2
"Dit, kamu nanti nggak usah ke toko ya, Om minta tolong antar tantemu ke toko, katanya mau beli kebutuhan rumah tangga."
Adit hanya mengangguk, ia pamit pada Hendro, lalu menuju motornya dan berangkat menuju kampusnya.
"Mas, nggak usah bareng Adit, aku bisa naik motor sendiri."
"Kamu belanjaannya banyak, sopir aku pake semua hari ini karena ada antaran banyak ke beberapa toko langganan."
"Nggak papa, aku bisa sendiri."
"Sudahlah Dik, aku sudah nggak bisa jadi suami sempurna, paling nggak aku bisa memastikan kamu baik-baik saja."
"Sejak awal kan kita memang nggak baik-baik saja, perjodohan, nggak ada cinta lalu malam-malam yang sepi, aku pikir kita akan dekat meski nggak ada cinta karena mungkin kita bisa disatukan dengan ranjang tapi kenyataannya ranjang kita menyedihkan, aku wanita normal Mas dan masih muda, Mas nggak ada usaha ke dokter, dan kita hanya menyelesaikan masalah ini dengan jalan pikiran kita masing-masing, terus terang aku yang capek tapi aku akan berusaha bertahan, selelah apapun." Dan Endri membiarkan Hendro duduk sendiri di ruang tamu.
Hendro sadar jika sejak awal hanya dirinya yang tergila-gila pada Endri, sejak pertama kali melihat gadis belia yang membantu bapaknya, yang saat itu sedang asik mengepak barang yang akan diantar ke toko langganan. Sejak saat itu rasanya Hendro terus mengingat wajah Endri wanita yang baru pertama itu menggugah keinginannya untuk menikah.
Hendro bukan tak tahu kekurangannya, sejak ia Aqil baliq rasanya miliknya tak pernah bisa tahan lama tegak berdiri selalu saja cepat memuntahkan lahar saat ia belum apa-apa. Sadar akan kekurangannya Hendro tak berani mendekati wanita manapun, tapi entah mengapa saat melihat wajah Endri tiba-tiba saja ingin menikah dan hidup normal layaknya laki-laki sejati. Tapi ternyata sejak malam pertama dan malam-malam selanjutnya ia tak bisa dengan sempurna melaksanakan tugasnya sebagai suami.
Menyadari kekurangannya, Hendro tak bisa benar-benar melepas istrinya ke mana-mana sendiri, ia selalu khawatir istrinya bermain di belakangnya. Kini ia merasa aman saat ada Adit keponakannya yang akan ia suru mengantar istrinya ke mana-mana.
Saat pulang dari kampus, Adit ingat pesan dari Hendro, ia mengetuk pintu kamar Endri. Tak lama Endri membuka pintu, terlihat wajah cantik, putih dengan rambut sedagu dan sedikit poni, Endri yang awet muda masih layak jika menggunakan seragam SMA, Adit sadar dari lamunannya.
"Kapan kita berangkat Tante? Tadi Om nyuruh aku ngantar Tante."
"Iya bentar aku ganti baju, sebenarnya aku bisa sendiri tapi ..."
"Nggak papa Tante, aku lagi nggak ada kerjaan."
"Kamu sudah ijin pacarmu? Nanti aku dikira pacar barumu, secara usia kita kan hampir sama."
"Hehe iya sih, tapi aku udah cerita kok kalo aku tinggal sama om dan Tante sekarang, Sabita pasti ngerti."
"Ok, itu kunci mobilnya ada di gantungan dekat meja besar di ruang tamu."
"Iya Tante, biar aku tunggu di depan aja ya."
"Ok."
Sekitar setengah jam kemudian, Endri muncul dengan tampilan yang membuat Adit menahan napas dan ia cepat-cepat melangkahkan kakinya menuju car port. Endri menggunakan celana jins selutut dan blouse tanpa lengan yang bahannya halus dan jatuh dengan manis di tubuhnya hingga dadanya yang indah menjadi semakin membusung, kaki indahnya dibalut sneaker ala anak muda, siapa saja yang melihatnya tak akan mengira jika Endri telah menikah.
"Ayo Tante."
Suara Adit yang membukakan pintu membuat Endri tersenyum lalu duduk di depan.
"Nggak papa kan Tante duduk di depan sama aku?"
"Iyalah, kalo duduk di belakang, kamu kayak sopir beneran jadinya,Fit."
Keduanya terkekeh riang.
.
.
.
Adit membantu Endri dengan membawa troli besar yang di dalamnya berisi macam-macam belanjaan rumah tangga selama sebulan.
"Enak gini Dit jadi sebulan sekali aku ke mall kayak gini, jadi nggak bolak-balik ke luar rumah."
"Bener juga."
"Lagian Ommu bener-bener ngawal aku ke mana-mana, nggak boleh sendiri."
"Iyalah, takut Tante dicuri orang."
"Hehe iya kali, kalo sekarang kan ada kamu, dia jadi tenang, ato jangan-jangan nanti kamu malah yang nyuri Tante."
Keduanya tertawa lagi.
"Ya nggak mungkin Tante, masak keponakan nyuri dan nyulik Tantenya."
"Eeeh siapa tahu, hahahah ah bergurau ya Dit."
Keduanya melanjutkan berbelanja, lalu setelahnya menuju gerai makanan dan duduk berdua menikmati mall yang siang itu terlihat ramai.
"Kok nggak makan nasi Dit? Apa kenyang cuman makan burger gitu?" Endri menikmati satu paket lengkap nasi plus ayam goreng, perkedel juga sup yang terlihat menyegarkan.
"Kenyanglah aku jaga kebugaran tubuh juga, jadi semua yang aku makan memang aku jaga."
"Kayak model aja kamu Dit."
"Nggak juga Tan, kan aku juga gak banyak uang jadi jaga diri, aku juga kalo ada waktu fitnes sama teman-teman."
"Waaah makanya badan kamu bagus, udah yuk kita habiskan dulu makan kita trus pulang."
"Iya Tan."
.
.
.
"Sudah sampai Dik?"
"Iyaaaa ini baru aja ganti baju dan minta tolong Adit lagi untuk masukkan belanjaan ke tempatnya, beras dan lain-lain kan berat, kalo yang kecil-kecil bisa aku sendiri."
"Ya sudah Dik, aku masih di toko."
"Iya nggak papa."
Endri meletakkan ponselnya di meja makan saat Adit tak lama datang setelah berganti baju, kaos dan celana pendek.
"Yang mana Tan yang mau di bawa trus di mana tempat naruknya?"
"Ini Dit beras ini bawa ke belakang, tanya aja Bi Imah dia tahu tempatnya, trus ini ya gula, tepung, teh, kopi, susu juga sudah Tante jadikan satu kamu bawa juga ke belakang."
Adit menelan ludah dan tertegun saat Endri menunduk sambil memasukkan gula dan lainnya ke dalam tas plastik mengkal itu menggantung indah, meski terbungkus bra tapi bra yang ia lihat seolah tak bisa menampung dengan benar. Adit segera mengalihkan pandangannya, ia segera membawa beras ke arah belakang. Ia pejamkan matanya, mengusir setan yang mulai menari di kepalanya. Setelah bertemu Bi Imah dan pembantu tua itu memberi tahu di mana tempat beras ia segera kembali.
"Ini Dit yang dalam plastik kresek kamu bawa ke belakang juga, biar aku bawa bahan makanan ini ke kulkas dan eeeeh ...."
Adit bergegas menuju ke arah Endri dan meraih belanjaan yang hampir bertaburan tapi yang terjadi keduanya malah saling berhadapan dan saling dekap.
"Maaf Tan, aku hanya jaga agar ini nggak bertaburan."
"Nggak papa Dit, cepat ini ambil pelan-pelan."
Sejenak keduanya saling menatap dan hawa di sekitarnya tiba-tiba saja terasa panas.
👻👻👻
28 Februari 2022 (10.12)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top