Lima Belas
Hepi reading en lope-lope yu ol, Gaesss...
**
Hara tahu dia mengejutkan Robby dengan pernyataannya. Lengan laki-laki yang dipegangnya itu bahkan terasa menegang. Namun, kehadirannya secara mendadak ini harus dimanfaatkan Hara untuk menghalau Andrew. Dia bisa minta maaf dan menjelaskan kekacauan ini kepada Robby setelah Andrew pergi.
"Kamu beneran tunangan Hara?" Andrew mengalihkan perhatian kepada Robby. Dia mengamati Robby dari atas ke bawah, seolah sedang menjalankan tugas sebagai juri dalam sebuah kontes. Dia terlihat tidak suka dengan apa yang dia lihat.
"Dia nggak perlu menjawab pertanyaan kamu!" sambut Hara cepat, sebelum Robby sempat menjawab. Dia takut Robby akan membantah karena laki-laki itu tidak tampak tertarik untuk terlibat. "Kamu sebaiknya pergi. Aku nggak mau tunanganku salah paham."
"Kita belum selesai bicara, Hara," tolak Andrew yang tampak jengkel sekaligus tak berdaya.
"Tapi aku sudah selesai dengan kamu sejak dulu." Hara menunjuk pintu yang menghubungkan atap itu dengan tangga. "Sekarang pergi!"
Butuh waktu beberapa puluh detik yang canggung sebelum akhirnya Andrew berjalan mundur menjauhi Hara dan Robby. Dia berbalik, kemudian menghilang di balik pintu.
Hara buru-buru melepaskan tangannya dari lengan Robby. Dia juga mengambil jarak beberapa langkah. "Maaf banget jadi melibatkan kamu," katanya kikuk. "Hanya saja, itu cara paling bagus untuk membuatnya pergi."
Robby sebenarnya mulai mengerti masalah yang dihadapi ibu Pelita ini, tetapi dia lebih memilih diam. Tidak membenarkan atau menolak pernyataan perempuan itu. Dia tidak suka terlibat dalam hubungan orang lain. Kalau dia bukan keluarga, Robby tidak akan menghampirinya tadi.
"Dia nggak memberi saya pilihan selain mengatakan hal tadi," lanjut Hara. Dia merasa perlu menjelaskan, meskipun Robby tidak mengatakan apa pun. "Dia orang dari masa lalu yang nggak ingin saya temui lagi. Jadi, saya akan melakukan apa pun untuk membuat dia nggak akan mengganggu saya lagi."
Robby memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana. Dia mengamati Hara. Mereka sudah bertemu dan pernah bercakap-cakap sedikit saat di Sulawesi, tetapi Robby tidak terlalu memperhatikannya. Dia memang bukan orang yang terlalu kepada peduli orang lain. Hanya saja, sekarang Hara terlihat sangat emosional. Laki-laki tadi yang menyebabkannya.
Mau tidak mau Robby berpikir, apa hubungan laki-laki tadi dengan Hara? Perempuan itu sudah punya anak, jadi seharusnya dia sudah menikah. Tapi tadi Hara menggunakan dirinya sebagai tameng dan menyebutnya sebagai tunangan, berarti dia sudah bercerai. Laki-laki tadi mungkin saja adalah mantan suaminya. Atau mantan kekasih. Yang terakhir rasanya lebih masuk akal karena Hara mempunyai anak. Hubungan pernikahan bisa berakhir, tetapi hubungan ayah-anak selamanya akan terjalin. Meskpun Hara memenangkan hak asuh atas Pelita, dia pasti akan membiarkan anak itu bertemu dengan ayahnya. Hukum menjamin itu selama ayah Pelita tidak mengabaikan kewajibannya sebagai orangtua.
"Mungkin sebaiknya saya nggak mengatakan apa pun," Robby akhirnya membuka suara. "Tapi Kebohongan seperti tadi sebenarnya nggak memecahkan masalah. Itu hanya menghindarkannya sebentar. Kalau orang tadi memang bertekad untuk mendekati kamu, dia akan terus mencari tahu tentang kamu. Mungkin kamu harus mempertimbangkan untuk menolaknya dengan cara lain, tanpa harus berbohong."
Hara memandangi jari-jarinya resah. Dia tahu kalau apa yang Robby katakan itu benar. Andrew orang yang penuh tekad saat menginginkan sesuatu. Hanya saja, dia tidak punya waktu untuk memikirkan sesuatu yang masuk akal dalam waktu singkat. Dia memanfaatkan kehadiran Robby karena tadi itu kelihatan sempurna. Sekarang baru terlihat lubang-lubang dalam rencana dadakannya. Andrew bukan orang yang gampang disingkirkan.
Bagaimana kalau Andrew kembali dan dia akhirnya tahu tentang Pelita? Tidak masalah kalau laki-laki itu masih tidak menginginkan Pelita seperti dulu. Tapi bagaimana kalau dia berubah pikiran saat melihat Pelita yang menggemaskan? Hara tahu jika di Indonesia hampir semua kasus hak asuh anak yang masuk pengadilan akan dimenangkan oleh ibu. Apalagi dalam kasus Pelita. Andrew sama sekali tidak punya campur tangan sejak awal, selain menyumbang benih, tentu saja. Namun, dia bisa saja diberi kesempatan untuk berhubungan dengan Pelita. Hara tidak mau itu. Dia tidak mau berbagi Pelita dengan Andrew. Apalagi ibunya. Tidak! Kalimat-kalimat yang pernah dia lemparkan masih segar dalam ingatan Hara, seolah kejadiannya baru kemarin.
"Perempuan seperti kamu bukan orang orang yang kami inginkan ada dalam hidup Andrew," suara perempuan itu pelan saja, terdengar sopan, tetapi tatapannya jelas meremehkan. Hara hanya sanggup melihatnya sesaat, sebelum menunduk dan meremas-remas jemari di pangkuan.
Hara seharusnya tidak terkejut, karena dia sudah menduga akan mendengar kalimat seperti itu saat Ibu Andrew tiba-tiba sudah berada di rumah sakit tempatnya bertugas. Entah bagaimana dia bisa tahu Hara berada di situ. Ternyata membayangkan dan mendengar langsung hinaan itu ternyata efeknya berbeda pada perasaan. Hara langsung mengerti apa yang orang-orang katakan tentang luka tidak berdarah, karena itu yang dia rasakan saat ibu Andrew terus menusuknya dengan kalimat-kalimat tajam yang diucapkan perlahan, lembut.
"Saya tahu apa yang kamu inginkan dengan menjerat Andrew untuk terikat dalam-dalam seperti sekarang. Andrew itu laki-laki. Dan seperti kebanyakan laki-laki lain, dia tentu saja tidak tahan godaan." Perempuan itu membuat Hara merasa dirinya adalah perempuan penggoda yang tidak punya harga diri. Hal yang tidak mungkin Hara bantah, karena kalau dia punya cukup harga diri, Andrew tidak mungkin bisa membujuknya melakukan hal-hal yang tidak seharusnya mereka lakukan. "Tetapi rencana masa depan Andrew tentu saja tidak melibatkan orang seperti kamu. Saya tahu kamu sebentar lagi akan jadi dokter. Tapi kami tidak butuh menantu dokter. Kami punya dokter pribadi. Kebanyakan orang mungkin berpikir pekerjaan sebagai dokter itu menjanjikan, tetapi sebenarnya tidak." Dia tertawa pelan, lalu menyesap tehnya sebelum melanjutkan. "Saya tahu persis. Kakak Andrew PTT di Papua dengan gaji ala kadarnya. Uang itu bahkan tidak cukup untuk membeli tas seperti yang biasa dia pakai saat kuliah. Kamu tahu apa yang dia dapat? Malaria. Karena dia sibuk mengobati orang-orang yang tidak mengingatnya lagi setelah datang di puskesmas tempatnya tugas, dia kemudian lupa meminum obatnya sendiri. Hanya jasadnya yang pulang ke rumah, karena dia merasa bekerja di tempat yang paling terisolir adalah tantangan, sehingga dia yang terlambat mendapat bantuan saat membutuhkan pengobatan. Ya, ironi."
Hara terus menekuri jari-jari. Kafe yang mereka tempati bicara itu tampak lengang, sehingga suara lembut ibu Andrew tetap terasa mengiris selaput gendangnya. Dia tidak tahu cerita itu karena Andrew memang tidak pernah bercerita tentang keluarganya.
Ibu Andrew mengibas. "Intinya, kami ingin orang yang setara dengan Andrew. Dan kamu tidak memenuhi kriteria itu. Saya sudah menyuruh orang mencari tahu tentang kamu sebelum datang menemuimu untuk bicara. Ya, kamu mungkin akan segera punya gelar dokter. Lalu apa? Kamu akan ke suatu tempat di Indonesia Timur untuk magang dan dibayar 2 juta sebulan? Untuk makan saja itu tidak akan cukup. Kamu mungkin saja tidak akan mengakui ini, tetapi kamu mengejar Andrew bukan saja karena penampilannya, tetapi juga karena kamu tahu dia anak siapa. Kalau kamu berhasil mengikat dan mendapatkannya, hidup kamu pasti jauh lebih mudah. Siapa yang tidak suka uang? Kamu bahkan tidak perlu sekolah spesialis supaya bisa hidup lebih mapan kelak."
Air mata Hara yang jatuh mengenai punggung tangannya terasa hangat. Ternyata suara yang lembut bisa lebih menyakitkan dari teriakan dan omelan para residen dan profesor di rumah sakit. Dia belum pernah merasa terhina seperti itu.
"Kami hanya punya satu orang anak laki-laki. Dan karena dia penerus keluarga dan usaha, kami sangat pemilih soal jodohnya. Perempuan yang akan menikah dengan Andrew bukan orang yang akan menjadi beban dia." Ibu Andrew mendorong cangkirnya ke tengah meja. Dia sepertinya sudah selesai dengan Hara. "Kami sudah punya calonnya, jadi jangan pernah berpikir untuk menjebak Andrew dengan kehamilan atau hal-hal konyol lain, karena kami tidak akan terpedaya. Kami tetap tidak akan memasukkan kamu ke dalam keluarga kami kalau hal itu beneran terjadi." Dia berdiri, mengusap permukaan rok dengan anggun sebelum meraih tas mahal yang tadi diletakkan di atas meja. "Tidak semua orang bisa jadi dokter meski ingin, jadi saya tahu kamu pintar dan bisa memahami semua yang sudah saya katakan. Kalau kamu butuh kompensasi—" Dia meletakkan kartu nama di atas meja. "Kamu bisa menghubungi saya di situ. Kamu bisa sebut berapa saja harga yang kamu mau. Saya tahu kalau anak saya tidak murah. Permisi."
Hara langsung membuang kartu nama itu di tempat sampah pertama yang dia temukan. Dia tidak butuh belas kasihan orang lain. Dan yang pasti, dia tidak akan berdiri di antara seorang anak dan orangtuanya. Jadi dia memilih pergi. Andrew adalah pelajaran bahwa cinta bisa menyakiti teramat sangat dalam. Dan Hara tidak akan bodoh untuk jatuh cinta lagi. Tidak pada Andrew, atau orang lain. Dia akan menghabiskan semua cinta yang dia miliki hanya untuk Pelita.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top