08 | Jevais Malaka
THE NATURE CONSERVANCY INDONESIA
Request the honor of your present at our Gala Dinner.
September, 11th 2027.
The Grand Ballroom – Shangri La, Jakarta.
*
Ada undangan spesial di tengah-tengah kesibukannya mengurus pembangunan konservasi mangrove. Sabtu 11 September, bertepatan dengan lusa besok Nirmala diundang dalam kegiatan gala dinner yang diselenggarakan oleh salah satu lembaga swadaya masyarakat dalam rangka dies natalis yang ke-13.
Nirmala bingung saat dia mendapatkan undangan tersebut secara pribadi bukan atas lembaga tempat dia bekerja. Itu artinya dia diundang sebagai Nirmala Lazuli, bukan perwakilan BRGM.
“Siapa aja yang dateng ke gala begituan?”
Pertanyaan Amel membuat Nirmala tersadar dari lamunannya. Cewek itu mengerjapkan matanya dan menoleh sebentar ke arah Amel yang sedang mengemudi.
“Entah. Yang jelas temen-temen selebgram gue bukan salah satunya,” jawab Nirmala mengarah pada Jeanne dan kawan-kawannya.
“Lo kenal temen-temen kayak gitu dari mana btw?” tanya Amel sekali lagi. Dia teringat bagaimana sahabatnya ini tiba-tiba merangkap menjadi seorang selebgram dadakan yang meng-influence banyak orang mengenai blue forest.
“Mutualan gara-gara konten gue yang ngendors backpack anti air. Rame gara-gara gue kena bulu babi.”
Amel terkekeh. “Oh, gara-gara video yang itu? Pake air kencing siapa lu waktu itu?”
“Ada. Bapak-bapak yang kerja di BRGM juga. Sejak itu, views gue naik dan followers gue juga nambah pesat.”
Sebenarnya, dari awal Nirmala cukup lumayan dikenal orang karena skandalnya yang pernah mencoreng namanya, tapi karena pembuktian yang konkret, membuat orang jadi kembali respect sama dia yang telah menjadi korban pelecehan seksual di media sosial. Lalu setelahnya namanya kembali diperbincangkan setelah rumor berpacaran dengan Nathan beredar. Followers-nya yang tadinya gak sampai seribu, meningkat hingga nyaris 10 ribu. Ditambah dia memanfaatkan hal tersebut dengan membuat konten masak-masak selepas dia resign dari PSSI.
Lagi-lagi jumlah followers-nya semakin meningkat saat terdengar kabar jika dia putus dengan Nathan, Nirmala pun pergi merantau ke Papua. Kontennya yang semula masak-masak random berubah total jadi mini vlog sekaligus penjelasan singkat mengenai spesies-spesies mangrove yang ada di Kampung Saengga, Teluk Bintuni. Komentar-komentar positif berdatangan, tak jarang banyak yang meminta request mengenai konten selanjutnya, namun juga tak jarang ada komentar yang menyangkut pautkannya dengan Nathan. Mereka meminta kejelasan hubungan mereka.
Padahal tidak perlu diperjelas. Mereka putus waktu itu. Sudah. Gak ada penjelasan lain lagi.
“Awalnya stagnan sampe 12 ribu pengikut. Tapi pas gue ketemu Nathan di London dan gue sempet ribut sama dia, akhirnya gue putusin buat upload fotonya dan jelasin semuanya di caption. Gue harap dia paham dan berhenti berharap sama gue lagi.”
“Duaar Nmaax! Akun lu langsung rame!” celetuk Amel.
Yeah, sahabatnya itu tidak salah. Itu titik mula di mana akun Instagramnya mulai berkembang pesat. Dia menarik perhatian netizen yang bahkan bukan dari kalangan penggemar Timnas. Entahlah, mungkin karena pengaruh algoritma Instagram. Sehingga tawaran endorsement muncul sedikit demi sedikit.
Nirmala merasa ini ladang rezeki. Kenapa nggak? Dia mencoba untuk menerima tawaran endorsement yang menurutnya cocok untuknya. Entah itu make up (kebetulan dia suka make up juga), skin care (jangan di tanya, dia lebih baik gak makan dari pada liat stok serum-nya habis), beberapa jenis pakaian, sepatu, aksesoris, atau sejenis aplikasi yang memudahkan orang-orang dalam menjalani hidup.
Prinsipnya saat itu adalah dia harus melakukan background check terlebih dahulu terhadap company yang mengajaknya kerja sama. Kalau misal produk atau jasanya mencurigakan dan merugikan orang-orang, (let say, barangnya belum BPOM, belum ada sertifikat produksi yang legal, aplikasi yang berkedok judi online, dan lain-lain), Nirmala akan tolak mentah-mentah.
Jadi bisa dibilang, dia dan kontennya membawa positive vibes bagi yang melihat. Itu branding utamanya.
“Thanks to Nathan. Walau gue merasa bersalah sebab saat itu dia benar-benar having a hard moment banget.”
“Yang penting, sekarang udah balikan. Udah sejalan. Udah dilamar malah!” ucap Amel. Membuat Nirmala harus kembali bersyukur untuk yang kesekian kalinya.
“Iya, allhamdulliah. Kalo lu gimana?”
“Duh gimana ya? Belom ada hilal! Kenalin gue kek, ke temennya Nathan. Siapa tau ada yang jomblo!”
“Yaelah!”
* * *
Tujuan mereka hari ini adalah mall Pondok Indah. Nirmala mau beli lipstik favoritnya yang kebetulan habis, sekalian cuci mata melihat-lihat hal-hal yang menarik di pusat perbelanjaan setelah selama sebulan penuh dirinya hanya melihat mangrove, jalanan rusak khas Lampung dan jalan lintas Sumatera.
“Jadi lu sebenarnya beneran putus sama Chandra?” tanya Nirmala saat menemani cewek itu di salah satu butik pakaian. Amel terlihat sibuk melihat-lihat deretan koleksi kemeja terbaru, sesekali mengangguk untuk merespon pertanyaan Nirmala.
Melihat Amel yang mengangguk, Nirmala melipat kedua tangannya di dada. Sahabatnya itu sudah pacaran 6 tahun lamanya. Itu bukan waktu yang sebentar. Tapi kenapa bisa-bisanya Amel terlihat santai seakan-akan tidak ada hal yang membebankan pikirannya. Iya sih, mungkin saja beban hidup orang beda-beda. Mungkin bagi Amel ini hanyalah hal kecil, tidak perlu galau yang sampai gimana-gimana.
“Apa kata dia? kalau gue boleh tau.”
Kali ini atensi Amel teralihkan, kini dia menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. “Lu mau gue jelasin secara singkat atau panjang?”
“Loh? Emang alasannya banyak banget?” tanya Nirmala.
Amel mengangguk. “Iya. Kalo gue jelasin satu-satu mending kita ngobrolinnya di apartemen lu aja. Atau lu mau ke rumah gue? Udah lama lu gak main ke Cilegon!”
Nirmala menggeleng. Lusa dia harus datang ke acara gala dinner. Dia mau mempersiapkannya, karena itu pertama kalinya dia diundang di acara fancy seperti itu atas nama dirinya bukan instansi tempat dia bekerja. “Yaudah singkatnya aja.”
“Singkatnya dia gak serius sama gue. Dia cuma kasian, betah sebentar dan akhirnya bosan.”
Anjir. Brengsek juga itu cowok!
“Brengsek.”
“Yeah. He is.” Amel menghadap dirinya, dan menatapnya lekat-lekat. “Gue sama dia, udah selesai. Jadi gue harap lu gak nanyain tentang dia lagi,” lanjutnya.
Nirmala mengernyit. Tadinya dia mau membantah, sebab ini tidak adil. Dulu pas dia putus sama Nathan, Amel gak pernah berhenti ngecengin dia terus tiap hari. Masa Nirmala gak boleh ngelakuin hal yang sama?
“Yeileh! Waktu gue putus aja lu demen banget ledekin gue. Masa sekarang gue gak boleh ledekin lu balik?”
Amel tertawa. “Nanti aja kalo gue udah jelasin alasan lengkapnya.”
“Yaudah, ke apartemen gue aja sekarang!”
“Loh? Katanya mau beli gincu?”
“Itu mah bisa entar—”
Percakapan mereka terpotong kala terdengar dering ponselnya Amel. Cewek itu buru-buru mengambil benda tersebut dari saku celananya dan mengangkat teleponnya. Ekspresi Amel tiba-tiba terlihat serius sekali. Bahkan nada bicaranya terdengar kaget dan seperti ada sesuatu yang buruk sedang terjadi.
“Ba—baik, Pak! Saya segera ke tempat.”
Tepat setelah panggilan ditutup. Nirmala mau bertanya ada apa, tapi Amel sudah lebih dulu menjelaskan. “Ada kecelakaan di PPN Karangantu. Kebakaran. Beberapa kapal yang markir di sana juga kena dampaknya. Bahkan sampai nyaris membakar lahan mangrove di sekitar.”
“Hah?!” Mendengarnya Nirmala sampai kaget.
“Gue harus balik ngurus masalah ini, Nir! Lo gak apa-apa kan, kalau gue tinggal?” tanyanya.
Nirmala langsung mengangguk. Mendengar penjelasan Amel barusan cukup membuatnya ikut terkejut. “I—iya Mel, gak apa-apa. Hati-hati ya!”
Amel memeluknya sebentar dan seketika dia benar-benar ditinggal sendirian di butik tersebut. Nirmala menghela napas sejenak dan melihat ke sekeliling. Hanya ada tiga orang di tempat ini. Tambah menjadi 5 orang jika dihitung oleh kasir.
Alhasil karena tidak ada pakaian yang ingin dia beli, Nirmala memilih untuk meninggalkan butik tersebut dan berjalan ke lantai atas untuk melihat toko-toko lain yang menarik perhatiannya. Hingga akhirnya dia berbelok di Sephora untuk melihat-lihat deretan koleksi parfum dan mencoba mencium tester untuk menemukan wangi yang menurutnya pas di penciumannya.
“Buat hadiah untuk pasangan?”
Seseorang tiba-tiba muncul, sukses membuat Nirmala terkejut dan menoleh. Mendapati seorang pria bertubuh tinggi mengenakan jeans abu dan kaus hitam. Cewek itu menggeser posisinya dan menatap pria itu yang mengenakan masker dengan tatapan curiga.
Merasa cewek itu tidak mengenalinya, lantas dia menurunkan maskernya. “Ini saya, Mala. Jangan tegang gitu dong mukanya. Heheh.”
Nirmala menghela napas lega. Dia kira siapa. “Mas Jeva? Ya ampun, ngagetin aja!”
Jevais terkekeh. Dia melihat tester parfum yang ada di tangan Nirmala. “Lagi liat-liat aja atau emang mau beli?” tanyanya.
Cewek itu menaruh kembali tester tersebut dan menggeleng. “Liat-liat doang, Mas.”
Pria itu mengangguk-angguk seraya masih terus mempertahankan senyumnya. “Sendirian?”
“Tadi bareng sama temen, tapi tiba-tiba dia ada urusan penting. Jadinya balik duluan.”
“Oh, saya juga sendirian. Mau saya temenin?”
Nirmala mengerutkan keningnya. Merasa ada sesuatu yang aneh. Dia ingin segera menolak, tapi entah kenapa dia merasa tidak enak jika menolaknya begitu saja. “Mmm, saya takut ganggu Mas jeva.”
“Nggak ganggu kok. Saya kebetulan sendiri dan gak ada jadwal apapun hari ini.”
“Oalah.”
Senyum Jevais semakin melebar. “Gimana, boleh?”
“Bo—boleh. Heheh.”
* * *
Ini hanya perasaannya saja atau bukan, tapi jika sedang bersama Jevais, Nirmala itu selalu ciut. Auranya itu entah kenapa terasa mengintimidasi, membuatnya yang biasanya hiperaktif sama siapapun, tiba-tiba jadi lebih banyak diam jika bersama pria itu. Berbicara pun jika dibutuhkan saja atau pria itu yang lebih dulu yang memulai pembicaraan.
Sebenarnya Jevais ini orangnya asik, dan ekhm—tampan juga. Apa lagi fansnya banyak di Indonesia bahkan sampai ke se-Asia Tenggara. Sebab Nirmala suka melihat berita jika wajahnya suka muncul di majalah Thailand atau Singapura.
Nirmala jadi takut buat berinteraksi lebih sama pria itu. Dia cukup trauma dekat-dekat dengan orang yang terkenal. Apalagi pengalamannya dulu sama Nathan bisa dibilang cukup buruk, dia habis dirujak di sosial media. Apalagi saat mantan pacarnya sebelum Nathan pernah melecehkannya dengan editan foto syur yang dia sebar luaskan di media sosial. Mentalnya hancur sehancur-hancurnya saat membaca komentar buruk tentangnya.
Jadi, itu sebabnya dia merasa sungkan dengan Jevais. Namun secara bersamaan dia juga tidak bisa menolak ajakannya karena lagi-lagi auranya yang mengintimidasi. Alhasil Nirmala manggut-manggut saja saat Jevais menawarkan diri menemaninya.
“Oh iya, kamu diundang ke acara gala dinner dari YKAN?” tanya Jevais saat Nirmala sedang sibuk mencari varian shade lip cream yang ingin dia beli.
YKAN itu Yayasan Konservasi Alam Nusantara. Nama lain dari The Nature Conservancy Indonesia.
“Loh? Kok tahu?” Nirmala menegakkan punggungnya dan menatap pria itu yang kembali mengenakan maskernya, takut dirinya dikenali oleh orang-orang. “Mas Jeva juga diundang?” tanyanya.
Jevais mengangguk. “Saya pernah ikut acara amal mereka waktu bulan Februari kemarin. Acaranya di Gorontalo. Seru.”
Oh.
Eh? Berarti ada temen dong?
Setidaknya dia tidak kayak orang bego dateng sendiri ke sana.
Tadinya Nirmala mau langsung mengungkapkan keinginannya, namun batal saat wajah Nathan tiba-tiba terlintas di kepalanya. Buru-buru dia mengurungkan keinginan tersebut. Lebih baik dia berangkat sendiri dan bergabung saja dengan orang-orang yang diundang di sana. Hitung-hitung membangun korelasi baru.
“Mau bareng saya?” tawar Jevais tiba-tiba.
Nirmala membuang wajahnya, kembali melihat deretan lip cream di hadapannya. Dia tidak mau melihat mata Jevais, yang ada dirinya kembali merasa terintimidasi. “Nggak, Mas. Saya datang sendiri saja. Gak apa-apa.”
Raut wajah Jevais sedikit kecewa. “So bad, padahal saya juga sendiri. Gak terlalu kenal sama orang-orang di sana.”
Mendengar kalimatnya barusan, membuat Nirmala terkekeh sarkas. “Masa sih, gak ada yang kenal? Kan Mas Jevais lebih dulu aktif nyemplung di bidang ini.”
“Saya serius.”
Cewek itu akhirnya hanya terkekeh dan mengambil lip cream yang akan dia beli. Setelah selesai melakukan pembayaran, mereka pun meninggalkan toko kosmetik tersebut. Jujur, Nirmala tidak tahu mau ngapain lagi.
“Mau ngopi?” tawarnya.
Oke. Ini hanya ngopi, Nirmala. Setelah ngopi selesai 30 menitan, dia bisa pamit balik tanpa cang-cing-cung-ceng-cong.
“Boleh.”
Akhirnya 15 menit kemudian mereka telah duduk di salah satu kafe di sudut ruangan. Di meja telah terdapat kopi mereka masing-masing. Sialnya kini suasana begitu canggung. Biasanya Nirmala yang suka memulai pembicaraan. Tapi kali ini dia hanya diam, sesekali menyeruput vanila latte-nya dikit-dikit agar tidak cepat habis.
“Gimana di BRGM? Lagi ngurus project apa nih?” tanya Jevais memulai topik pembicaraan.
Oh, syukurlah pria itu langsung mengajaknya berbicara. “Lagi ada project buka lahan konservasi sih, Mas.”
“Wah, seru tuh kayaknya.”
Nirmala tersenyum. “Kalo digigit nyamuk, susah air bersih, jauh dari peradaban termasuk seru sih, kayaknya seru, Mas.”
Jevais terkekeh. Wajahnya yang oriental terlihat manis saat tersenyum menampilkan deretan giginya yang rapih. “Tapi kamu enjoy, kan?”
Cewek itu mengangguk. “Iya, itu pekerjaan saya. Kalo saya gak enjoy entar saya makan pake apa?” jawab Nirmala, mencoba menikmati suasana.
Duh, sekarang Nirmala paham kenapa orang-orang sangat mengidolakan pria matang di hadapannya ini. Udah ganteng, badan atletis, baik, pecinta lingkungan, dan juga ramah pula. Meski Nirmala akui, aura intimidasi masih melekat erat padanya.
“Ngomong-ngomong, kapan tunangan kamu ke Indonesia? Saya liat Timnas ada jadwal tanding tuh, di bulan September ini. Walau yeah ... lokasinya di Arab bukan di Jakarta.”
Senyum di wajah Nirmala luntur. Dia teringat jika Nathan tidak bisa datang karena tidak mendapatkan izin dari clubnya. Cepat-cepat dia menggelengkan kepalanya untuk kembali sadar jika dia sedang bersama Jevais. “Dia nggak ikut tanding. Gak dapet izin dari club bolanya.”
“Sayang banget. Padahal saya seneng loh, kalo liat dia main di Timnas.”
Nirmala hanya bisa tersenyum. “Thanks,” katanya. Tidak tahu juga kenapa dia tiba-tiba bilang terima kasih.
Karena kembali merasa canggung, Nirmala pun izin sebentar ke toilet. Kebetulan dia memang sedikit kebelet pipis sejak berada di toko kosmetik. Mau ke toilet tapi sungkan ada Jevais.
Cewek itu pun akhirnya meninggalkan Jevais sebentar.
Drrt drrt drrt.
Jevais menoleh ke arah ponsel Nirmala yang rupanya lupa dia bawa. Benda itu tergeletak di meja samping kopinya. Penasaran, pria itu mengintip notifikasi di layar.
Nathan Chu 🖤
|I love you more.
|Sayang, I have a bad and good news.
|They give me permission. But sadly I can’t come to Jakarta.
* * *
Note:
(Jevais Malaka)
Terima kasih sudah mau membaca. Jangan lupa tinggalkan jejak.
Sincerely, Nanda.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top