3. Sakit
Jellion meringis kesakitan. Sekujur tubuh terasa perih nan remuk. Kailos benar-benar sudah tidak waras, melakukan tindak kekerasan kepada anak sendiri. Melampiaskan amarah demi memuaskan hasratnya sendiri.
"Berengsek! Saya akan membalas semua perbuatan ini!"
Jellion bersumpah, dia akan membalas semua rasa sakit yang selama ini diterima. Juga membalaskan dendam sang ibu. Sasaran utama dari tujuannya ialah Harumi.
Wanita paruh baya itu sangat licik. Mudah menyembunyikan kejahatannya sendiri. Bahkan sampai menjebak pemuda seperti Jellion berakhir di balik jeruji besi.
"Akrh!" Jellion mengeluh, wajahnya tampak tidak baik-baik saja.
Begitu juga dengan punggungnya. Mau diobati pun rasanya mustahil, sebab tangan Jellion tidak sampai ke arah luka tersebut.
"Apa rasanya sakit?"
Sontak saja tubuh Jellion tersentak. Kepala langsung menoleh menatap tajam ke arah pintu kamar, dimana Harumi sedang berdiri di ambang pintu sambil tersenyum mengejek melihat kondisi Jellion.
"Ternyata Anda sama sekali tidak memiliki sopan santun! Tidak bisakah Anda mengetuk pintu terlebih dulu?"
Harumi tak memedulikan, dia berjalan mendekat ke arah Jellion. Berdiri di hadapan pemuda itu dengan bersedekap dada sambil menatap kasihan.
"Apa rasanya sakit?!"
Jellion menepis kasar lengan Harumi—menyentuh pipi lebam, juga sudut bibir yang terluka—mata menatap penuh waspada nan menajam. Tubuh bergegas berdiri berhadapan dengan wanita itu.
"Jangan pernah menyetuh tubuh saya dengan tangan kotor Anda!"
Bukannya tersinggung, justru Harumi malah tertawa meremehkan. Puas menertawai ucapan Jellion yang seperti lelucon, Harumi menatap tajam, aura permusuhan antara keduanya sangat kentara.
"Apa kamu tidak merasa lelah membuat berbagai masalah untuk keluarga Edgarios, hah?"
"Tidak bisakah kamu menurut saja semua perintah dari Papamu tanpa meninggalkan jejak masalah?!"
"Harusnya kamu bersyukur, karena saya mau membujuk Papa kamu untuk memunggut kamu dari penjara sana!"
Jellion tersenyum seringai. Sifat asli Harumi kini terlihat. Jikalau di hadapan Rayjen dan Kailos wanita itu bersikap layaknya seperti ibu peri, berbeda kalau sedang bersama Jellion.
"Bersyukur? Saya harus bersyukur karena Anda?" Jellion tertawa merendahkan, membuat Harumi mengepalkan kedua tangan menahan emosi.
Kemudian tawa tersebut memudar. Wajah Jellion berubah menjadi serius dan dingin. Suasana terasa senyap menegangkan. Keduanya sama-sama sedang dirundung oleh emosi. Salah satu dari mereka menyiratkan emosi kebencian, satunya lagi menyiratkan rasa jijik.
"Tidak sudi saya harus merasa bersyukur kepada Anda. Apalagi meminta belas kasih dari Anda," desis Jellion tepat di hadapan wajah Harumi.
Harumi tersenyum licik melihat betapa beraninya nyali Jellion. Tangan ingin mengusap lebam di pipi Jellion, tetapi pemuda itu lebih dulu menepis serta menghindarinya.
"Kamu yakin tidak mau meminta belas kasih dari saya? Apa kamu lupa, siapa yang menyelamatkan kebangkrutan dari dua perusahaan teman kamu? Kalau saya tidak membantu, mungkin sekarang kamu tidak punya teman," cibir Harumi, kembali mengingatkan Jellion kepada masa dua bulan yang lalu.
Tepat, saat dia memilih menghabiskan waktu dengan minuman alkohol hanya demi bisa menghilangkan beban hidupnya sendiri. Sebab, Jellion merasa muak berada di satu atap yang sama dengan Harumi.
Jellion menatap penuh intimidasi, jari menunjuk ke arah wajah Harumi memberi peringatan, "Jangan pernah melibatkan teman-teman saya, Bicth!"
'Plak!
Suara tamparan terdengar di sudut kamar. Wajah Jellion tertoleh ke kanan, merasakan perih nan panas di pipi akibat ditampar kembali. Kali ini bukan Kailos, melainkan Harumi.
"Bajingan! Dasar anak tidak berguna!"
Harumi memaki, sedangkan Jellion malah tertawa sumbang. Terhibur sendiri melihat betapa marahnya Harumi.
"Saya tidak salah, kan?" Jellion menatap mengejek. "Anda memang benar jalang! Rela menjual tubuh demi uang," imbuh Jellion.
Niat hati ingin membuat anak itu semakin menderita, malah dia yang terpojok saat ini.
"Kamu tidak tahu apa-apa dan saya ini ibumu bukan jalang!"
Tawa Jellion pecah, merasa lucu mendengar ucapan Harumi. Membuat Harumi menatap penuh emosi, berani sekali dia terlihat rendah di hadapan anak tirinya sendiri.
Dalam sekejap tawa itu senyap, sorot mata kembali dingin nan serius lurus terelakkan ke dalam bola mata Harumi. "Bagi saya, ibu saya hanya satu. Dan Anda bukanlah ibu saya, melainkan pengacau dalam hidup saya!"
Harumi menelan ludahnya sendiri. Kepalan di tangannya mengendur merasakan suasana senyap nan menegangkan di sekitar. Tatapan mata Jellion mampu mengintimidasi Harumi, ditambah lagi dengan garis senyum seringai di wajah pemuda itu.
"Jangan melewati batas, Harumi! Jangan pernah mengganggap bahwa diri Anda itu ibu saya! Jika Anda melewati batas menyebut diri Anda sebagai Ibu, maka saya tidak segan ...." Jellion mendekat, memperpendek jarak di antara keduanya. "Membunuh Anda," bisik Jellion dengan penuh penekanan.
Harumi marah, dia ingin menambahkan pukulan. Namun melihat betapa dingin dan tak berekspresi wajah Jellion, membuat dia berlalu meninggalkan kamar pemuda itu.
Setelah Harumi benar-benar pergi dari kamarnya, tubuh Jellion ambruk di lantai. Wajah menunduk menatap lantai dengan nanar. Dadanya sesak, pikiran penuh berkecamuk. Sekujur tubuh pun terasa sangat sakit.
Semakin dibiarkan, malah semakin membuat perih. Penderitaan tersebut sangat memuakkan bagi Jellion.
Amarah tertahan mendominasi benak. Tangannya memukul keras lantai, hingga menimbulkan suara bunyi. Mulut mengumpat penuh keputusasaan, "Sial!"
——
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top