02 | The Rumors Finally Appear

Nirmala tuh, sebenarnya bingung. Semakin bertambah umur bukannya makin bener, malah makin o’on.

Bisa-bisanya dia lupa ganti akun saat mengomentari sebuah video reels menggunakan akun utama. Akun Lazulibluee yang memiliki pengikut 35 ribu orang. Langsung heboh Instagramnya detik itu juga. Membuatnya segera menon-aktifkan notifikasi sejenak, dan merenungkan kesalahannya barusan.

“Kan? Emang tolol lu!”

Itu Amel. Dia melempar bantal sofa tepat ke arahnya. Sialnya, Nirmala tidak sempat menghindar, membuat bantal tersebut mendarat telak ke wajahnya.

“Sekarang opini publik jadi macem-macem! Ditambah gue tadi sempet cek IG Nathan yang ternyata dia masih nyimpen highlight exclusif-nya waktu masih pacaran sama lu. Orang-orang jadi beranggapan kalau cowok itu belum move on!”

“Ya kan, emang belum move on! Makanya gue dilamar sama dia!”

Amel memutar bola matanya jengah. “Masalahnya bukan itu, Nirmala! Lu jadi menggiring para netizen buat beropini yang enggak-enggak tentang lu!”

“Tentang apa?”

“Kasarnya, lu disangka cewek pick me!”

Kini Nirmala yang memutar bola matanya jengah. “Alasan mereka ngira gue pick me itu apa, kalau gue boleh tau?” tanya Nirmala. Jujur, dia clueless.

Butuh beberapa detik bagi Amel untuk menarik napas. “Alasannya adalah, ada dua cowok yang ngedeketin lu. Jevais sama Nathan—Windu juga sebenarnya bisa masuk sih, tapi dia udah lost contact sama lu—dan lu nggak pernah sekalipun respon mereka. Tapi sejak adanya video itu, lu seakan-akan menikmati jika sedang dikejar-kejar oleh mereka.”

“...”

“Ngerti gak?”

“Nggak.” Nirmala menggeleng. “Soalnya Nathan emang jelas ngedeketin gue karena dia tunangan gue sekarang. Gue juga ngerespon dia setiap hari, kok! Gue ajak chat, gue ajak telpon, walau kadang ujung-ujungnya gue kayak orang tolol karena logatnya sekarang british banget! Kagak ngerti gue dia ngomong apa! Apa iya, gue harus ngasih tau dunia kalau gue sama dia balikan?”

“Ya ... Gak juga, sih.”

“Nah! Apalagi Nathan itu orangnya menjaga privasi banget. Emang lo pikir para fans tau dia aslinya udah mualaf? Kagak ada yang tau!”

“Serius lu?!” tanya Amel sedikit terkejut.

“Serius! Dia bilang, kalau dia show off nanti gue yang dihujat karena dikira telah ngehasut dia buat pindah agama!”

“Tapi kan, nggak semua—”

“Iya, memang gak semua orang bakal hujat begitu. Tapi tetep aja akan ada hujatan untuk dia ataupun untuk gue. Nathan gak mau ngasih masalah itu ke gue!”

“...”

“Kata dia, suatu saat akan ada waktunya buat orang-orang tau.”

Amel menghela napas. “Sekarang gue yakin banget, Nathan itu ditakdirkan buat lu, Nir?”

Nirmala tiba-tiba salah tingkah. Yang tadinya ekspresi wajahnya serius dan menggebu-gebu, berubah menjadi tersenyum malu-malu seperti orang yang sedang kasmaran.

“Najis! Biasa aja kali mukanya, nyet!” sindir Amel.

“Gue happy banget Mel.”

“Syukur lu happy. Bosen gue liat hidup lu salty mulu!” balas Amel.

Nirmala berdiri dari duduk lesehannya. Mengambil dua toples kue kering dari meja bar dan memberikannya pada Amel. “Cobain nih, gue dapet hampers kemaren.”

“Dari siapa?”

“Dari Jevais.”

Amel memicingkan matanya. “Tuh, kebiasaan!”

“Apa lagi, Mel?”

“Ngapain Jevais ngasih lu beginian?!” tanya Amel. Cewek itu mengambil salah satu toples dan mengecek isinya. “Kuenya bentuk love begini lagi! Yakin dia gak ada rasa sama lu?”

Nirmala mendengkus. “Ngapain juga dia demen sama gue? Selera dia juga pasti yang sama-sama model kalee!” elaknya. “Lagian yang dikasih hampers itu bukan gue doang! Orang-orang di kantor gue juga pada di kasih.”

“Nathan tau?” tanya Amel.

“Tau.”

“Cemburu gak?”

“Kagak lah, ngapain?” Nirmala terkekeh. Mengingat-ingat untuk apa cowok itu cemburu saat dia saja sudah jadi juara di hatinya. Bahkan hampers itu gak ada tandingannya sama buket bunga dan kue yang cowok itu beri. Lihat, ruang tamunya jadi cantik karena bunga mawar tersebut.

“Kurang-kurangin dah sikap friendly-lu mulai sekarang. Jangan sampe bikin orang lain baper. Entar Nathan cemburu bisa berabe! Lu kemaren cerita kan, cowok lu kalo lagi marah serem banget?”

Nirmala mengangguk. Dia jadi teringat dulu sering melihat Nathan marah-marah di lapangan saat dia masih bekerja di PSSI.

“Nah, berarti lu harus jaga sikap!”

“Tapi kalau cowok gue yang macem-macem gimana?”

Amel menatap sahabatnya itu skeptis. “Sunat lagi aja titit-nya!” katanya asal bicara.

Baik Nirmala maupun Amel tertawa. “Lagian lu mau itu kejadian?” tanya Amel.

Cewek itu langsung menggeleng. “Amit-amit jabang bayi! Gue udah trauma diselingkuhin!”

“Nah, makanya jangan ngomong sembarangan!”

* * *

Jevais.

Nama itu terus terlintas di kepala Nathan sejak kemarin. Dia tidak bisa tidur dengan tenang. Ingin menelepon Nirmala, pasti tunangannya itu masih tertidur walau sepertinya dia kurang yakin, mengingat tadi sore cewek itu bilang Amel datang berkunjung. Pasti mereka sedang asik berbincang, memasak atau mungkin menonton film horor hingga pagi mendatang. Sedikit banyak Nathan tahu hubungan mereka berdua yang sangat akrab seperti saudara. Cowok itu tidak mau mengganggu waktu mereka, lagipula Nirmala pasti akan menasehatinya yang belum kunjung tidur.

Alhasil Nathan termenung di atas ranjang. Kantuknya tidak kunjung datang, membuatnya beralih membuka ponsel dan mencari sebuah nama di Instagram pada deretan orang-orang yang diikuti oleh Nirmala.

Jevaismalaka.

Dia memang seorang model. Persis seperti yang Nirmala ceritakan. Perawakannya terlihat cukup oriental, tipikal pria etnis China dengan sedikit campuran kaukasian. Nathan menonton beberapa video reels-nya yang baru-baru ini dia posting. Kegiatan penanaman mangrove yang di mana di sana terdapat Nirmala sebagai guide.

Entah sadar atau tidak, Nathan berkali-kali berdecak kesal. Cowok itu bahkan mengecek highlight story-nya yang berjudul ‘BRGM’ dan mendapati banyak momen Nirmala yang tidak sengaja terekam oleh pria itu. Tanggal yang tertera ternyata sudah cukup lama. Sekitar seminggu sebelum Nathan datang melamarnya.

Pertanyaan tiba-tiba muncul di kepala Nathan. Jika memang project-nya sudah berakhir cukup lama, kenapa pria bernama Jevais ini memberikan hadiahnya pada Nirmala baru-baru ini? Padahal dia bisa saja memberikannya beberapa hari atau seminggu setelah acaranya selesai.

Akhirnya, Nathan memilih mengikuti akun tersebut untuk memantaunya. Nathan akui, dia sedikit cemburu. Tiga tahun kehilangan momen bersama Nirmala cukup membuatnya sedikit takut, terlebih saat cowok itu tahu jika paras maupun kepribadian Nirmala bagaikan magnet yang dapat menarik orang-orang untuk menyukainya. Nathan saja bingung kenapa dia bisa sejatuh cinta itu untuknya, dan dia tidak mau ada orang lain juga yang jatuh untuk Nirmala.

Sial. Apakah Nathan harus bermain di liga Indonesia saja?

Ah, jangan. Nirmala pasti tidak akan setuju dengan keputusan bodoh tersebut.

Notif baru muncul tak lama kemudian.

Jevaismalaka started following you.

Mata Nathan terbelalak. Sepersekian detik berikutnya senyum licik muncul di sudut bibirnya kala melihat notifikasi tersebut. Ide brilian muncul di kepalanya, kala tangannya tergerak untuk membuat sebuah story di akunnya.

Yeah. Hanya sebuah foto. Di story biasa, bukan exclusif, sehingga semua orang bisa melihatnya. Seekor kucing persia short-hair abu-abu milik Devi, adik Nirmala yang dilepas liarkan di rumahnya. Nathan tahu, kucing itu sangat disayang oleh penghuni rumah termasuk oleh Nirmala sendiri. Bahkan tak jarang cewek itu memposting tingkah lucu kucing tersebut di Instagramnya.

Permulaan yang bagus untuk menggiring opini publik, bahwa Nirmala adalah miliknya.

* * *

“Kabar Sania gimana?”

Pertanyaan Amel adalah pembuka sejak 10 menit mereka duduk santai menikmati pantai di salah satu vila di daerah Labuan, Pandeglang. Dua jam sejak kedatangan Amel ke apartemennya, mereka nekat langsung tancap gas ke daerah pesisir Banten tersebut sehabis bada Isya. Kebetulan besok weekend. Hitung-hitung merilekskan sejenak kepalanya yang kliyengan akibat memikirkan pekerjaan sekaligus kebodohannya yang membuat akun Instagramnya ramai didatangi oleh fans Timnas terutama fans fanatiknya Nathan.

“Sania adek gue?” tanya Nirmala memastikan.

“Sania minyak goreng!” kesal Amel. “Sania adek lu lah, siapa lagi?”

“Oh. Lagi mau daftar magang dia.”

Amel menganggukkan kepalanya. “Semester 6 berarti?”

“Mau semester 7. Setahun lagi.”

Sahabatnya itu menepuk-nepuk pundak Nirmala. Cewek itu tahu, sebagai sesama anak perempuan sekaligus anak pertama di keluarga, mereka paham bagaimana menjadi tulang punggung keluarga, meskipun Nirmala atau Amel tidak seratus persen membiayai kebutuhan keluarga, namun tetap saja seperti ada tanggung jawab yang besar untuk berkontribusi. “Semangat anak pertama!”

Nirmala tersenyum. “Lo juga. Semangat!”

Thanks.”

“Kabar lu sama Chandra gimana, Mel? Udah jarang gue denger kabar kalian.” Nirmala tiba-tiba bertanya tentang hubungan Amel dan pacarnya.

Amel menghembuskan napas kasar. “Stagnan. Gak ada kemajuan.”

Nirmala menoleh dengan kening yang mengkerut. “Maksud lu?”

“Sejak kita ke Nusa Penida akhir tahun kemaren, gue sempet ribut sama dia.” Amel akhirnya bercerita banyak tentang pacarnya tersebut. Hingga kemudian akhirnya Nirmala potong sebab merasa kesal mendengarnya.

“Yabuy banget si Ceker, anjir! Lu ke Nusa Penida juga pake duit lu sendiri! Gak morotin dia juga! Wajar lah, lu minta waktu buat sekedar hang out sebentar!”

Amel tersenyum nanar. “Makanya, gue break dulu sama dia. Dia gak ada kejelasan mau gimana ke depannya buat hubungan ini.”

“Putus aja lah! Kagak jelas itu namanya!” Nirmala mendengkus. Terkadang dia suka miris kalau membandingkan kasus percintaan antara dirinya dengan sahabatnya itu. Amel dan Chandra sudah menjalin hubungan jauh sebelum Nirmala kenal Zayan. Mereka langgeng meskipun harus LDR sebab pekerjaan cowoknya yang menjadi guide scuba diving di daerah Nusa Penida, belum lagi tidak ada pembatas kokoh seperti perbedaan agama dan budaya. Lain dengan Nirmala dan Nathan yang cukup rumit pada saat itu.

“Lu tau gak, Nir? Apa alasan gue minta lu buat berpikir panjang saat Nathan confess ke lu?”

“...”

“Karena saat gue denger cerita lu tentang Nathan, gue udah menilai cowok itu mau memberikan effort untuk lu.”

Emang iya?

“Lo pikir aja, Bogor meskipun kota yang sangat menarik, tapi bukanlah kota yang cocok untuk destinasi wisata. Apalagi buat turis asing. Yeah kecuali para turis yang punya ketertarikan dengan dunia pertanian dan kehutanan.” Amel mencurutkan sejenak bibirnya, sebelum akhirnya kembali melanjutkan. “Lu tau, sebucin apa Nathan sama lu? Dia selalu post tentang kota Bogor tiap harinya sejak kalian putus.”

“Gu—gue gak tau ...”

Amel tersenyum. “Sebenarnya dalam hati kecil gue, saat tau lu putus sama dia, gue sedih. Gue yakin sakitnya melebihi saat lu putus sama Zayan.”

“...”

“Itu sebabnya gue dari awal mendukung lu berdua meskipun gue tau kalian beda agama waktu itu. Karena gue paham bagaimana bahagianya seorang cewek saat mendapatkan effort lebih dari cowoknya. He’s really something, Nir. Don’t lose him for twice.”

Kali ini Nirmala terdiam. Dia membiarkan pembicaraan di antara mereka terendam oleh suara ombak. Mendengar perkataan Amel barusan, membuat Nirmala tiba-tiba merindukan Nathan. Dia ingin bertemu dengannya. Dia tidak yakin sanggup menjalani hubungan jarak jauh ini.

“Kenape lu? Kangen dia?” tanya Amel seraya tersenyum jahil. “Telpon sana, geh!”

“Gue telpon juga kayaknya gak bisa. Sibuk latihan dia, malem ini ada pertandingan.”

Lagi-lagi mereka terdiam. Membiarkan suara ombak kembali mengambil alih. Hingga tak lama kemudian dua orang datang menghampiri mereka. Amel yang pertama kali notice, membuatnya segera memukul pelan lengan Nirmala agar cewek itu cepat menoleh dan mendapati 2 orang staf villa yang sempat mereka temui saat check in kemarin malam.

“Ya? Ada apa?” tanya Nirmala. Takut saja ada sesuatu yang tidak beres dengan proses check in mereka yang terkesan mendadak dan langsung datang ke tempat. Kamar yang mereka tempati pun sebenarnya kamar pas-pasan karena hampir semua kamar telah terisi penuh, dan salah satu dari mereka mengatakan jika ada kamar kosong yang batal di-check in oleh pengunjung, akan diberikan pada Nirmala dan Amel.

“Anu, Teh—hayu atuh maneh heula nu ngomong!” (itu, Teh—ayo dong, lu dulu yang ngomong!) Mereka malah ribut. Membuat Nirmala dan Amel saling melempar tatapan kebingungan.

“Ekhm, ada apa ya, Mas?” tanya Amel, akhirnya mengambil alih.

Merasa aura Amel sedikit lebih dominan, membuat mereka langsung panik dan menegakkan punggung mereka masing-masing. Sepertinya mereka anak-anak remaja yang baru lulus sekolah, dan mendapatkan pekerjaan sebagai resepsionis di villa tempat mereka menginap.

“Itu Teh, maaf mengganggu waktunya. Tapi ...” Remaja itu kini berakhir menatap Nirmala lekat-lekat, disusul oleh temannya. “Teh Nirmala ya?” tanyanya.

Nirmala sedikit terkejut. Dia meneguk ludahnya dan memaksa dirinya untuk tersenyum. “Iya. Ada apa ya, Mas?” tanyanya sesopan mungkin. Bisa saja mereka followers-nya yang kebetulan antusias dengan dunia ekosistem mangrove. Siapa tahu, kan?

Mereka tiba-tiba heboh sendiri, beberapa detik kemudian mereka mengeluarkan spidol dari saku celananya. “Teh, saya Epan, ini temen saya Dodi. Kita teh, nge-pens berat sama Nathan Cu-a-on!”

Gubrak!

Nirmala kena mental breakdown di tempat. Amel tertawa lepas. Sedangkan dua remaja tersebut cengar-cengir tanpa merasa bersalah.

Sebisa mungkin Nirmala mengontrol ekspresinya kembali. “Ekhm. Tapi, saya kan bukan Nathan.”

“Teh, ibarat tidak ada rotan, akar pun jadi. Tidak ada Nathan, pacarnya pun jadi!”

Hah?! Tunggu, apa?!

Dengan cepat Nirmala menoleh menatap Amel. Meminta penjelasan apa yang sebenarnya terjadi. Namun rupanya, sahabatnya pun juga tidak tahu apa yang sebenarnya tengah terjadi.

“Ma—maksud kalian apa ya?” tanya Nirmala.

“Teh Nirmala sama Mas Tejo balikan, kan? Rame teh kabarnya seliweran di internet!”

“...”

“Kita sebagai penggemar ikut merayakan, akhirnya Mas Tejo gak galau lagi!”

Rasanya, Nirmala ingin segera menelepon Nathan dan teriak detik itu juga seraya mengatakan; Sayang, kamu posting apa?!?!

Merasa tidak ditanggapi, Amel buru-buru menepuk pundak sahabatnya. “Heh, malah bengong! Udah buru kasih tanda tangan lu itu!”

Nirmala menghela napas sejenak, dan meraih spidol tersebut. Dia memberikan tanda tangannya di pakaian mereka satu persatu. “Nanti, tolong jangan disebar ya informasinya,” pintanya.

“Siap, Teh! Aman!” balas mereka penuh semangat. “Boleh minta foto juga gak, Teh?” lanjutnya.

Lagi-lagi Nirmala pasrah mengiyakan. Mereka berfoto selfie beberapa kali, lalu setelahnya mereka berterima kasih dan pergi meninggalkan mereka. Nirmala kembali menyandarkan punggungnya di kursi seraya meluruskan kaki.

“Nih, mau liat gak si Nathan posting apa?” ucap Amel seraya menyodorkan ponselnya. Nirmala menoleh dan melihat layar ponsel tersebut. “Dia posting foto Beru, kucing di rumah lu anjir!”

Nirmala menepuk keningnya frustasi. Padahal itu hanya foto kucing, tapi entah kenapa memiliki dampak yang begitu besar!

“Dah, fix! Cowok lu mau go publik. Tapi tipis-tipis dulu biar cegil-cegilnya gak pada kaget!”

* * *

Note:

(Nirmala right now)

Terima kasih sudah mau membaca. Jangan lupa tinggalkan jejak.

Sincerely, Nanda.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top