J_A - Kesembilan belas
📞
"Kamu di mana? Bisa kita ketemu!? Ini aku Ra, Leon."
"Ya. Aku, tau!"
"Alhamdulillah. Syukurlah, kamu masih ingat aku."
°°°°
Mitha memang menjawab dan merespon suara lelaki itu. Namun, netranya menatap lekat, seolah mengunci diriku.
"Kamu di mana, ini?"
"Di jalan!"
"Di mana dan kapan kita bisa bertemu?"
Lelaki itu terdengar mengulang pertanyaan yang sama.
"Untuk apa bertemu denganku?"
Mitha justru menjawabnya dengan pertanyaan.
"Untuk menjelaskan semuanya, Ra. Untuk memperbaiki hubungan kita!"
"Baiklah, aku akan mendengarkan penjelasan darimu ...."
Mendengar kalimat itu, dan menelisik dari informasi yang 'ku dapati tentang kisah mereka, mungkinkah Mitha akan goyah!?
"Tapi ... sebelumnya, kamu juga harus mendengarkan aku!" ujar Mitha dengan nada cenderung datar.
"Iya, aku dengerin. Bicaralah, Ra!"
Astaghfirullah hal'azim. Dadaku rasanya bergemuruh. Harus 'ku akui, aku cemburu! Sebaiknya aku keluar saja dari mobil ini.
Aku baru saja akan mendorong handle pintu, ketika tangan Mitha menyentuh dan menahan lenganku.
"Mas, tetap di sini. Jangan tinggalin aku!" pintanya dengan suara lugas.
Dapat kulihat sorot matanya yang menyiratkan permohonan.
"Halo ... kamu lagi sama siapa, Ra?"
"Aku sedang bersama calon suamiku."
"...."
"Aku tidak akan pernah menampik bahwa ... selama ini, aku memang menunggu penjelasan dan kejelasan darimu. Namun, bagiku semuanya sudah berakhir. Tidak akan pernah ada KITA, di antara aku dan kamu, Leon!"
Tak ada balasan suara dari seberang sana, saat Mitha melontarkan kalimat demi kalimat. Yang ada hanyalah helaan napas, yang menggambarkan rasa penyesalan.
"Jika masih ingin bicara, maka bicaralah. Jika tidak, maka akan 'ku tutup teleponnya!" tukas Mitha, kembali.
"Maafkan aku, Ra! Izinkan aku untuk menjelaskan semuanya ...."
Bulir bening menetes dari sudut mata Mitha. Aku sama sekali tak bergeming. Bukan karena aku tak peduli pada Mitha. Hanya saja aku bingung, bagaimana harus memperlakukannya!?
Lelaki itu, perlahan mulai menceritakan apa yang terjadi padanya. Mitha benar-benar terdiam, terpaku menatapku.
Menjelang penjelasannya berakhir .... "Ra, ... apa kamu masih mendengarkan aku?"
"Ya!" jawab Mitha sambil tersenyum. Meskipun hanya aku yang dapat melihatnya.
Aku tak bisa lagi mengartikan setiap ekspresi wajahnya. Tuhan, jangan palingkan ia dariku. 'Ku mohon ...
"Terima kasih, Ra! Terima kasih karena sudah bersedia mendengarkan penjelasan dariku. Maafkan, aku! Salam untuk calon suamimu. Aku yakin kamu pasti akan bahagia."
Mitha menghela napas. Aku kembali menganggukkan kepala.
"Aku sudah memaafkan mu. Bahkan, jauh sebelum kamu memintanya. Dan salam darimu, tersampaikan"
Suara tercekat terdengar dari seberang sana, "Terima kasih, Damithara. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh"
.
🌫️🌫️🌫️
.
Sejak telepon itu berakhir, hingga kini mobil mengaspal kembali, Mitha memilih untuk mengunci rapat bibirnya. Entah apa yang sedang ia pikirkan!?
"Kamu, baik-baik saja, kan?!"
Pertanyaanku hanya direspon dengan anggukan serta senyuman. Hingga sesaat kemudian ....
"Hmm, Mas. Kita cari makan dulu, yuk! Aku laper," pintanya dengan nada yang terkesan manja.
"Mau makan di mana, Nda?"
"Terserah, sih! Kalo itu, aja, gimana!? Mas, mau gak?"
Tunjuknya pada sebuah gerobak penjual makanan yang mangkal pinggir jalan.
"Siap. Kita putar balik dulu, ya!"
Usai memarkirkan mobil dan memesan makanan, aku kembali ke dalam mobil, sembari menunggu pesanan siap untuk kami nikmati.
"Makan di sini, aja, ya!? Di luar penuh, gak ada tempat."
"Iya."
Tak ada bantahan ataupun perdebatan yang Mitha lontarkan.
Jadilah kami menikmati masing-masing seporsi mie ayam, di dalam mobil.
Slurp ... slurp ....
"Lahap banget, Bu, makannya!" godaku padanya, sekadar untuk mencairkan suasana.
"Hehehe ... dari kemarin, aku udah pengen banget ini, Mas!" ujarnya sembari mengangkat mangkuk, "tapi, gak ada yang mau diajakin makan bareng."
"Kenapa gak ngajakin, Mas?" sergahku.
"Mas, 'kan, dua hari PA Jaga. Masa iya, aku ngerengek minta ditemenin makan mie ayam, doang!" sanggahnya dengan mimik wajah cemberut.
"Ya udah. Sekarang nikmatin, terus habisin. Mau dibungkusin, juga, gak?"
"Gak usah. Ini aja, udah cukup."
"Alhamdulillah!" ucapnya, sesaat setelah menghabiskan semangkuk mie ayam.
Dan kini, kami tengah menikmati segelas es cendol ....
"Mas, kalo es-nya tambah lagi, boleh gak?"
"Jangan, ya! Habisin aja, punyanya, Mas. Kamu, 'kan, gak tahan minum dingin," ujarku sambil menjalankan kembali mobil ini.
Sementara Mitha mengerjap-ngerjapkan matanya, saat mendengar penuturanku.
"Mas, tau semuanya tentang aku!?" tanyanya seolah tak percaya.
"Iya. Hmm ... Mas, boleh tanya sesuatu, Nda!?"
"Tanya apa, Mas?"
Aku yang berada di balik kemudi, mulai melontarkan sekelumit rasa penasaranku.
"Kamu masih sayang sama, dia!? Siapa tadi namanya?"
Sengaja kutanyakan hal ini, karena aku ingin melihat reaksinya.
"Leonard. Kalo aku masih sayang sama dia, aku gak akan ada di sini sama Mas!" jawabnya dengan santai.
"Kenapa tadi kamu nangis?" desakku, penasaran.
"Karena terharu!" Mitha kembali menjawab dengan santai.
"TERHARU!?"
Aku terheran mendengar ucapannya. Sementara Mitha, justru terangguk dengan yakin.
"Ehm ... sebenarnya hanya satu kata yang sangat ingin kudengar darinya, sejak hari itu. Jadi waktu dia bilang MAAF, rasanya aku benar-benar lega, Mas!"
Jika itu yang Mitha ucapkan, harus kuakui bahwa itu benar. Karena binar wajahnya memperlihatkan hal serupa.
"Gak ada niat buat balikan sama dia?" Aku kembali mengkonfontirnya dengan keraguanku.
"Nein (tidak)!" jawabnya tanpa ragu.
"Kalo dia ngajakin kamu balikan, gimana?"
"Maunya Mas, gimana?"
Bukannya menjawab, Mitha justru balik bertanya padaku.
"Kalo Mas, ya, maunya kamu!" ujarku bermaksud menggodanya.
"Aku, juga, maunya cuma Mas Andra!" balasnya sambil mengedipkan sebelah matanya.
Astaghfirullah, Mitha! Jangan menggodaku berlebihan, Nda! Sabar, Ndra. Tahan ....
"Tentang dia, tak perlu kau risau. 'Ku cinta hanya untuk, KITA ...."
Celoteh Mitha secara tiba-tiba, saat lantunan milik Melly Goeslaw dan Evan Sanders, mengudara. Tentu saja dengan menekan pelafalan kata, KITA.
Ya ... kita untuk saat ini dan selamanya adalah, AKU dan MITHA.
"Dan kini, tidur pun tersenyum. Oh Mitha, 'ku cinta padamu u ... oh Mitha, AKU cinta padamu ...."
Yaa Allah, jagalah kami berdua hingga halal atas RidhoMu, Aamiin ....
↔↔↔↔↔↔↔↔↔
.
.
.
Assalamu'alaikum, para sesama pejuang cinta ....
Bagaimana kabar kalian? Masih setia 'kah menanti serta menemani kisah Kapten Arganindra?
Terima kasih buat kalian yang sudah dan selalu setia singgah. Jangan lupa tinggalkan jejak ya Friends 😘🤗🙏
Pc : ²0-²6 Oktober ²0¹9
Published 26.10.19 19:00
Revisi : 30.08.20
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top