J_A - Keenam belas

(٢x) اَللهُ اَكْبَرُ،اَللهُ اَكْبَرُ

Allaahu Akbar, Allaahu Akbar (2x)

(٢x) أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلٰهَ إِلَّااللهُ

Asyhadu allaa illaaha illallaah. (2x)

(٢x) اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ

Asyhadu anna Muhammadar rasuulullah. (2x)

(٢x) حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ

Hayya 'alashshalaah (2x)

(٢x) حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ

Hayya 'alalfalaah. (2x)

اَلصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ (٢x)

Ash-shalaatu khairum minan nauum. (2x)

(١x) اَللهُ اَكْبَرُ ،اَللهُ اَكْبَرُ

Allaahu Akbar, Allaahu Akbar (1x)

(١x) لَا إِلَهَ إِلَّااللهُ

Laa ilaaha illallaah (1x)

Suara adzan terdengar sayup-sayup, membangunkanku. Meregangkan sejenak tubuh yang terasa kaku -karena tertidur dengan posisi miring di atas sajadah- setelah menunaikan shalat malam, sebagai rasa syukurku pada Illahi Robbi.

Usai memastikan nyawa terkumpul sempurna, aku bergegas bangkit menuju kamar mandi, untuk membersihkan diri, lalu shalat subuh.

🌥🌥🌥⛅⛅⛅🌤🌤🌤

Matahari sudah mulai menampakkan diri, di kota Pahlawan. Dek Ardi yang baru selesai mandi, menyapaku,

"Abis olahraga, Mas?" tanyanya saat melihatku bersimbah keringat.
"Ndak. Abis bantu masak!" jawabku dengan candaan.

"Ehmm ... sudah bisa guyon (bercanda) rupanya! Kemarin aja modelnya kayak Autobots kehabisan accu!" cibirnya.
"Kamu ini, Dek! Bisa, aja."
"Mandi sana, Mas. Habis gitu, sarapan. Aku turun, duluan!"
"Iya."

🌞09:28🌞

Setelah sarapan, kemudian menghantarkan kerabat, serta rekan sejawat sampai lobby hotel ini, akhirnya aku kembali merebahkan diri.

Kubuka ponsel, lalu kucari nama 'Dek Richie'. Sengaja menghubunginya. Rencana, sih, ... ingin memberi kejutan kepada, Mitha.

"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab dari seberang sana.
"Sedang sibuk, Dek?"
"Nggak kok, Mas. Lagi main Mobile Legend!"

"Kalo Mbak Mitha, sedang apa?"
"Hmmm ...."
"Dek!"
"Mbak Mitha ... pergi, Mas!" Suaranya terdengar menggantung.

MITHA, PERGI!? Pergi ke mana, dia?
Yaa Allah ... sebenarnya, apa yang ada di pikiranmu, Mith?

Aku yang semula ingin memberi kejutan, kini justru terkejut.
Tenang Ndra, jangan gegabah ....

"Mas! Halo, Mas Andra ...."
"Eh! Iya, Dek."
"Mbak Mitha, pamit, kok, sama Papa. Dia, pergi nganterin, Anne. Cuma ... perginya ke mana, kita nggak tau!"

"Anne, itu siapa?" tanyaku dengan antusias.
"Anaknya Mbak Lina, sepupu kita. Dia hobi fotografi, gitu!"

"Kalau, nama lengkapnya Anne?"
"Anne Reygi, kalo nggak salah! Yang hafal nama lengkap kita-kita tuh, Mbak Mitha."

Cepat hafal dengan hal-hal yang berkaitan sama orang lain, tapi ... kok, nggak peka sama perasaanku, Mith ....

"Makasih informasinya, Dek. Assalamu'alaikum!"
"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh. Semoga berhasil, Mas!"

Kali ini, aku akan menggunakan kemampuanku dalam bidang intelijen, bukan mengandalkan emosi semata.

°-°

Apa yang bisa digali dari, anak SMP?
Jalur terdekat untuk mencari informasi, adalah melalui sosial media. Apalagi ... dia, hobi fotografi.

Kubuka aplikasi yang berlogo -terlihat- bak kamera polaroid, tersebut.

Pertama kucari dengan nama 'Anne Raygi', hasilnya nihil. Kucari lagi dengan mengetikkan Anne, saja, yang muncul bahkan hampir ribuan.

Yaa Allah ... yang mana, ini?! Bantu hamba, menemukannya ....
Sabar, Ndra! Coba otak-atik, lagi.

Remaja cenderung mengklasifikasikan dirinya, agar terlihat memiliki identitas diri.
Kucoba sekali lagi memasukkan nama Anne Reygi, namun kali ini dengan definisi tertentu.

Ada sebuah akun, dengan nama AriaNNE.Reygita, yang menggunakan foto profil Canon EOS M 10. Semoga saja penelusuranku menemukan titik terang.

Bismillahirrahmanirrahim ... kubuka akun tersebut, dan ....

🎊🎊🎊🎊🎊🎊🎊

❤ 🗨
1,872 views

AriaNNE.Reygita Alhamdulillah Tante cantikqu bisa senyum again. Main berduaan di @Kebun Bibit WONOREJO, ternyata bikin happy😚. Tangkyu😘 #seharibersama #tantejutek yg super BAIK #fotocandid
20 menit yang lalu

Alhamdulillah! Terima kasih, yaa Allah ....

Aku berhasil menemukanmu, Mith. Jangan pernah menjauh atau menghilang dariku. Karena, mulai sekarang tak kan kubiarkan kau jauh dari pengawasanku.

Kutekan tanda hati untuk foto Mitha, pada akun Anne. Lalu kukirim pesan pribadi sebagai salam perkenalan.

✍️✍️✍️✍️✍️✍️✍️


Dalam perjalanan kusempatkan untuk singgah di salah satu kedai gelato. Kudapan favoritnya.

Kini, aku mulai memahami apa yang tengah bergejolak dalam benak Mitha. Dia, pasti membutuhkan kesendirian untuk mencerna apa yang sebenarnya telah terjadi.

Kukirimkan sebuah lagu untuknya, melalui aplikasi perpesanan.

Me > [My.Tha]Nyonyaku
13:03

"Part 1, bagian dari perasaanku
Part 2, tentang risalah hatimu
(Semoga tebakanku, benar!😘😍)" 13:04

Mitha tak menyadari, bahwa aku sedang memperhatikannya. Bahkan, posisiku saat ini sudah berada di sisi kanannya.

"Ice cream green choccolatto!. Efektif untuk memperbaiki mood." Tanganku terulur padanya.

Mitha, terperanjat! Wajahnya menampakkan keterkejutan yang luar biasa dan terlihat bingung.

"Nggak usah bingung, gitu, mukanya! Aku, tau kamu di sini, dari Instagram Anne!"
Perlahan Mitha mulai tersenyum, meskipun terasa canggung.

"Kamu, tuh, bikin gemes, ya! Kalo kamu punya pertanyaan, itu diungkapin, bicara, ngomong! Tau, kan, caranya!? Buka mulut sedikit, gerakkan bibir secara perlahan dan gunakan suara. Seperti itu, caranya!"

Aku, tau. Banyak pertanyaan dan kalimat-kalimat yang ingin disampaikannya. Dan, Mitha bukanlah tipikal orang yang dapat mengemukakan secara langsung, tanpa ditanya lebih dulu.

Belum sempat menjelaskan, Anne terlihat berjalan mendatangi, kami. Aku, memperkenalkan diri. Memberitahukan tentang tujuan kedatanganku. Setelahnya, Anne lebih memilih untuk kembali menemukan objek bagi lensanya.

Kami -aku dan Mitha, hanya berdiam diri. Tak ada satu katapun yang terlontar darinya. Hanya hembusan nafas kasar yang beberapa kali ia hembuskan.

"Kemarin-kemarin ... kamu, tidak seperti ini terhadapku?"
"...."

Lagi-lagi hanya ada kebisuan.
Geregetan aku, Mith! Maafkan, Masmu ini, ya, Nda ....😋

"Nda ... Nda! Hei, ... Damithara Hanin Atmoko!" Kupanggil namanya dengan suara yang cukup tegas.

"Haahh! Iya, Mas. Karena ... sebelumnya kita, kan, hanya klien dan konsultan, aja. Dan Mas Andra, belum menjadi calon suamiku!" ucapnya begitu jelas dan meski sempat terjadi.

Raut wajah, susah terbaca, yang kini sedang diperlihatkannya.

"Dengerin aku, ya, Nda. Semoga, kamu bisa mencerna penjelasanku dengan baik!"

Baiklah! Saatnya kujelaskan semua hal kepada, Mitha. Bahwa, kami saling mengenal sejak sekolah dasar. Kami yang terpisah, karena penempatan kerja papanya, dan penempatan tugas papaku.

Lalu aku kembali mendengar namanya, saat masih mengeyam pendidikan taruna tingkat dua.

Berlanjut dengan do'a-do'aku yang tak pernah putus untuknya. Sampai, pada saat Allah mempertemukan kami, di Jabbar Rahma.

"Jadi, Mas Andra yang waktu itu narik nametag-ku, supaya nggak jatuh!" terkanya. Aku mengangguk.

"Mas Andra, juga, yang waktu itu, fotoin aku sama Adek!?" sambungnya. Lagi-lagi kujawab dengan anggukan.

"Nametag itu, juga, yang mempertemukanku sama Zain dan Arisya, Nda! -Aku menjeda sejenak. "Zain dan Arisya lah, yang menjadi penyambung silahturahmi keluarga kita."

Mitha benar-benar syok!

"Mas, sudah tau, semuanya?!" Kali ini ada nada kekhawatiran dari pertanyaannya.

"Tau, apa?! Mantanmu? Atau PTSD, yang kamu sebut penyakit dan menjadi ketakutanmu?!"

Ada rasa perih, saat aku harus melontarkan kalimat ini. Aku, tak ingin Mitha terhakimi. Kulihat ia mengangguk, lalu tertunduk.

"Nda, dengarkan dan percaya sama, Mas! Itu, hanya trauma. Bukan penyakit menular! Biarkan semua yang sudah lalu. Buang jauh rasa bersalahmu sama papa dan mamamu. Mereka, akan baik-baik saja, asalkan kamu juga, baik-baik saja."

Ya ... mamaku yang pernah mengalami hal serupa, tadi -saat aku berpamitan- sempat membagi kisahnya denganku. 'Bagaimana Papa yang tak pernah lelah menyadarkan Mama. Bahwa Papa, bukanlah kekasih Mama yang berkhianat. Papa berhasil membuktikan, bahwa cintanya tulus hingga detik ini, dan hanya maut yang akan memisahkan'.

Mitha, sama sekali tak berkedip memandangi wajahku. Tatapannya menghangat. Ada sorot bahagia pada rona wajahnya.

"Damithara ... maukah berdampingan, denganku? Menjadi teman hidup, teman berbagi, dan selalu saling memahami. Maukah kamu, meraih tanganku dan meraih bahagia bersamaku?"

Tak ada sepatah kata yang terlontar. Hanya kepalanya yang terangguk dengan cepat.

"Alhamdulillah! Terima kasih,
Yaa Allah ...." Aku benar-benar tak bisa menutupi rasa bahagia yang membuncah dalam dadaku.
Sementara Mitha, terlihat menahan senyumnya.

🌅🌅🌅

Menjelang sore, kami memutuskan untuk mengantarkan Anne, kembali ke rumahnya. Sejak tadi, ia terus saja berceloteh dan mengeluarkan candaan untuk menggoda Mitha.

Entah, apa, yang kini membuatnya berubah. Selepas kami berpamitan dengan Mbak Linda, Mitha terus saja menekuk wajahnya.

Kucoba untuk membuka obrolan dengan nada santai dan terkesan jahil. "Nggak usah, ditekuk gitu, mukanya! Aku, ngeliatnya lucu. Bukan serem, Nda!"

"Om, yang mulai, duluan!" sungutnya padaku.
"Mulai, apaan? Tunggu, ... kamu panggil aku, apa? OM!" Aku bingung dengan pernyataannya.

"Situ, manggil aku, Tante!" Aku tergelak dibuatnya. Jadi ini alasannya merajuk.

"Aku, kan, memperkenalkan diri sama sepupumu. Yang notabene ibunya, Anne. Jadi ya, cuma membahasakan, saja!"
"Tapi, manggilnya nggak pake 'Tante', bisa kan?! Lagipula, aku kan ...."

Sebenarnya, aku mendengar apa yang tengah, diucapkannya. Hanya saja, aku ingin, Mitha mengucapkannya dengan lantang.

"Iya. Calon istrinya, Mas! P-U-A-S ...!" jawabnya dengan nada kesal.
"Alhamdulillah! Akhirnya, diakui, juga!" Mas benar-benar puas, Nda.

Aku membawanya menuju wilayah Gubeng. Tenang saja, aku sudah meminta izin kepada papa dan mamanya.

"Kita, nggak pulang!" tanyanya saat kuberhentikan mobil di area parkir sebuah tempat makan.
"Kita nikmati sore ini, ya, Nda! Besok, sudah balik Jakarta, kan?!" ujarku, yang hanya ditanggapi dengan anggukan.

"Beneran ... kamu, sudah ikhlas buat terima Mas, sebagai calon suamimu?"
"Iya!" jawabnya tegas.

Usai memilih menu, aku berinisiatif untuk meminjam ponsel miliknya. Namun, tak bisa kugunakan begitu, saja. Ber-password, ternyata. Dimintanya kembali ponsel, tersebut.

Saat ia sedang menekan kombinasi huruf, simbol, serta angka, yang berarti miliknya dan tahun kelahirannya. Dengan santai kusebut ulang apa yang tengah ditekannya. Alhasil, hal itu membuat Mitha menahan amarah, padaku.
Aduh, Ndra! Jahilmu jangan dikeluarin sekarang.

"Kenapa? Cuma aku, yang tau!" tepisku, "jangan marah, Nda! Calm. Lagi Maghrib, juga!"

Selebihnya, kami hanya merenungkan diri, hingga adzan selesai berkumandang.

"Kamu, simpen kontakku pake nama Mr.Rese'!? Kenapa?" tanyaku saat mendapati julukan yang terdengar aneh untukku.

"Karena, Mas, emang rese'! Hobinya seliweran dan ngerusuh dipikiranku terus!" Mitha segera menutupi mulutnya dengan kedua tangan.

Ehmmm ... jadi selama ini, kamu sudah menyadarinya. Hanya, saja, masih coba untuk mengingkari.

"Bagus, dong. Berarti ini, cocok!" ujarku sambil mengarahkan layar ponsel padanya.

Mas.Andra_nyaMitha

Inilah, yang akan selalu muncul, saat aku berkomunikasi dengannya.

😍😍😍😘😘😘🤗🤗🤗

.
.
.
Assalamu'alaikum, sesama pejuang yang merindukan cinta ....😍😍😍

Mas Andra kembali lagi, menemani malam minggu kalian ....🤗

Jangan lupa tinggalkan jejak
Terima kasih buat kalian yang sudah dan selalu setia singgah

Salam.Komando👊✊

Pc : ²0-²¹ September 2019
Published > 21.09.19 20:25
Revisi : 18.07.20

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top