J_A - Keempat belas

🎺 Dimohon untuk meninggalkan JEJAK, dikarenakan GRATIS dan tidak berbayar.
Mohon maaf atas typo yang masih tertinggal.
Terima kasih🙏.

🔫🔫🔫

Assalamu'alaikum, rembulan! Kunikmati lalu kuhirup dalam-dalam, semilir angin di tepian hutan belantara ini.

Tak terasa hampir tiga minggu sudah kami berlatih bersama. Kegiatan seperti ini memang rutin diselenggarakan, setiap tahunnya. Lebih dari ratusan, bahkan ribuan personel TNI—baik itu dari Matra Darat, Laut, dan Udara—turut serta berpartisipasi dalam latihan ini.

Sungguh hal yang sangat luar biasa dan hanya bisa kurasakan saat menggenakan seragam kebanggaanku.

Semua perbekalan pribadiku sudah selesai kukemas. Pagi nanti, akan dilaksanakan upacara penutupan yang menandakan terselesaikannya serangkaian acara ini.

Terdengar suara derap langkah mendekat. "Rokok, Bro!" tawar Kapten Rizal padaku.

"Terima kasih, buatmu saja!" tolakku halus. Sebab aku memang tak pernah mengkonsumsi cigarette versi nasional maupun internasional.

"Gimana kabarmu?" tanyanya.
"Alhamdulillah, baik. Kau sendiri?"

"Puji Tuhan! Aku pun juga baik," jawabnya. Sejenak ia tersenyum lalu berkata, "jadi ingat masa lalu, ya!"

Tentu saja hal ini membuat kami tertawa bersama, kala mengingat masa itu. Dimana ia yang berbanding terbalik dengan kondisinya saat ini.

Awal perkenalan kami adalah, saat masa pendidikan. Empat tahun di gembleng di lembah tidar—Akademi Militer—membuatnya berubah menjadi sosok mandiri, yang semulanya adalah 'Anak Mami'.

Masih larut dalam obrolan nostagia, bersama Kapten Rizal, ponsel yang baru beberapa menit kunyalakan, kini berdering.

Mama CALL ....

"Siapa? Kekasihmu kah?" tanyanya antusias.
Aku tersenyum, lalu kuperlihatkan nama pemanggil yang tertera pada layar. Aku memberi isyarat untuk menjawab panggilan, dia pun mengangguk.

Kugeser warna hijau pada layar. "Assalamu'alaikum, Ma!"
"Wa'alaikumussalam warahmatullaahi wabarakatuh. Le ... piye (gimana) kabarmu?" tanya mama dari seberang sana.
"Alhamdulillah! Andra baik-baik saja. Mama sama papa, gimana?"

"Alhamdulillah, Le ... semuanya baik. Besok bebas tugas jam berapa?"
"Sepertinya jam setengah delapan sudah selesai, Ma!"
"O ... yo wis (ya sudah). Langsung ke hotel ya! Ini Mama sama papa, sudah di stasiun menuju Surabaya!"
"Siap, Ma! Hati-hati ya, salam buat papa."

Dari seberang sana, terdengar suara mama menyampaikan salamku pada papa. "Salammu, tersampaikan! Semua sudah siap dan terorganisir. Siapkan dirimu, Le! Mama tutup ya, Assalamu'alaikum."
"Siap, Ma! Wa'alaikumussalam warahmatullaahi wabarakatuh."

Sudut-sudut bibirku melengkung ke atas, tatkala mendengar penuturan mama. Aku tidak sabar menunggu besok malam, dimana langkah awal akan kumulai bersama Mitha.

Terdengar suara dering ponsel kembali. Namun kali ini bukan milikku, melainkan milik Rizal. "Kujawab dulu Bro! Biasa dari nyonya!" beritahunya. Kini, aku yang memberi anggukan padanya.

Seketika pikiranku menerawang ... apakah nanti, jika sudah menikah dengan Mitha, ia akan selalu menantikan kedatanganku? menanyakan keberadaanku?

Jika tak ingin sekadar angan-angan, dengan ridho Allah SWT, maka aku harus menjadikannya nyata. Semangat Ndra, besok malam semuanya akan mulai terwujud!

~~~

Pukul 08:47, aku sudah tiba di depan hotel tempat keluarga dan kerabatku menginap. Ternyata bukan hanya diriku saja yang antusias menanti acara malam ini, mereka pun menggempitakan hal yang sama.

Saat tengah merebahkan diri, dek Ardi menghampiriku. "Mas! Dipanggil papa sama mama."
"Kenapa, Dek?" tanyaku sambil membuka sedikit mata yang masih terasa berat.

Ardi mengedikkan bahu. Sejurus kemudian ia meneliti wajahku. "Masih ngantuk, Mas?"
Aku hanya mampu mengangguk.

Semalaman aku tak bisa tidur. Pikiranku terus saja berkutat pada acara yang akan berlangsung malam ini. Semalam juga sudah kuhubungi orang-orang yang kuharapkan datang, menghadiri prosesi lamaranku. Zain dan Arisya, lalu bang Faris beserta keluarga. Kemudian beberapa oang penting di Batalyon, termasuk Serka Rulli dan pasukannya—istri beserta kelima anaknya.

"Mereka sudah datang, Mas. Katanya mau briefing (pengarahan) susunan acara nanti malem," imbuhnya. Mendengar kalimat dek Ardi, kantuk yang sedari tadi menggelayut, hilang seketika.

Aku bergegas menuju ruangan tempat mereka berkumpul. Saudara kandung dari kedua orang tuaku, nampaknya sudah banyak yang datang. Baik dari pihak papa, maupun mama. Setelah menyalami mereka satu persatu, aku menghampiri Zain dan Arisya.

"Wih! ... yang mau lamaran, sumringah bener," goda Zain saat menjabat tanganku.
"Alhamdulillah, Bro! Kalian kok malah berduaan di sini?!" godaku balik. Namun justru ditanggapi tawa oleh mereka.

"Maaf, Mas! Mas Arga, sudah menghubungi Mitha?" tanya Arisya.
"Belum, Dek. Tapi bukankah mereka sekeluarga juga sudah di sini?!" tukasku.
Arisya mengangguk namun tampak menyimpan kekhawatiran.

"FYI aja sih, Ga. Dia lagi menjelajah Surabaya!" beritahu Zain.
"Sama adek-adeknya, Zain?" tanyaku penasaran.
"Nggak, Ga! Dia pergi sama keluarganya mbak Lina."
Aku mengernyit. Siapakah orang yang dimaksud?
"Dia sepupu jauh, dari pihak papa Surya!" jelas Zain.

Papa mulai menjelaskan rangkaian acaranya. Dan sudah diputuskan bahwa, pakde Hardi yang akan menjadi perwakilan keluarga.
Memang nanti hanya dihadiri oleh keluarga inti dari masing-masing keluarga. Namun ini lamaran resmi, bukan hanya perkenalan kedua keluarga. Sehingga mama sudah menyiapkannya serapih mungkin.

~~~

*FIRASAT*

🎼Kemarin ...
Kulihat awan membentuk wajahmu
Desah angin meniupkan namamu
Tubuhku terpaku

Semalam ...
Bulan sabit melengkungkan senyummu
Tabur bintang serupa kilau auramu

Aku pun sadari ...
Kusegera berlari ....

🎵

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh ...
Assalamu'alaikum warahmatullahi ....

Kuucapkan salam sebagai penyempurna rukun sholat. Kusingkirkan sejenak, apa yang berada dipikiranku. Kulangkahkan kaki bersama dek Ardi, menuju mall terdekat.

Mama memang sudah menyiapkan satu set perhiasan, untuk diserahkan kepada Mitha. Akan tetapi aku juga ingin, agar ia memakai sesuatu yang berasal dariku. Hingga kuputuskan

untuk memilih sebuah cincin dengan inisial namaku, sebagai pengikat dirinya malam ini.

Jika tadi hanya pikiranku saja yang selalu tertuju padanya. Kini hatiku yang tetiba resah. Ada apa denganmu, Mith? Semoga Allah selalu menjaga dan melindungimu.

"Ada apa, Mas?" tanya dek Ardi seperti menangkap kegelisahanku.
"Eng-gak papa, Dek!" elakku.
"Sudah rindu berat, ya? Telepon lah! Punya nomernya kan?!"
Spontan aku mengangguk.

Masya Allah! Kenapa nggak kepikiran ya, dari tadi? Strategi perang di lapangan, nomer satu. Giliran malarindu aja, melempem Ndra!

Firasat by Marcell Siahaan

📱

Kutekan '[calon]Nyonya.Andra' yang tersimpan di kontak ponselku. Pada dering ketiga baru tersambung. Suaranya terdengar berbeda, dingin dan tersirat tegas. Mitha mengatakan bahwa, ia sedang berada di balik kemudi.

Apakah benar karena dia sedang mengemudi, bersama saudaranya? Atau, karena dia sedang bersama ....

🎵Firasat ini rasa rindukah
Ataukah tanda bahaya
Aku tak perduli, kuterus berlari ....

Entah mengapa perasaanku tengah berteriak mengatakan, 'ia sedang bersama kisah lalunya'.

Sampai telepon kuputus pun, nada bicaranya masih sama. Lagi-lagi kutampik semua hal negatif yang menggelayut padaku. Kali ini kukirimkan pesan padanya.

Me > [calon]Nyonya.Andra
"Sampai ketemu malam ini!" 14:40

Lebih dari dua puluh menit tak ada respon darinya, kuputuskan untuk kembali mengirimka pesan.

"Nggak sabar mau ketemu kamu" 15:02

Kucoba untuk meneleponnya, namun tetap tak ada jawaban. Bahkan hingga panggilan keempat. Ini semakin membuatku risau.

Hal terbaik adalah mencari informasi melalui sang adik. Kutekan nama 'Richie' pada layar. Semoga ada jawaban yang bisa membuatku sedikit lega.

"Assalamu'alaikum, Dek!"
"Wa'alaikumussalam, Mas. Apa kabar?"
"Alhamdulillah, Dek. Mbak Mitha ada?"
"Belum pulang, Mas. Ini juga kita lagi nyariin!"
"Mas telepon tapi nggak diangkat!"
"Sama, Mas! Mama pikirannya juga mulai kemana-mana!"
"Terima kasih ya, Dek! Nanti Mas, hubungi lagi!"
"Iya ... sama-sama, Mas."

Yaa Allah ... Mitha! Kamu di mana? Ke mana? Atau kenapa? Malam ini awal permulaan untuk kita, Mith! Aku tak ingin sesuatu terjadi padamu. Hamba mohon ... lindungilah belahan jiwa hamba, Yaa Allah!

🎵Cepat pulang ...
Cepat kembali, jangan pergi lagi ...
Firasatku ingin, kau 'tuk ...
Cepat pulang ...
Cepat kembali, jangan pergi lagi ....

Kembali kucoba untuk meneleponnya. Hingga panggilan ketujuh, hasilnya nihil. Tak ada jawaban.

Me > [calon]Nyonya.Andra
"Kamu ke mana?" 15:34
"Kamu baik-baik saja, kan?!" 15:34

Lagi-lagi pesanku pun hanya terkirim, tanpa terbaca.

🎵Aku pun sadari ...
Engkaulah firasat hati ....

.
.
.
To be continued ....

Gimana? Gimana menurut pendapat kalian, Friends?

Masih seru atau kurang seru?
Jangan lupa BINTANG dan Komennya ya ....

Terima kasih yang sudah dan selalu setia menunggu kehadiran Mas Andra🙏🤗

Salam Komando ✊

Pc : 05-07 September 2019
Published -> 07.09.19 20:00
Revisi : 13-17.05.20

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top