J_A - Kedua belas
📣 Dimohon untuk meninggalkan jejak.
Baik berupa VOTE maupun KOMEN.
Terima kasih 🙏.
.
.
Dua jam sudah, aku beserta rekan dan juga anggota Batalyon, berlatih di sini. Jika sesuai jadwal, maka kami akan terus berlatih sampai pukul 13:00.
"Tepat sasaran, Pasi!" seru Serka Rulli seraya menunjukkan dua jempolnya padaku.
Bukan hanya peluru laras panjangku saja, yang berhasil membidik titik target dengan sempurna. Peluru cintaku pun sudah kubidikkan tepat ke jantung hati Mitha.
Aih ... jaga wibawamu, Ndra! Jangan sampai mereka tau, kamu berubah jadi sedikit alay bin lebay. Malu sama PDL (Pakaian Dinas Lapangan, hijau doreng), malu sama pelatih, apalagi sama anggota.
🙉🙉🙉
Kulepas pengaman pada telinga yang berfungsi untuk meredam suara tembakan. Serka Rulli, menghampiriku ....
"Wah yang sudah pengajuan, semangatnya beda!" ujarnya.
Secara struktural, beliau seorang Bintara, sementara aku, Perwira. Namun secara usia, beliau jauh di atasku. Sehingga aku lebih nyaman memanggilnya, Bang Rulli.
"Berita dari siapakah, Bang?" tanyaku penasaran.
"Ya … dari Danyon lah! Kan sudah ada woro-woro (memberi kabar atau pengumuman), kalau Pasi Intel kesayangannya', akan menggelar hajatan besar!" jawabnya penuh senyum.
Yaa Allah ... Bang Faris! Bukannya bertanya, sudah main kabar-kabar saja.
🕦🕦🕦
Saatnya peregangan sejenak. Kuisi waktu lima belas menitku, untuk menghubungi Mitha. Dering pertama sampai ketiga, tak ada sahutan. Mungkinkah dia sedang sibuk? Namun pada dering keempat, nampaknya tersambung ...
"Ass–" Salamku terhenti seketika.
Terdengar gumamannya dari seberang sana, "Kenapa harus dirahasiain? Sebenarnya niat ga sih mau nikah?"
"Ya, niatlah!" sergahku, "kamu sudah mendapatkan konsep yang bisa ditunjukkan ke saya?" sambungku dengan sedikit memburu.
Pembicaraan via telepon ini, masih terus berlanjut sampai Mitha menyarankanku untuk berdiskusi masalah konsep dengan calon istriku. Huufffh ... andaikan kamu tahu Mith, bahwa kamulah calon istriku!
"Pikirkan saja dulu, sesuai impian dan angan-anganmu. Setelah itu, kamu hubungi saya. Selamat siang!" ujarku mengakhiri perbincangan ini dengan nada memerintah.
Mitha, Mitha ... kamu pikir aku main-main?! Tujuan awalku mengambil langkah ini, karena memang ingin mengenal dan mengetahui, seperti apa pernikahan impianmu. Tapi lagi-lagi kamu tak mengindahkan pertanda yang kuberikan. Haduh, Ndra! Mitha itu kan calon istrimu, bukan para prajurit yang biasa berlatih bersamamu!
Maafkan atas ketidaksabaranku saat menghadapimu. Bahkan hngga telepon terselesaikan pun, aku masih terus mengkonfrontasimu dengan pembicaraan mengenai konsep pernikahan. Dan inilah perdebatan pertama kita.
🕜🕜🕜
Pukul 13:12, latihan telah usai. Kami semua meninggalkan lapangan tembak. Mobilku mengaspal kembali menuju ke kesatuan. Jangan berpikir, setelah lelah berlatih maka aku akan merebahkan diri di ranjang rumdin. Jawabannya, tentu saja tidak! Karena kini tujuanku adalah Kantor Batalyon. Ada rapat intern yang harus kuhadiri, hingga jam dinas berakhir.
🚶🏃🚶🏃🚶
🎶oh tunggu apalagi sayang
tinggalkanlah dirinya
kan ku buat hari-harimu bahagia
oh tunggu apalagi sayang
ku lebih baik darinya
tak akan ada lagi tangis air mata
buat apa kau buang waktu (ku buang waktumu)
dalam kisah yang semua
izinkanlah ku cumbu hatimu
dan merangkai cinta
oh tunggu apalagi sayang
tinggalkanlah dirinya
kan ku buat hari-harimu bahagia
oh tunggu apalagi sayang
ku lebih baik darinya
tak akan ada lagi tangis air mata
Lagu 'Tunggu Apa Lagi' milik Lalahuta yang kini mengudara, menemani perjalananku menuju kantor Mitha. Kudengarkan sambil sesekali kunyanyikan.
Sore tadi selepas dinas, aku mengirim pesan pada Mitha untuk menanyakan waktu kepulangannya. Tak kusangka Mitha langsung membalasnya ....
📲
[Calon]Nyonya.Andra > Me
"Selamat sore" 16:29
"jam 5 mungkin" 16:29
"Ada apa ya Mas?" 16:30
Segera kumasuki rumdin, kemudian bergegas mandi. Sore ini, aku harus menemuinya. Selesai mempersiapkan diri, kulihat cermin untuk menilai penampilanku ....
Polo shirt hitam bergaris putih melintang, jins biru, dan sepatu kets. Kurasa cukup oke, untuk menjumpainya.
Kuraih kunci mobil, dompet, dan juga ponsel. O, o ... ternyata belasan menit yang lalu ....
[Calon]Nyonya.Andra > Me
"P" 16:48
"P" 16:48
"Halo" 16:49
Harus segera kubalas pesannya. Semoga kamu tidak marah ya, Mith!
Me > [Calon]Nyonya.Andra
"Tunggu saya! Kita diskusi." 16:53
🚙🚥🚙🚦🚙
Tiga puluh delapan menit, waktu yang kubutuhkan untuk sampai di kantor organizer ini. Hal yang patut kusyukuri dengan luar biasa, adalah jalanan lengang! Hal ini membantuku untuk tiba lebih cepat.
Saat dalam perjalanan tadi, aku juga menghubungi orang tuanya. Bagaimanapun aku harus meminta izin terlebih dahulu untuk bertemu dengan putrinya.
Aku lebih memilih area kafe ini, sebagai tempat kami diskusi, dibandingkan ruang kantornya. Menurutku suasananya lebih nyaman.
Lagipula rasanya tak pantas jika kami hanya berdua saja dalam sebuah ruangan tertutup. Kukirimkan pesan padanya, guna memberitahukan kedatanganku.
Me > [Calon]Nyonya.Andra
"Saya tunggu di kafe bawah!" 17:31
Tak berapa lama, kulihat dia berjalan dengan tergesa ke arahku. Tampak raut lelah di wajahnya, namun tak mengurangi kecantikannya. Tangannya sudah membawa nampan berisi dua buah cangkir, yang diletakkannya di atas meja.
"Silakan" Tanganku terarah pada kursi untuk dia tempati.
"Terima kasih! Maaf menunggu!" ujarnya.
"Saya yang minta maaf ... karena mengulur jam kepulanganmu!" ungkapku. Yang sebenarnya hanya basa-basi di bibir saja. Karena di hatiku, justru merasa sangat bahagia dapat 'menawannya' di sini.
"Silakan, Mas! Chamomile Tea. Best of afternoon tea, di kafe ini!" ujarnya.
"Terima kasih."
"Jadi bagaimana, Mas? Konsep seperti apa yang Mas inginkan?" tanyanya.
"Untuk akad yang sederhana saja, tapi tetap terasa kesakralannya. Kalo nanti dari pihak calon saya ingin pakai adat, ya berarti akan memakai adat Jawa. Dan untuk resepsi akan ada prosesi secara militer."
"Baik. Sudah saya catat semuanya Mas!"
Adzan Maghrib berkumandang, kuhentikan sejenak berbincang kami. Aku memintanya untuk sholat bersamaku. Dan inilah untuk pertama kalinya aku mengimami, Mitha.
Usai sholat, kulihat Mitha sedang menerima telepon. Ketika mengetahui itu dari mama Lirih, maka kuputuskan untuk menyudahi pembahasan konsep hari ini.
Dan saat kukatakan ingin mengantarkannya pulang, Mitha menolak. Dengan dalih, 'Saya bawa mobil!'. Ia terkesan ingin segera berlalu dari hadapanku. Yaa Allah ... apakah ada ucapan atau tindakanku yang mengusik kenyamanannya? Semoga saja tidak!
Untuk memastikan keselamatannya dan juga demi kenyamanannya, aku mengiringi perjalanan ke rumahnya dengan jeda dua mobil di belakang. Hingga mobil Mitha, tampak akan memasuki carport rumahnya. Segera kusentuh tanda panggilan yang menunjukkan nama 'Papa Surya' ....
"Assalamu'alaikum, Pap!"
"Wa'alaikumussalam warahmatullaahi wabarakatuh."
"Izin, Pap. Mitha sudah berada di rumah."
"Iya, dia baru sampai!"
"Terima kasih, Pap. Sudah mengizinkan saya untuk berbicara dengan Mitha!"
"Sama-sama. Terima kasih sudah mengantarkan Mitha sampe rumah dengan caramu!"
"Siap, Pap! Andra, pamit dulu. Assalamu'alaikum."
"Iya, hati-hati. Wa'alaikumussalam warahmatullaahi wabarakatuh."
.
.
.
To be continued
Makasih buat yang sudah dan masih mendukung perjuangan Mas Andra dalam meraih 'HATI & CINTA' Mitha...🙏
Dukung terus ya, Friends...
Tunggu kelanjutannya...
*Pc : ²³-²5 Agustus ²0¹9
Published -> 25.08.19 18:54
Revisi : 02.05.20
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top