You belong with me

Aku pikir tak ada tempat untuk dia diantara kita. Ternyata, tidak ada kita, yang ada hanya aku dan kamu, dan juga ... dia.

***



"Vin lempar bola nya sini," teriak Dirga sambil ngos-ngosan. Berusaha mengambil napas sebanyak-banyaknya. Sambil berlari dia berusaha merebut bola yang beruada di tangan Vina. Hanya saja, usaha dia selalu gagal. Vina terlalu kuat untuk dia remehkan.

"Gue udahan ah Dir" Vina berlari menuju sisi lapangan dan meneguk air yang berada di dalam botol tanpa ampun. Wajahnya sudah penuh oleh keringat, begitu pula bajunya. Mereka berdua sudah bermain basket terlalu lama.

Sore ini memang sedang panas. Matahari sepertinya masih semangat menyinari bumi. Padahal, jam kerjanya sebentar lagi akan selesai. Selesai kuliah, Vina dan Dirga memutuskan untuk bermain basket sebentar di lapangan kompleks mereka.

"Payah lu Vin gitu aja udahan," ucap Dirga sambil berbaring di samping Vina. Dia sudah berbaring sejak tadi.

"Lo hari ini maennya rusuh anjir, males gue ngadepinnya. Maen sendiri aja sana."

"Elaah biasaan juga lo kalo lagi mumet juga maennya rusuh. Giliran gue rusuh aja lo males. Enggak asik lo"

"Bodo. Kenapa lo? si Viona malesin lagi?"

"Iya anjir gue kesel sama dia. Masa tiap gue ajak jalan nolak mulu"

"Yaa itu udah nasib lo aja. Udah ah gue balik," ucal Vina. Dia berdiri, menepuk sedikit pantatnya untuk mengusir debu yang menempel. Setelah itu dia mengambil tasnya dan melangkah pergi. Entah kenapa, dia merasa enggan untuk mendengar kelanjutan cerita yang mungkin akan dia dengar, jika dia tidak segera pergi.

"Vin ntar malem temenin gue nontonnya. Sayang gue udah beli dua tiket," teriak Dirga sebelum Vina menjauh.

"Maleess. Gue mau nugas." Butuh usaha yang keras agar suara Vina mampu terdengar oleh Dirga.

"Okee Vina, lo emang temen gue paling pengertian deeh. Gue jemput lo jam 8 yaa."

Tak ada jawaban dari Vina. Dia hanya mengacungkan jari tengahnya tanpa menghentikan langkahnya sama sekali.

***

Saat ini, Vina sedang duduk di balkon kamar membaca novel ditemani oleh udara sejuk sore hari juga alunan instrument menenangkan.  Entah, jika sudah seperti ini dunia terasa miliknya. Situasi ini benar-benar menenangkan.

"Viinn udah belom baca nya, gue gabut nih." Mendengar suara itu, dia segera berjalan masuk ke kamar. Dia pikir, bukan hal yang baik jika dia sudah mendengar suara tersebut.

"Heh lo ngapain disini, udah sejak kapan lo masuk kamar gue?"

"Lupa, 10 menit atau 20 menit yaa?"

"Heh lo enggak tau malu banget yaa masuk kamar cewe tanpa ijin?" Vina udah kesel banget soalnya waktu berharganya udah diganggu. Tapi, pelakunya masih asik selonjoran di kasur tanpa mengalihkan matanya dari ponsel. Bahkan, menatap mata Vina pun enggak.

Dirga bangkit lalu menatap Vina tajam, "Pertama, gue masuk udah dapet ijin dari bunda. Kedua, sejak kapan gue nganggap lo cewe?"

Merasa kesal dia melempar buku yang sejak tadi dia pegang, hanya saja, buku itu tidak mengenai sasarannya.

"Oke, gini deh Dir. Lo kesini mau apa? Gue senep tau liat muka lo terus"

"Gini, kan gue abis ke pasar baru tadi pagi, gue liat ada diskon besar-besaran di toko buku langganan elo itu," ucap Dirga serius.

"Serius? Lo kenapa enggak bilang dari tadi elaaahh. Nanti sore anter gue kesana. Gue kan udah baik nemenin lo nonton waktu itu," ucap Vina antusias. Bahkan sepertinya dia tidak sadar sudah menatap Dirga dengan tatapan memelas.

"Rayu gue dulu coba."

"Dirga yang baik hati, satu-satunya sobat gue yang ganteng please be my driver."

"Males ah. Cape gue abis jalan sama Viona barusan."

"Gue kabulin 1 permintaan lo deh nanti, gimana?

"Okelah, karna lo udah nemenin gue nonton. Gue siap jadi supir lo sore ini," jawab Dirga santai.

"Senep anjir. Lo kudu dibaikin dulu baru mau. Ehh bentar deh Dir, sejak kapan di Pasar Baru ada toko buku? Setau gue disana yang ada tukang loak, tukang sayur, sama beberapa bengkel."

"Sejak lo bego dan percaya aja sama apa yang gue omongin, hahahahhaha,"

Dirga  tertawa kencang. Sepertinya dia sangat bahagia sudah mampu mebuat Vina kesal sore ini. Terlihat dari wajah dia yang sudah memerah dan sebentar lagi akan meledak.

"Bodo anjir bodoo gue kesel sama loo," teriak Vina. Dia memukul-mukul badan Dirga sekuat tenaga Dirga hanya bisa sibuk berusaha untuk menghindar.

"Hahaha anjir tangan gue sakit ... udah dong udaaahh iya iya maaf gue salah. Iyaa iyaa Vin udahan mukul gue nyaaaaaaa" tanpa sadar Dirga berteriak. Pukulan Vina sangat kuat hingga tubuhnya sekarang sakit semua.

"Vin ngaku deh, kerja sampingan lo pemain tinju kan? Gila anjir pukulan lo kuat banget," ucap Dirga sambil memegang tangannya yang masih terasa sakit.

"Bodo, ngomong sana sama tembok. Kesel gue."

"Hahaa lagian lo percaya aja. Lo satu-satunya sobat gue yang ganteng," ucap Dirga menirukan ucapan Vina tadi.

"Pulang aja sono, males gue ketemu sama pacar orang."

"Ciee ngambek. Lo kaya cewe aja ngambekan."

"Ya lo kira gue apaan Malliihhh."

"Cewe apaan mukulnya kenceng amat. By the way Vin, gue ko enggak bisa sengakak ini yaa kalo lagi sama Viona?" Tanya Dirga  sambil kembali berbaring di kasur.

Vina yang sedang duduk selonjoran di karpet hanya menghembuskan napas kasar. "Ya siapa suruh lo pacaran sama cewe anggun kaya dia. Dia denger lelucon lo bukannya ketawa malah nasehatin."

"Iya banget anjir. Gue kek jadi orang lain kalo lagi sama dia. She like doesn't care with myself. Ribet lah, kayanya lo doang yang bisa ngertiin gue."

"Ya siapa suruh lo punya pacar."

"Ya masa gue harus ngabisin masa muda gue sama elo sih. Cukup masa kanak-kanak gue aja yang suram karna selalu main sama cewe Tarzan kaya elo."

"Ya gue emangnya kenapa?" tanya Vina tanpa memandang Dirga sama sekali. Entah kenapa, pertanyaan itu muncul begitu saja. She just wants to know, how Dirga's mind about her.

"Ya lo pikir aja. Gue juga mau kali pacaran kek pemuda pada umumnya. Jalan bareng. Malam mingguan. Gue juga mau ngejaga apa yang gue rasa harus gue jaga."

"Ya maksud gue, kenapa engga gue aja? Gue juga berhak kali dapet perhatian lebih dari elo. Maksudnya, gue lebih baik dari Viona emang? Lo bener-bener enggak bisa liat gue sebagai cewe?"

Dirga bangkit dari tidurnya. Dia berusaha menatap Vina, tapi hanya rambut panjang lurus Vina yang dia dapatkan. Vina sedang menatap ke luar kamar dengan tatapan serius. Dia bergerak perlahan. Merasa terkejut dengan apa yang dia dengar barusan. Entah kenapa, ada ketulusan yang dia dapat dari kata-kata yang Vina lontarkan.

"Vin lo serius?" tukas Dirga pelan. Maksudnya, ini benar-benar diluar dugaannya.

Vina berbalik. Menatap mata Dirga tajam. "Lo pikir gue main-main?" Dirga meneguk ludahnya kasar. Entah apa yang harus dia katakan. "Dir, harusnya lo sadar, ada gue di samping lo selama ini. Buat apa lo nyari orang lain even beside you there is person who will give everything and do everything just for your happines."

Dirga terdiam. Otaknya tidak mampu berpikir dengan baik saat ini. Ucapan Vina barusan sungguh di luar dugaan.

"Vin gue enggak tahu, maaf." Akhirnya ada suara yang mampu keluar dari mulut Dirga setelah sekian lama dia merasa salah tingkah. Tetapi, respon yang dia dapat sungguh di luar dugaan. Kini di depannya, Vina sedang tertawa tebahak-bahak sambil memegang perutnya.

"Hahahaha ... Anjir muka lo melas banget sumpah, gue enggak kuat lagi liatnya."

"Vin ini ada apa?" ucap Dirga, setelah beberapa detik dia baru sadar "gilaaa lo ngerjain gue yak?"

"Satu sama," ucap Vina sambil berusaha menghentikan tawa nya.

"Gila Vin gilaaa gue udah deg-degan ajaa. Gue kira lo beneran suka sama gue."

"Diihh kepedan lo. Udah sana balik ah balik. Bosen gue liat muka lo terus." Vina bangkit, dia mendorong tubuh Dirga agar dia keluar dari kamarnya.

"Eh ini apaan sih, ko gue di usir gini. Vin lo tadi serius cuma becanda doang kan?"

"Iya yaa anggap aja gue becanda. Udah sama lo pergi"

"Oke oke, gue pergi." Dirga sudah sampai di dekat pintu hingga akhirnya dia berbalik "Eh bentar? Apa lo bilang barusan? Anggap aja? Eh gimana sih anjir?"

"Anjir lo ribet banget sih jadi cowo, pulang sana." Vina sudah berhasil mendorong Dirga keluar. Dia segera menutup pintu dan menguncinya dari dalam. Masih terdengar teriakan Dirga di luar sana, tapi dia sudah tidak peduli.

Dia sedikit kaget dengan keputusan  yang baru saja dia ambil. Iya memang benar dia menyukai Dirga. Dia menyukai sabahatnya sendiri dan ucapan barusan bukan hanya lelucon saja. Entah sejak kapan, hanya saja dia selalu merasa sakit ketika Dirga bersama wanita lain dan ada rasa khawatir saat Dirga tidak ada di dekatnya.

Dia hanya terlalu pengecut untuk mengungkapkannya dan akhirnya harus mengakui kekalahan dan menerima posisinya bahwa dia hanya sebatas 'teman'.

Dreaming about the day when you wake up and find that what you're looking for has been here the whole time.

Yah, membuat Dirga sadar bahwa ada dia yang selama ini Dirga cari hanyalah mimpi. Karena nyatanya, sampai saat ini Dirga belum pernah memandang dia ada.

***

Terinspirasi dari lagu You belong with me - Taylor Swift

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top