03 | Annual Leave
Nathan Chu 🖤
| Babe, are you sulking?
|I’m sorry.
Sebenarnya, Nirmala tidak ngambek. Dia hanya kaget. Sejak awal mereka sudah sepakat untuk tidak mempublikasikan dulu hubungan mereka secara tiba-tiba. Meski Nathan tidak secara langsung memberi tahu kepada orang-orang tentang hubungannya, namun netizen itu sudah persis seperti mata-mata. Mereka mencocoklogikan segalanya dan sialnya itu 98% benar! Nirmala jadi tidak habis pikir.
|No. I jus got goosebumps.
|Why netizen act like a spy??
|They curious about us.
|Just don’t worry.
|You’ll be fine. I’m promise.
|How? How can you do that?
|You even not in here.
|I got my eyes on you.
Nirmala berdecak. Cewek itu memilih untuk tidak membalasnya dan meletakkan kembali ponselnya di meja. Sejenak dia melihat ke sekelilingnya. Kafe ini cukup sepi, meski di luar terlihat ramai kendaraan dan terik matahari yang menyengat. Sejam yang lalu, dia baru selesai rapat evaluasi project akhir bulan, dilanjut dengan rapat project baru yang rencananya akan melibatkan beberapa pejabat negara untuk pembukaan wilayah konservasi mangrove. Lokasinya sampai saat ini masih dalam tahap survei dan penelitian. Ada besar kemungkinan, Nirmala bakal terjun langsung dalam survei tersebut dan mengharuskan dirinya pergi ke berbagai tempat di Indonesia yang memiliki potensi besar dalam ekosistem mangrove.
Nathan Chu 🖤
|In early July, I’m free.
|Aku mau ke Jakarta
Chat baru muncul dari notifikasinya. Nirmala terkejut, lantas cepat-cepat membuka aplikasi WhatsApp dan membaca pesan tersebut baik-baik.
|Serius?!
|How long?
|Just a weeks.
|But that’s enough. I already miss you.
Sebentar. Nirmala belum ambil cuti tahun ini. Haruskah dia ambil cuti dan terbang ke Austria buat ketemu Nathan? Masih ada waktu untuk mengurus visa dan segala macam. Dia tidak mungkin membiarkan Nathan terus yang mengunjunginya, bukan? Lagipun dia ada uang untuk melakukan itu.
|Sayang, I think I wanna take my annual leave.
|So I can get there. To Wina.
|Wait what?
|No, just let me.
|I’m super stress with my work.
|I need some holiday.
|I’ll buy your ticket.
|Jangan dong, sayang.
|Aku punya money.
|I know. But let me buy your ticket.
|I can buy my own ticket, Naith!
|Fine.
|But stay in my apartment.
|You can used my parents room.
|🌚👀😌
|Biar apa, Sayang?
|Nirmala ...
|You and your dirty mind.
|Just kidding, Cintakuu.
Nirmala terkekeh. Dia sampai menutup mulutnya untuk menahan tawanya karena menggoda Nathan itu seru. Walau terkadang dia teringat saat waktu pacaran pertama kali, yang berujung saling kokop-kokopan di pulau Tunda. Makanya Nirmala cuma berani godain cowok itu di chat saja. Kalau di real life dia mana berani.
“Senyum-senyum aja, chat sama siapa sih?”
Panik. Nirmala nyaris terjengkang ke belakang mengingat kursi yang dia gunakan tidak ada sandarannya. Cewek refleks mendongak dan mendapati sosok Jevais di sana. Pria itu mengenakan kemeja hitam dengan celana senada. Rambutnya tertata rapih dengan menyisakan beberapa helai rambut yang membentuk tanda comma. Seperti biasa, dia terlihat menawan.
“Ma—Mas Jeva?!”
Jevais terkekeh. Dia menaruh kopinya di meja dan menarik kursi kosong di sebelahnya. Kebetulan Nirmala duduk di meja panjang pinggir jendela yang menghadap ke arah parkiran. Di sana ada stop kontak, sehingga bisa Nirmala manfaatkan untuk men-charge ponselnya yang sudah low-batt.
“Hai, gimana kabarnya?” tanyanya, melempar senyum manisnya yang membuat Nirmala bingung mau respon gimana.
“Baik, Mas. Allhamdulliah. Mas Jeva gimana?” balas Nirmala basa-basi. Yaelah dia mau lanjut chatting-an sama calon suami ini!
“Saya baik,” jawabnya. Tak lama matanya menatap ke sekeliling. “Kamu sendirian aja? Tumben gak bareng temen kantor kamu.”
“Lagi gak bareng aja, Mas. Beres ini saya mau balik ke kantor kok,” jawab Nirmala. Matanya sempat menoleh ke arah ponselnya yang ternyata ada balasan terbaru dari Nathan. Dia ingin segera membalasnya, namun lagi-lagi batal saat Jevais kembali mengajaknya berbicara.
“Saya liat banyak rumor di internet.”
“Ya?”
“Katanya kamu pacaran sama pemain sepak bola ya?”
Ah, rumor itu. Nirmala sudah melihatnya. Cukup heboh memang. Cewek itu bahkan sampai membatasi kolom komentarnya agar notifikasinya tidak jebol. Hanya karena foto Beru (kucingnya Devi) yang diposting Nathan membuat semuanya jadi runyam. Tapi Nirmala tidak mau ambil pusing. Silahkan mereka membuat asumsi ini-itu. Tinggal tunggu tanggal mainnya saja nanti, siapa tahu tiba-tiba Nirmala atau Nathan memposting foto pernikahan mereka pakai adat Sunda.
“Oh.” Nirmala hanya merespon demikian. Cewek itu tersenyum tipis dan kembali fokus ke ponselnya. Membalas pesan Nathan yang bilang jika dia mau nge-gym, dan akan menelpon Nirmala sekitar 2-3 jam kemudian.
“Sejak kapan? Saya kira kamu single, loh!” ujar Jevais.
Nirmala berdeham. Kayaknya gak ada salahnya buat spill dikit ke Jevais. Dia juga kayaknya orang yang profesional dan tidak mungkin membocorkan informasi pribadi seseorang. “Waktu itu saya emang masih single, Mas. Tapi baru-baru ini saya dilamar.”
Respon Jevais terkejut. Dia bahkan sampai tersedak saat sedang menyeruput kopinya. “You—what?!”
Cewek itu lagi-lagi tersenyum manis, seraya memperlihatkan jari manisnya yang melingkar cincin pemberian Nathan. “He proposed me.”
Jevais menatap cincin tersebut selama beberapa detik, kemudian menatap wajah Nirmala lekat-lekat. “Wow ... Congratulation!”
“Thank you.”
“I think I’m too late,” gumam Jevais.
“Sorry?” Nirmala mengernyit. Dia tidak terlalu mendengar kalimat pria itu barusan.
“Oh, nothing. He must be a very lucky man ever.”
Nirmala tidak mengerti. Tapi dia iyakan saja, biar cepet.
* * *
Mengunjungi Austria di bulan Juli adalah pilihan yang tepat. Selain bertepatan dengan puncak musim panas, membuat suhu di sana cukup hangat, sekitar 27 derajat celcius. Waktu siang pun lebih lama dibandingkan malam, di mana langit akan gelap total tepat pada pukul 9 malam. Kota Wina pun tergolong sepi sebab orang-orang memutuskan pergi ke luar kota untuk liburan.
Nirmala hanya punya waktu 7 hari di negara yang terkenal dengan arsitekturnya dan surga musik tersebut. Jadi dia benar-benar akan menggunakan waktu tersebut sebaik mungkin. Liburan sekaligus mengobati rindunya pada tunangannya.
“Actually we can buy the meal by delivery. You don’t have to do this.” Nathan mendekat seraya mencurutkan bibirnya dan duduk di samping meja bar, memperhatikan Nirmala yang sedang sibuk membersihkan sayuran di wastafel
“You said you miss my cooking,” balas Nirmala tanpa menoleh.
“Yeah, but I don’t want to bother you.”
Nirmala berhenti sejenak. Kali ini menoleh menatap cowok itu, dan terkekeh. “No I don’t. Now, help me take the bowl!” Nirmala menunjuk ke salah satu kabinet penyimpanan piring dan mangkuk berukuran besar. Meskipun Nirmala terbilang tinggi untuk ukuran perempuan di Indonesia, namun tetap saja dia kesulitan untuk menjangkaunya.
Nathan bangkit dari duduknya, membuka kabinet untuk mengambil dua mangkuk besar dan menaruhnya di meja. Setelahnya cowok itu kembali duduk dan memperhatikan Nirmala yang dengan cekatan memotong sayuran, membersihkan udang, dan meracik adonan dengan tepung dan telur. Cewek itu bilang dia ingin memasak yang simpel saja, ketimbang harus pesan delivery. Sengaja Nirmala menyuruh Nathan duduk dan menunggu, sebab terakhir kali cowok itu membantunya memasak, dapur di apartemennya nyaris kacau balau. Terlihat dengan kondisi dapur cowok itu yang di mana wajan atau panci sangat berdebu, tanda jarang digunakan.
Beberapa menit berlalu, cowok itu menikmati pemandangan yang ada di hadapannya ini. Senyumnya pun perlahan mengembang saat pikirannya membayangkan gambaran bagaimana jika mereka menikah nanti. Nirmala yang memasak, Nathan yang membersihkan rumah. Nathan yang bekerja dan Nirmala yang mengatur keuangan. Jika suatu saat mereka diberi anugerah seorang anak, mereka akan mengurus, mendidik dan membesarkannya bersama-sama. Ngomong-ngomong, nanti anak mereka mirip siapa?
“Why are you smiling?”
Lamunan Nathan buyar saat tersadar di meja kini sudah tersaji dua porsi fuyunghai lengkap dengan nasi daun jeruk nipis. Cowok itu mengerjapkan matanya dan mendongak menatap Nirmala yang juga menatapnya curiga.
“No. It’s nothing.” Nathan bangkit dari duduknya. Dia inisiatif untuk mengambil jus kemasan di kulkas serta dua gelas ke meja.
Nirmala mengernyit saat melihat jus tersebut. “Guava?” tanyanya. Merasa sedikit deja vu.
“It’s always remind me of you.” Nathan menuangkan jus tersebut ke dalam gelas. “You know, because of this you wanna be my tour guide and finally make me came to your life.”
Mendengarnya, Nirmala terkekeh. Kembali mengingat-ingat kenangan 3 tahun yang lalu, di mana modus cowok itu oke juga, parahnya kenapa pula Nirmala dengan tololnya masuk ke perangkap Nathan. “I realize that I was so stupid.”
“Why? You’re a smart girl, Babe.”
Nirmala memutar bola matanya. “How many girls are you treated like this?”
“Like what?” Nathan mengernyit.
“Like giving guava juice and ask her to be your girlfriend, maybe.”
Nathan terkekeh. “Honestly. I’m a good boy, Mala. I only ever date a girl, and it’s when I was 14.”
“Masa? What about one night stand?” tanya Nirmala. Baiklah pertanyaannya terlalu sensitif, tapi cewek itu sudah menyiapkan mentalnya mengingat tunangannya ini lahir dan besar di adat dan budaya yang liberal. Pola pikirnya cukup berbeda dengannya.
Cowok itu menatap Nirmala lekat-lekat. Sedangkan Nirmala menunggu jawabannya dengan ekspresi yang begitu tenang. “Sekali. When I was in senior high school.”
“Sama siapa?” tanya Nirmala.
Nathan menggaruk tengkuknya, gugup. “My senior. We’re not dating or anything. We’re just ... Yeah, something like that,” ujarnya. “But I used protection, I swear!”
Suasana tiba-tiba canggung. Hanya terdengar suara denting garpu dan pisau milik Nirmala yang terlihat santai memakan makan malamnya. Berbanding terbalik dengan Nathan yang tiba-tiba terdiam memperhatikan cewek di hadapannya itu.
Di kepala Nathan tiba-tiba penuh dengan banyak pertanyaan. Apa dia marah? Kecewa? Kesal padanya?
“Sayang, kamu marah?” tanya Nathan ragu-ragu.
Nirmala menoleh, lalu menggeleng. “No. Absolutly not.”
“But—”
“I understand! You born and grew up in a such liberal country. And I just wanna say that ...”
Nathan tiba-tiba meraih tangan Nirmala, menggenggamnya dan mengelus jemarinya dengan lembut. “Sex after marriage? I know your principles.”
Nirmala menghela napasnya. “You know ... My parents always told me to protect my virginity only for my husband. Even though we live in modern life, I still respect that principle. So I hope people could do that.”
“I do, Nirmala.” Nathan menatap Nirmala. Mata hunter-nya melunak kala tenggelam dalam netra gelap milik cewek tersebut. Dia tarik tangan Nirmala dan mengecupnya lembut. “I’ll never touch you before I marry you.”
“...”
“Soon. I’ll make you be my wife and I’ll be your husband. So I can take you to Banda Neira. That’s my promise!” Nathan kembali mengecup tangan Nirmala seraya memejamkan matanya.
Nirmala tersenyum. “But you already take me to Austria. What a nice!”
Nathan terkekeh. Akhirnya dia melepaskan tangan Nirmala dan kembali menyantap makan malamnya. “Do you know Hallstatt?”
Nirmala menggeleng. Dia gak tau apapun soal Austria. Baru tahu akhir-akhir ini karena Nathan yang bermain di salah satu club bola di Wina, ibu kota negara tersebut. “Apa itu?”
“Fairytale village. The inspiration of town in Disney Frozen.”
Cewek itu berhenti mengunyah. “That’s cool. Is that far away from Wina?” tanyanya.
Nathan mengangguk. “Far enough. About 3 hours. You wanna see it? I can rent air BnB near there.”
“Boleh?!” Mata Nirmala terlihat berbinar.
“Sure! It’s summer, perfect season.”
* * *
Siang itu, Jakarta panas seperti pada umumnya. Kipas angin portabel telah aktif menyala di tangannya, sengaja dia arahkan ke leher agar meredakan rasa gerah dan keringat yang sedari tadi terus menetes akibat jadwal shooting TVC produk minuman kaleng yang berlangsung sejak beberapa jam yang lalu. Beberapa staf make-up dan stylish sibuk mengelilinginya untuk membetulkan kembali penampilannya yang lepek akibat keringat.
“Si Cacantika lagi liburan tuh, Neik!” Wati, asisten sekaligus managernya datang dan memberikan minuman segar untuknya.
“Siapa?” tanya Jevais.
“Cemceman lu! Yang orang BRGM itu!” balas Wati.
Oh, Nirmala. Liburan ke mana dia?
Tidak membalas ucapan Wati, Jevais justru mengambil ponselnya dan mengecek story Instagram Nirmala. Terdapat beberapa foto yang kebanyakan hanya memperlihatkan jalanan kota, bangunan bergaya ala victorian, makanan dan minuman lokal, serta mirror selfienya di depan kaca jendela toko roti, di mana terdapat bendera merah-putih-merah yang merupakan bendera negara Austria.
Jevais tersenyum miring. Untuk apa dia penasaran ke mana dan sama siapa gadis itu pergi? Jelas bersama tunangannya. Kalau tidak salah tunangannya itu bermain untuk klub bola di Austria. Sangat masuk akal.
Story terbarunya muncul. Sekitar 1 menit yang lalu baru di-upload olehnya. Menunjukkan foto kaca spion atas yang memperlihatkan sebagian wajah seseorang yang terlihat familiar. Rambut cokelat gelap, mata tajam bewarna hazel dan hidung yang mancung. Apakah hubungan Nirmala dan tunangannya mulai go public? Bukankah dia bilang masih ingin menutupinya dari orang-orang?
Jevaismalaka
|Have a nice holiday, Mala.
|Jangan lupa oleh-olehnya ya, hehe 😊
Jari Jevais lanjut meng-swipe story akun berikutnya yang ternyata milik seorang Nathan Tjoe A On. Story-nya tidak sebanyak Nirmala, hanya me-repost postingan klub bolanya, dan juga Timnas Indonesia. Lalu terakhir hanya foto sepiring nasi serta fuyunghai yang disiram saus asam manis. Tidak ada yang mencurigakan, atau mungkin bisa saja makanan itu buatan Nirmala? Who knows, right?
Namun pada akhirnya Jevais hanya menekan tombol like untuk story tersebut.
Sementara di belahan bumi lain ...
“Kampreeet!! Gue salah akun!!”
Teriakan Nirmala cukup kencang, mungkin jika jendela mobil terbuka suaranya akan menggema oleh tebing-tebing kapur di sekitar mereka. Nathan yang sedang menyetir saja kaget bukan main. Untung saja jalanan sangat sepi hingga tidak terjadi kejadian yang tidak diinginkan.
“Hey, what is happening?!” tanya Nathan. Cowok itu melihat Nirmala mengacak-acak rambutnya frustasi.
Bukannya menjawab, Nirmala malah sibuk dengan ponselnya. Jari-jarinya lincah bergerak pada layar ponsel, entah sedang apa.
“Sayang, ada apa?!” tanya Nathan sekali lagi.
“Aku upload foto di akun yang salah!!”
Nathan tidak terlalu paham. Tapi yang bisa dia tangkap sepertinya dia salah upload foto.
“What photo?”
“Foto ini!” Nirmala menyodorkan ponselnya. Memperlihatkan foto kaca spion atas yang terdapat pantulan setengah wajahnya.
“What’s wrong with that photo?” tanya Nathan.
“Ada kamu di foto itu! Nanti kalau orang—what if peoples know that it’s you?!”
Beberapa detik Nathan terdiam untuk mencerna situasi ini, hingga kemudian dia terkekeh. “How many people have seen it?” tanyanya santai.
“Banyak! More than hundreds!”
Mendengarnya, cowok itu menghela napas, seraya mengelus kepala Nirmala agar cewek itu tenang. “Easy, Mala. It just a photo.”
Nirmala tidak mengatakan apa-apa, atensinya kembali sibuk pada ponselnya. Hingga beberapa detik kemudian dia kembali memekik terkejut. “Yaaang! Banyak yang udah screenshot! Huaaaa!”
* * *
Note:
(Nirmala right now)
Sebagai penulis gue egois gak sih? Haruskah aku mengganti nama tokoh jadi Nolan atau Neilan agar gue merasa tidak bersalah? Gue merasa down jujur ಥ_ಥ
Boleh minta pendapatnya? Kalo misal kalian lebih nyaman aku ganti namanya, aku bakal revisi abis-abisan dari cerita Wonderwall. Plis aku butuh pendapat kalian. Yang gak pernah vote (siders) juga gapapa komen aja kalau misal merasa terganggu sebelum part cerita ini semakin banyak.
Sekian.
Terima kasih sudah mau membaca. Jangan lupa tinggalkan jejak.
Sincerely, Nanda.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top