Nirmala untuk merespon, Nathan lebih dulu terkekeh. “No, I’m joking. I’m sorry,” katanya.
“Apasih?” ucap Nirmala. Dia lemot banget buat paham apa maksud Nathan barusan.
“I’m joking Mala,” ucap Nathan lembut sembari mengelus lututnya. “Jangan pakai itu ... bikini. Or I will complain to Papabuy.”
“Idih!”
Nathan memutar bola matanya. “Why? Is that matter? I have promise to him to protect his daughter. I just try to keep my promise, Liefje.”
“Tch! Oh gitu.”
“Well, I don’t like sharing, anyway.”
Butuh beberapa detik bagi Nirmala untuk paham kalimat terakhir cowok itu. Hingga akhirnya cewek itu mencomot asal mulut Nathan karena greget. Bisa-bisanya dia ngomong begitu.
“Marry me first if you want to say like that, Meneer!” ucapnya, yang kemudian disusul oleh tawa Nathan yang terdengar sangat renyah.
* * *
Note:
Terima kasih sudah mau membaca. Jangan lupa tinggalkan jejak.
Sincerely, Nanda.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top