2
"Hai, bangun!"
Suara itu mengejutkannya, dia membuka mata dan menggosoknya sedikit. Lalu menguap sekali sebelum bangkit dari tempat duduknya. Selalu begitu, dia selalu ketiduran setiap kali pulang bekerja.
"Terimakasih, sudah bangunkan saya," katanya pada sopir bus karyawan itu.
Hanya dibalas anggukan tak penting. Si gadis berjalan gontai.
"Masih ada waktu satu jam untuk tidur, sebelum bekerja lagi." Dia menghela nafas lelah.
Namanya Dera Sasmita. Umur dua puluh lima tahun, status punya pacar. Apa lagi? Tak ada lagi yang penting. Dia terbiasa pulang malam. Tidur satu jam, kemudian kembali bekerja, gaji sebagai karyawan pabrik sepatu hanya senilai UMR, tak lebih dan tak kurang. Sementara dia harus mengeluarkan uang yang cukup banyak, sewa koss-an satu juta, belum lagi utang yang lain. Tak ada jalan selain menambah pekerjaan di malam hari.
Dera melempar sepatunya asal, lalu tanpa mengganti seragamnya, dia melemparkan diri ke tempat tidur, tak butuh satu menit, Dera menjemput mimpinya.
***
"Bagaimana bisa kamu seceroboh ini?" hardik pria muda yang memakai jas hitam dan celana bahan bewarna hitam pula.
"Saya tidak sengaja, Pak. Saat saya membawa makanan, anak kecil itu berlari menabrak saya, sehingga sop panas tak sengaja menyiram wajahnya."
"Memang kamu karyawan tidak becus."
"Saya tidak salah, Pak." Dera membela diri.
"Tanggalkan name tag-mu, kamu dipecat."
Dera terdiam sejenak. "Baik." Dia menanggalkan name tag-nya. Lalu meninggalkan restoran yang sudah memberinya gaji selama satu tahun.
Teman-temannya menatap Dera kasihan, tapi mereka tak bisa berbuat apa-apa.
"Aku melihat, memang anak itu yang menabrakmu lebih dulu, sementara ibunya asik menelpon," ujar seorang gadis berjilbab putih di depan Dera.
"Yah, tapi aku tak bisa membela diri, dia tamu VIP malam ini." Dera melirik wanita muda yang mencerca manejer yang baru saja memecatnya. Sementara anaknya menangis sambil mengeluh panas. Laki-laki yang sepertinya ayah dari anak itu mengomeli orang di seberang telpon.
"Maafkan aku, tak bisa ikut membelamu, kau tau kan, bagaimana Pak manejer?"
Dera mengangguk. Dia memeluk sahabatnya itu. Dan mengucapkan salam perpisahan.
Dera menyandang tas-nya. Berjalan kaki menuju ruang parkir restoran, lalu melangkah gontai menuju kos-nya yang tak jauh dari sana.
Hidup dan takdir itu kejam, Dera tau pasti. Hidup sendiri, mengajarkannya jangan pernah menyerah walaupun derita datang bertubi-tubi.
Handphene-nya berbunyi nyaring, dia melihat nama siapa yang tertera di sana. Rigel.
Dera mempercepat langkahnya, Rigel mengatakan bahwa dia telah berada di depan kos Dera. Ada urusan yang sangat penting katanya.
Dera melihat laki-laki cute itu belum turun dari motornya, terlihat helaan nafas lega saat Dera semakin dekat.
"Syukurlah, kamu datang tepat waktu."
Dera rasanya ingin menangis, menceritakan pada Rigel bahwa dia baru saja dipecat, namun kalimat Rigel menghentikannya.
"Ra, aku nggak lama. Pinjami aku uang, dua juta."
"Untuk apa, Gel? Baru kemaren kamu minjamin kamu."
"Please, Ra. Ini sangat mendesak." Wajah memelas itu lagi.
"Aku nggak punya uang."
Mata Rigel menjelajah ke jari manis Dera.
"Cincin kamu emas, kan? Aku janji akan ganti."
Dera tak punya pilihan, cincin itu ditarik dari jarinya, dia sangat mencintai Rigel, hanya Rigel yang dia miliki di dunia ini.
"Good, makasih, aku cinta kamu, Ra." Rigel tersenyum cerah, dia menyalakan motornya kembali. Dera hanya tersenyum tipis.
"Aku pamit ya, Ra."
Dera mengangguk. Rigel pergi, tanpa bertanya apa dia baik-baik saja.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top