2
Sri menata bunga mawar di dalam pot-pot yang sudah ditata sedemikian rupa. Matanya tertuju pada mawar bewarna putih, dari sekalian bunga, mawar putih sangat disukainya. Senyum tipis terukir di bibirnya. Di ambilnya satu tangkai bunga itu kemudian didekatkan ke hidungnya. Rasanya begitu menyenangkan, aroma lembut bunga memenuhi penciumannya.
"Permisi!"
Sri menoleh, pria itu lagi. Wajah kelewat ramah, senyum jenaka yang cerah secerah matahari pagi. Sri baru tau, ada orang yang hampir sama persis dengan Aryo. Akan tetapi, mereka memiliki sifat yang berbeda.
"Ada yang bisa dibantu?" tanya Sri datar. Dia tidak munafik, ada dentuman di hatinya, akan tetapi setelah menyadari dia bukanlah Aryo, dentuman itu pergi begitu saja.
"Oh, itu. Saya ingin punya bunga yang tidak biasa."
"Bunga yang tidak biasa?" Kening Sri berkerut. Sungguh, dia tidak pernah mendengar nama itu.
"Maksud saya, yang agak unik, jarang dicari orang, jarang disukai orang."
Sri menemukan senyum jenaka itu lagi, menurutnya, pria itu tidak serius dengan permintaanya.
"Saya ini adalah penjual bunga, jika saya menjual bunga yang tidak disukai orang, itu sama saja mau buat toko kami sepi." Nada Sri agak meninggi.
"Jangan marah dong, Mbak."
Sri memaksakan diri untuk memandang tepat di mata pria itu.
"Katakan saja! Anda mau apa? Saya tau kemaren anda mencari saya ke rumah kontrakan, iya kan?" Sri langsung ke topik pembicaraan.
Laki-laki mirip Aryo tapi lebih muda itu tergagap. Kemudian, wajah jenakanya berubah serius.
"Benar, Mbak. Saya memang datang ke kontrakan tempat Mbak tinggal. Sayangnya, Mbak tidak berada di rumah, yang ada, Mbak yang satu lagi."
"Kalau boleh tau, mau apa anda ke sana?"
"Hmm...." Dia menggaruk kepalanya kebingungan.
"Maaf, ada yang datang untuk membeli."
Sri berjalan beberapa langkah meninggalkan laki-laki itu. Laki-laki itu hanya akan membuang waktunya.
***
Jarinya mengelus pinggir cangkir yang masih mengepulkan asap. Merendahkan diri mengejar perempuan? Itu bukan dirinya, namun, dalam sekali tatap, dia terpesona dengan kecantikan dan keanggunan wanita itu.
Briyan masih ingat, bagaimana cantiknya wajah yang bersinar ayu, bibir mungil yang jarang tersenyum. Serta gerakan gemulainya. Dia tipe wanita tertutup dan datar.
Apakah Briyan tidak laku? Oh ayolah! Laki-laki sepertinya bagaikan gula yang akan dikerubungi semut, dia tampan, dia sendiri mengakuinya. Kaya? Jangan ditanya, walaupun dia bukanlah anak kandung dari orangtuanya yang sekarang, tapi seluruh aset sudah berpindah ke tangannya.
Briyan, punya segalanya. Dia sudah memiliki apa yang seharusnya dimiliki seorang pria yang sempurna.
Lamunannya terganggu saat sentuhan lembut di bahunya menyentaknya.
Senyum merekah, dari bibir yang dipoles warna pink muda. Siapa lagi dia, kalau bukan Cita, wanita manja yang mengejarnya tanpa ampun.
"Hai, kok nggak balas chat aku, sih?"
Wanita yang memakai mini skirt itu duduk begitu saja di depan Briyan. Bahkan dia tanpa malu menyeruput kopi milik laki-laki berhidung mancung itu.
"Sudah berapa kali aku bilang, aku tidak suka orang lain mencicipi milikku." Briyan melirik penuh sindiran.
Wanita yang bernama Cita itu memutar matanya.
"Oh ayolah! Jangan mulai lagi, aku sudah minta maaf padamu, soal waktu itu, aku dan Bertrand hanya mabuk, semua terjadi begitu saja. Kau mengerti, kan?"
"Aku tidak membicarakan dirimu." Briyan membuang sisa kopinya. Semua itu tak luput dari pandangan Cita.
"Briyan, apakah tak ada kesempatan lagi?"
Briyan melirik Cita sekilas.
"Kita sudah selesai."
Cita tertawa remeh. "Kau juga bukan pria suci, aku tau betul, betapa play boy-nya dirimu, sudah dapat mangsa baru, heh?" Wajah cantik itu berubah sinis.
"Apa pun bukan urusanmu."
Cita mengangkat bahunya.
"Kau terlalu angkuh, Briyan. Aku akan menyumpahimu, kau akan merangkak mengejar wanita yang tak akan membalas cintamu," ucap Cita penuh penekanan.
"Kau tau jalan ke luar apartemenku, kan?" Briyan mendesis.
Cita malah tertawa, dia mengedipkan matanya. Lalu berjalan melenggok meninggalkan Briyan.
"Wanita gila," gumam Briyan.
***
Sri mengelus pipi tembem Nadhira dengan kasih. Tepat sudah satu Minggu dia tidak mengunjungi anak semata wayangnya itu. Biasanya, dia mengunjunginya setiap hari Sabtu, mampir beberapa saat kemudian kembali pulang setelah itu.
"Novan sudah menelponmu?" Mama Novan, muncul sambil membawa dua cangkir teh hangat.
"Belum," jawab Sri, dia mengambil bayi mungil itu dari ayunan, menggendongnya sambil menciumi pipi Nadhira berkali-kali.
"Mama tidak mengerti dengan jalan pemikiran kalian. Kalian adalah orangtua yang paling egois yang pernah Mama ketahui. Apa salahnya kalian mengalah saja demi Nadhira, menyingkirkan keegoisan masing-masing."
"Tidak ada cinta di antara kami, tidak hanya aku yang menderita, Novan juga. Aku rasa Mama sudah memahami itu dari dulu."
Mama Novan mendesah kecil, melirik Nadhira yang tengah bermain dipelukan Sri.
"Jika aku sudah memiliki penghasilan yang cukup, aku ingin mengasuh Nadhira."
Mama Novan tersentak. Kemudian dia merapatkan giginya. Lalu, dengan buru-buru dia merebut Nadhira dari pelukan Sri. Bahkan bayi itu menangis karena terkejut.
"Cukup, semua drama yang kalian ciptakan membuatku muak."
"Nadhira anakku. Jangan Mama lupakan itu!"
"Sebelum kau mengaku sebagai ibunya, ingat lagi ke belakang. Bukankah kalian tak menginginkannya?" tanya Mama Novan ketus.
Sri bangkit, menatap mantan mertuanya dengan serius.
"Mama takkan bisa merebut Nadhira begitu saja dariku. Aku akan kembali lagi Minggu depan."
Sri berjalan keluar, tanpa menghiraukan geraman Mama Novan.
Tubuh ringkih Sri menerobos hujan tanpa peduli. Sebuah angkutan kota berhenti tepat di depannya. Butuh satu jam untuk sampai di kontrakan.
"Hujan-hujanan lagi?" Lusi muncul dari arah dapur. Sri mengangguk.
"Wajahmu terlihat kacau, ada apa?"
Sri menggeleng. Dia belum ingin bercerita dengan Lusi.
"Tadi sore, Briyan ke sini lagi."
Tangan Sri yang mengusap rambutnya terhenti, sedangkan handuk masih dalam genggamannya.
"Mau apa dia ke sini?"
"Biasalah!"
"Aku tak ingin lagi tertipu oleh laki-laki sejenis itu." Sri berlalu, sedangkan Lusi hanya termangu sambil menatap punggung Sri.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top