27 | Ruminate

Liefje 🐚📷
|Yang, if Papa ask something weird to do jangan mau!
|Naik motornya hati-hati, jangan jauh-jauh dari rombongan.

|Iya, Liefje.

|Kamu juga jangan sotoy, Yang.
|Kamu masih junior di sana itungannya.
|Ngerti nggak?

|Ngerti. Aman. Kalem.

|Since when you know that kalem word?!

|I learned a lot with Papabuy.

Send a picture

*

“Dari siapa?”

Pertanyaan Papabuy berhasil membuat Nathan menoleh dan kembali mengunci ponselnya. “Dari Mala.”

Papabuy mengangguk-angguk. Mereka baru beres sarapan di salah satu warung nasi uduk di Pelabuhan Ratu. Seperti yang pria itu bilang di grup keluarga Imah Gedong, jika MACI ada acara touring se-jabodetabek ke Pelabuhan Ratu. Meski khusus untuk kota Bekasi tidak ada perwakilan satupun yang ikut, sehingga bapak-bapak di grup motor tua itu kompak meledek Bekasi memang definisi beda planet.

Nathan sendiri baru tahu ada jokes seperti itu. Dulu dia sempat bingung ada kalimat; “Orang Bekasi gak diajak, beda planet soalnya!”

Rupanya itu hanya jokes belaka.

Since a little, Nirmala itu suka pengen ikut Papa touring, Son!” jelas Papabuy. “Tapi nggak dibolehin sama Mamaya. Takut masuk angin!”

“Kalau begitu ... Why didn’t I asked her to come with me, yesterday?” ujar Nathan.

Papabuy menggeleng. “Bahaya, Son. Womans are not allowed to join this touring. You know ... Our dirty mind,” ucapnya.

Hal tersebut membuat Nathan terdiam dan menoleh sejenak ke arah segerombolan anggota klub yang sedang menikmati sarapan mereka. Sebagian besar anggota memang terdiri dari pria yang sudah berumur seperti Papabuy, beberapa ada yang seusia Nathan dan bahkan ada yang lebih muda sekitar usia 19 tahun. MACI sendiri hanya klub pecinta motor tua yang hobi touring ke berbagai tempat. Bukan klub motor rusuh yang bersifat anarkis. Namun sejauh Nathan melihat, memang tidak ada anggota perempuan. Semuanya laki-laki. Alhasil tidak sampai semenit Nathan paham apa yang Papabuy maksud.

Okey, you’re right. I don’t like sharing,” ucapnya seraya bergidik. Mungkin lain kali Nathan akan mengajak Nirmala ke Ciletuh naik Bison saja, biar aman.

Papabuy tertawa. “Mamaya aja nggak pernah Papa ajak touring dari zaman kita masih pacaran sampe punya 3 anak!” ujarnya yang kemudian direspon oleh kekehan Nathan. “Nah, udah kenyang belum? Kalo udah, kita ke pasar ikan dulu tuh di seberang.”

Nathan mengernyit. Pertama, Papabuy ngomong terlalu cepat dan kedua, mau ngapain pria itu ke pasar ikan?

“Mau ngapain, Pa?” tanya Nathan polos.

Pria itu memperlihatkan layar ponselnya yang sedang chat-an sama Mamaya. “Mamaya nitip ikan krismon, ikan etem, sama ikan layur! Ntar kita ngeliwet di rumah.”

Tadinya Nathan mau bertanya apa itu ngeliwet sekaligus nama-nama ikan yang pria itu sebutkan, tapi nggak jadi saat Papabuy sudah lebih dulu berdiri dan ancang-ancang meninggalkan warung nasi uduk tersebut. Alhasil Nathan mengekor di belakang.

Ternyata pasar ikan yang dimaksud tidak terlalu jauh dari lokasi warung nasi uduk barusan. Seperti namanya, di sana mereka menjual banyak sekali jenis ikan yang fresh baru ditangkap dari laut. Papabuy berbicara dengan salah satu pedagang yang menjual ikan layur (sekarang Nathan tahu ikan berbentuk tubuh panjang itu namanya ikan layur) dengan bahasa sunda. 100% Nathan tidak paham apa yang pria itu bicarakan dengan pedagang ikan tersebut.

Maenya sakilo gocap?! 15 biasana gek!” (masa iya sekilo gocap? 15 juga biasanya!) protes Papabuy seraya mengangkat salah satu ikan layur tanpa ada rasa jijik.

Waduh, teu nyampe atuh Pak Haji!” (waduh, gak nyampe dong Pak!) balas sang pedagang.

Kamari urang jeung pamajikan kadieu sakilo 15 rebu geuning, euy!” (kemaren saya sama istri ke sini sekilo 15 rebu tuh!) Papabuy masih maksa.

Kamari teh taun baraha? Solar geus naik, Pak Haji! Geus weh, panglaris, sakilo 30 rebu tah, mentok!” (kemaren tuh tahun berapa? Solar udah naik, Pak Haji! Yaudah lah, penglaris sekilo 30 rebu, mentok!) putus si pedagang akhirnya mau menurunkan harga.

Papabuy masih bersungut-sungut. Ini kalau istrinya ikut, bisa-bisa sekilo dipaksa 10 ribu! Percayalah, di atas Papabuy masih ada Mamaya yang kalau nawar gak punya hati. “Ari ieu krismon sakilo baraha?” (kalau krismon sekilo berapa?) tanyanya sekali lagi sembari menunjuk tumpukkan ikan di sebelah ikan layur.

Tilu—”

Tilu puluh?! Krismon?!” (tiga puluh?!) tanya Papabuy kaget. Lagi-lagi kalau Mamaya ikut, wanita itu sudah pasti memilih pergi cari pedagang lain yang mau ngasih harga lebih miring.

Karena penampilan Papabuy yang sangar, alhasil membuat si pedagang jadi sedikit jiper. “Ki—kieu weh, 50 jeung layur sakilo. Kumaha, tah?” (Gini deh, 50 sama layur sekilo, gimana?) tawar si pedagang. Tak sengaja matanya melirik Nathan yang terlihat cukup kontras di antara orang-orang pribumi di pasar. Merasa melihat peluang keuntungan, Papabuy lantas merangkul calon menantunya itu.

“Oke. Genep puluh jeung ikan etem sakilo. meunang teu?” (Oke, 60 sama ikan etem sekilo, dapet gak?) tanya Papabuy, kembali menawar. “Engke maneh meunang fotbar jeung mantu urang, yeuh! Nathan Cu-a-ong! Apal pan?” (nanti kamu boleh fotbar sama mantu saya! Nathan Cu-a-ong! Kenal kan?)

Perasaan Nathan kok gak enak ya?

* * *

(Source: Pinterest)

Disukai oleh lazulibluee dan 1.989.654 lainnya.

Nathantjoeaon 🪼🪼

Intensive class about jellyfish with master of maritime 🖤 @ lazulibluee.

Komentar

Lazulibluee Caption-nya alay. Ganti gak?
  ⤷Nathantjoeaon @ lazulibluee Gak mau.
  ⤷Tjoe_daily @ lazulibluee 😱😱😱😱
  ⤷lihat 2578 balasan lainnya ...

Justinhuber5 Finally, bro🔥🔥
  ⤷Pemainke12 @ justinhuber5 Kapan nyusul bro?
  ⤷lihat 1346 balasan lainnya ...

Rafaelstruick Hoe is het met de klas?
  ⤷lihat 1123 balasan lainnya ...

Rizkyridhoraadhani Anjay Mas Tejo 🔥🔥
  ⤷lihat 1046 balasan lainnya ...

Rendyazzam Kapan dihalalin?
  ⤷Nathantjoeaon @ rendyazzam On progres.
  ⤷lihat 1976 balasan lainnya ...

*

Selepas pulang touring dari Pelabuhan Ratu di hari Minggu, hari Selasa-nya Nathan sudah harus kembali ke Wina. Ada jadwal dadakan yang dimajukan lebih awal dan karena cowok itu termasuk dalam line inti, mewajibkannya untuk segera bergabung bersama club-nya. Nirmala sempat merajuk karena bisa saja Nathan izin buat gak hadir sehari lebih lambat, pasalnya cewek itu mau Nathan puasa hari pertama di Bogor. Kantornya saja memberikan karyawannya libur 3 hari.

“Sayang ...”

Nathan menarik rem tangan saat cowok itu selesai memarkir mobilnya di parkiran bandara. Dia menatap Nirmala yang membuang muka ke jendela di sampingnya. Cewek itu masih belum terima Nathan pulang secepat ini. Masih banyak hal-hal yang ingin Nirmala lakukan bersama Nathan. Kapan lagi dia bisa ngajak Nathan ngabuburit nyari cendol di Bantarjati atau street food di depan Universitas Pakuan?

Liefje ...” Nathan kembali memanggilnya. Kali ini sembari meraih tangan kanannya. “You know that I have to go back. Back to work.”

“...”

If I can choose what I want, of course I want to stay here with you.” Nathan menarik tangan kanan Nirmala untuk dia kecup. “Don’t pout please. Cantiknya nanti hilang.”

Tiga detik Nirmala tidak ada respon, hingga akhirnya ego cewek itu pun menyusut. Dia menghela napas panjang dan menatap tunangannya itu.

Nathan tersenyum saat melihat Nirmala yang juga tersenyum tipis seraya mengangguk. Buru-buru cowok itu melepas sabuk pengamannya dan mencondongkan tubuhnya ke arah cewek itu untuk memeluknya. “Don’t be sad, Liefje. I’ll try to find the schedule to go home for lebaran.”

“Janji?”

I’ll try my best, Mala. But I can not give you my promise now.

Why?” Nirmala kembali cemberut.

Hal tersebut membuat Nathan mengecup keningnya dan mengusap sebelah pipinya. “I’m not really sure that I have some free time during lebaran, Liefje. But I’ll try to go home and celebrate it your family.”

Nirmala jujur sedih. Dia akhir-akhir jadi lebih manja pada Nathan, dan dia belum siap kembali berpisah lalu menjalani hubungan jarak jauh lagi untuk kesekian kalinya. “Okay. I understand.”

Pelukan mereka pun terlepas. Nirmala melepas sabuk pengamannya dan mengenakan tas selempangnya sebelum akhirnya turun dari mobil. Cewek itu mengantar Nathan sampai depan pintu keberangkatan. Sebelum benar-benar melepas kepergiannya, Nirmala lebih dulu mendekat dan memeluk cowok itu erat.

“Hati-hati ya, Yang. Kabarin kalau udah mau take off.” Nirmala berbicara seraya mengeratkan pelukannya dengan melingkarkan tangannya pada pinggang Nathan, menenggelamkan wajahnya di bahu lebar cowok itu tanpa ada gerak-gerik untuk melepaskan pelukannya. Cewek itu sekarang sudah tidak peduli apabila menjadi pusat perhatian orang-orang di sana yang mulai menyadari keberadaan Nathan.

“Kamu juga hati-hati bawa mobilnya.” Nathan mengelus rambut Nirmala yang tergerai, mengecupnya sekaligus menyesap aroma shampoo cewek itu, menyimpan sebaik mungkin bagaimana rasa aromanya agar dapat dia kenang selama jauh darinya.

I’ll miss you, Naith ... Hiks.” Nirmala tiba-tiba tidak bisa lagi menahan tangisnya. Tidak tahu juga kenapa dia jadi merasa sentimentil begini? Pasalnya selama 3 minggu belakangan dia selalu bertemu Nathan setiap harinya. Cowok itu rutin mengantarnya berangkat dan pulang kerja. Mereka selalu makan malam bersama dan menghabiskan waktu weekend berdua membuat hubungan mereka semakin intens. Lalu tiba-tiba mereka harus berpisah lagi oleh jarak yang sangat jauh entah sampai kapan—dia tidak yakin.

“Sshh, don’t cry baby. We’ll be okay. We can make it. We will meet again, I’m promise!” Nathan menyeka air mata yang meleleh dari sudut mata Nirmala, kemudian mengecup keningnya. “Please don’t cry. You know I cannot see you like this.”

Nirmala mencoba mengatur emosi serta napasnya. Hingga semenit kemudian dia berhasil kembali tenang. Pelukan mereka pun terlepas.

“Aku pergi dulu ya?” ucap Nathan pamitan.

Dengan berat hati, Nirmala mengangguk dan melepas pelukan mereka. “Hati-hati, Sayang.”

Nathan mengangguk seraya tersenyum. “Sure. Take care yourself too.” Nathan menepuk-nepuk pelan kepala Nirmala. “I love you, Liefje.”

I love you too.”

Setelahnya Nathan benar-benar pergi. Meninggalkan dirinya yang kosong entah kenapa.

* * *

Ternyata, menjalani hubungan LDR itu memang benar-benar menyiksa.

Untuk Nirmala yang dasarnya adalah pribadi yang cuek, tiba-tiba punya pasangan seperti Nathan yang orangnya menarik untuk disayang secara ugal-ugalan, membuatnya merasa jika chatting dan video call saja tidak cukup. Nirmala akui, meski Nathan awalnya nggak banyak omong, nge-chat hanya sekedar bertanya lagi di mana-lagi ngapain, dan balas chat pun palingan hanya mengirim emoticon (👍), tapi lambat laun sikapnya mulai terlihat. Jiwa introvert-nya terkikis setiap kali bersama Nirmala. Humornya yang awalnya nggak nyambung lama-lama jadi nyambung, bahkan hanya sekedar saling tatap saja mereka sudah konek hal apa yang sedang mereka pikirkan.

Jika kalian berpikir siapa di antara mereka yang paling bawel, maka Nirmala dengan bangga bakal menunjuk Nathan. Luarnya saja terlihat kalem. Tapi kalau sudah ngobrol berdua—beuh! Nathan sudah persis seperti guru besar. Mereka bisa bahas tentang konspirasi mulai dari planet Mars yang dulunya pernah dihuni oleh manusia, hingga bahas apakah yang pertama telur dulu atau ayam dulu.

“Gue duluan ya!”

Nirmala berpamitan pada teman-teman selebgram-nya seperti Jeanne, Jizah, Safeera, Patricia dan masih banyak lagi. Mereka baru saja mengadakan acara bukber di salah restauran di BSD. Nirmala datang sendiri dan gak berniat untuk pergi kemana-mana lagi setelah acara itu beres. Besok pagi dia ada rapat penting dengan salah satu Mentri lingkungan hidup dan kehutanan terkait projects BRGM yang membuka lahan konservasi di berbagai titik di Indonesia.

Sesaat setelah cewek itu masuk ke dalam si Ijo, dia menyalakan mesin dan AC. Sambil menunggu, dia membalas beberapa pesan WhatsApp yang masuk. Salah satunya dari Nathan. Ini nyaris berminggu-minggu cowok itu belum pulang ke Indonesia. Jadwal liganya begitu sibuk. Beruntung Nathan masih bisa tahan puasa karena cuacanya di sana sedang menjelang menuju musim semi. Nirmala sangsi dia bisa merayakan lebaran tahun ini sama tunangannya.

Nathan Chu 🖤
|Selamat buka puasa.

|Selamat buka puasa juga ganteng.

|Gimana bukbernya?
|Is good?

|B aja.
|Kayaknya lebih seru kalau bukber sama kamu
|😔😔

|Be petience, Liefje.
|I’ll go home soon.

|Dari kemaren ngomong gitu mulu.
|Kagak pulang-pulang tuh?

|On 24 February, I don’t have any schedule anymore.
|I’ll go home on 25.
|Now I can promise to you.

Send a picture

|Sayang ...

|Apa Sayang?

|I’m not lying.
|This is Ramadhan. Dosa if someone lying.

|Ye.
|Buka pake apa, Yang?

|Chicken roasted.

|Okay. Aku mau driving a car.
|Baru beres bukber tadi.
|Istirahat yang cukup yaa.

|Hati-hati Liefje.
|Tell me if you have arrive!

|Iyaa.

Nirmala menatap layar ponselnya yang tiba-tiba mati perkara batrenya yang low-batt. Cewek itu menaruhnya ke dalam tas, karena memang tidak membawa power bank atau charger-an. Dia memilih untuk segera pulang saja. Tubuhnya sudah meronta-ronta ingin segera rebahan di ranjang.

Baru 15 menit dirinya masuk ke jalan tol, tiba-tiba dia merasa ada yang aneh dengan mobilnya. Perasaannya tidak enak. Alhasil dia buru-buru menyalakan lampu hazard dan mengambil jalur paling kiri untuk menepi di sisi jalan. Berkali-kali dia meneguk ludahnya dengan mulut yang komat-kamit berdoa semoga kekhawatirannya tidak terjadi. Namun saat dia keluar dan mengecek ke belakang, dia mendapati ban kiri bagian belakangnya yang gembos. Saat itu juga tubuh Nirmala terasa lemas.

Anj—gak boleh ngomong kasar.

“Astagfirullahaladzim, lailahaillallah, Allahuakbar!!” ucapnya seraya meremas rambutnya frustasi.

Ponselnya mati! Meski Papanya ahli montir di perusahaan teknik mesin terkenal, bukan berarti dia menuruni bakat pria itu. Yang artinya dia sama sekali nggak punya skill ngoprek sedikitpun!

“Aishh, ottoke?! Ottoke ottoke?!” panik Nirmala. Cewek itu membuka bagasi dan mengubek-ubek bagian dalamnya untuk melihat apakah ada ban serep atau tidak. Dan ternyata tidak ada!

Nirmala nangis seketika. Dia menutup kembali bagasi mobilnya dan duduk kembali ke kursi kemudi untuk menyalakan ponselnya. Barangkali ada keajaiban jika ponselnya ini masih menyisakan 1-2 persen yang sekiranya cukup untuk menelepon Papanya atau petugas mobil derek.

Tapi ternyata tidak. Ponselnya tidak kunjung menyala, yang memang sudah mati total. Salahnya sendiri yang terlalu asik main ponsel saat acara bukber berlangsung. Dan seharusnya dari awal minimal dia harus bawa charger-an!

Tangis Nirmala semakin kencang. Mendadak frustasi dan bingung mau ngapain. Jangan sampai karena hal ini membuatnya trauma naik mobil.

“Lu nginjek apa sih, Ijo?! Coba kasih tau gue, lu nginjek ranjau di mana sampe ban lu gembos kayak gak ada harga dirinya begitu!” kesal Nirmala meremas-remas setir kemudi.

Tadinya Nirmala mau lanjut menangis sambil manggil Mama-Papanya, tapi batal saat ada seseorang muncul tiba-tiba dan mengetuk kaca jendela mobil. Refleks badan Nirmala langsung tersentak. Dia menoleh dan terbelalak saat mendapati seseorang yang dia kenal di luar sana.

Merasa ada secercah harapan, buru-buru Nirmala membuka pintu dan keluar dari mobil.

“Nirmala?” tanya si orang itu. Wajahnya terlihat terkejut saat mendapati wajah Nirmala yang sembab karena sempat menangis beberapa menit yang lalu. “Lo baik-baik aja? Mobilnya ...”

“Bannya gembos! Gak ada spare. Hape gue mati total!” jelas Nirmala to the point.

Orang itu mengangguk-angguk. Lantas buru-buru kembali sebentar ke mobilnya yang berhenti beberapa meter di belakang Ijo. Dia kembali dengan sebuah power bank. “Nih, pake ini dulu. Tenang. Jangan panik. Gue telepon mobil derek.”

Nirmala menatap power bank tersebut, selama beberapa detik. Sejenak dia mengusap hidungnya yang berair, kemudian meraih benda kotak kecil tersebut. “Ma—makasih ya, Windu.”

* * *

Oktober 2025

Tidak tahu apa alasan yang pasti, namun Nathan akui, dia senang berteman dan bersahabat dengan Ahmed. Pria itu begitu positif, bahkan dibandingkan menjadi seorang sahabat, Ahmed lebih cocok menjadi seorang kakak baginya. Entah terbesit dari mana, Nathan mencoba untuk memahami bagaimana kepercayaan yang dianut oleh pria itu.

Awalnya dia hanya ingin sekedar mengenal saja apa itu Islam. Dia ingin mengenal lebih seperti apa dunia Nirmala. Sebab saat bersamanya dulu, Nathan selalu menutup kupingnya dan membiarkan informasi-informasi kecil yang diberikan oleh Nirmala masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri. Sejauh ini, responnya tidak begitu buruk, justru Nathan menemukan beberapa hal menarik yang tidak dia temukan di Alkitab-nya. Beberapa pertanyaan yang selalu dia tanyakan pada diri sendiri beberapa ada yang terjawab.

Namun itu bukan berarti dia meninggalkan agamanya. Yeah. Belum. Nathan tidak ada pikiran untuk mengubah keyakinannya. Ahmed bahkan mewanti-wanti cowok itu agar tidak menjadikan Nirmala sebagai alasan kenapa dirinya ingin mengenal agamanya.

Meski jujur, sedikit banyak apa yang dia lakukan sekarang karena Nirmala. Tapi percayalah, semakin Nathan fokus untuk belajar toleransi terhadap agama lain, semakin dia bisa sedikit-sedikit melupakan cewek itu.

Mungkin bayangan mantan kekasihnya itu tidak akan sepenuhnya hilang. Namun dia mulai belajar dan paham jika mencintai itu tidak perlu memiliki. Memang awalnya sakit, tapi Nathan tidak bisa terus memaksakan keadaan agar sesuai keinginannya. Dia tidak ingin memaksa Nirmala untuk terus berada di dekapannya. Cowok itu tersadar, itu justru sama saja seperti menyiksa untuk kedua belah pihak. Untuknya, dan juga untuk Nirmala.

Sekarang Nathan mulai paham, kenapa Nirmala memilih untuk melepaskan. Meski ini terdengar sangat menyakitkan untuk Nathan pahami, namun cepat atau lambat cowok itu harus mengerti jika pada dasarnya mereka memang tidak akan pernah sejalan. Mereka berbeda.

Tapi tidak tahu nanti. Sebab jauh di lubuk hati terdalamnya, Nathan yakin dia akan kembali dipertemukan oleh Nirmala. Entah sebagai apa dan siapa. Takdir begitu misteri.

Drrt drrt drrt!

Percakapan antara Nathan beserta Ahmed dan teman-temannya harus terhenti sejenak saat ponsel cowok itu yang tergeletak di meja bergetar. Nathan segera meraihnya dan melihat nama kontak yang tertera di layarnya.

Trisha Abalo.

Nathan sedikit mengernyit. Ini sudah pukul 10 malam. Ada apa cewek itu meneleponnya? Apakah dia sedang dalam kondisi darurat?

Alhasil Nathan berdiri dari duduknya dan melipir dari ruang tengah tempat mereka berbincang santai.

Hello—”

Kalimat Nathan terpotong saat cowok itu mendengar suara tangis tertahan di seberang sana. Tiba-tiba saja perasaan Nathan mulai terasa tidak enak. “Hiks ... Hiks ...”

“Trisha?! Ada apa?!” tanya Nathan khawatir. Meski hubungan singkat dan toxic mereka sudah berakhir, bukan berarti Nathan memutus hubungan pertemanan dengannya begitu saja.

Trisha masih belum mau menjawab pertanyaannya. Cewek itu masih menangis, bahkan kini tangisnya beralih menjadi sesenggukan.

“Tris! What the hell was happend?! Where are you?!” tanya Nathan.

“Hiks ... Naith ...”

“Ada apa? Katakan pelan-pelan!”

Di seberang sana, Trisha terdengar mencoba untuk mengatur napasnya meski itu sepertinya sangat sulit baginya. “Aku ... Hiks ... Aku—hiks!”

“...”

“Naith ... I’m pregnant.”

Satu kalimat singkat tersebut entah kenapa berhasil membuat suara petir menyambar di kepalanya. Nathan terdiam dengan mata terbelalak dan jantung yang berdegup kencang.

“Naith, I’m sorry ... Hiks. I can’t let this happen to me—hiks!”

Susah payah Nathan meneguk ludahnya. “Wha—what do you mean?”

“I can not be a mother, Naith. I can’t!”

“...”

“I don’t want this baby ... Hiks!”

Nathan mengepalkan tangannya. Dia kembali meneguk ludahnya dengan kasar. Matanya mendadak terasa panas. Ada emosi yang meluap di dadanya dan itu sangat sulit untuk dia jelaskan. “Trisha.”

“...”

Keep the baby.”

* * *

Note:

Ruminate (v.) to think deeply about something.

Terima kasih sudah mau membaca. Jangan lupa tinggalkan jejak.

Sincerely, Nanda.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top