12 - Mogok Makan
Reira galau. Kenapa Ardi menjauhinya? Saat bel tanda waktu istirahat berbunyi, ia segera menelungkup kan tangan di atas meja. Mood-nya benar-benar buruk, semua terasa salah. Melihat orang lain bernapas saja membuat hatinya bergejolak ingin mengeluarkan semua amarah.
Zidan dan Nazril yang akan pergi ke kantin pun merasa heran, untuk pertama kalinya selama dua tahun lebih mereka berteman, gadis itu terlihat sangat suram. Padahal biasanya dia secerah matahari, yang saking cerahnya membuat orang-orang ingin menjauh sejauh 149,6 juta kilo meter.
"Enggak ke kantin, Re?" tanya Zidan seraya menepuk pundak gadis yang selalu menguncir satu rambutnya itu.
Reira hanya menggumam tidak jelas, membuat Zidan mengangkat bahu dan segera keluar kelas.
Gadis itu sudah memutuskan akan mogok makan saja. Dia tidak berselera. Memikirkan bagaimana Ardi selalu berlari ketika melihatnya membuat nafsu makan menurun.
***
"Tumben enggak bawa bekal, Re? Biasanya hari Sabtu suka pamer makanan." Pertanyaan Zidan hanya dijawab oleh embusan angin yang menggoyangkan dedaunan. Ia menghela napas panjang mencoba bersabar.
Ada apa dengan Reira? Gadis itu sangat tidak biasa satu minggu terakhir ini. Cahayanya yang menyilaukan seolah meredup, membuat suasana kelas cukup suram.
Zidan ingin bertanya, tetapi ragu. Perempuan kalau lagi galau begini ditanya kenapa jawabnya paling: gapapa. Membuat emosi batin yang simpati menjadi kesal. Kalau ditanya lagi meminta kejelasan, mereka biasanya malah marah-marah dan menuduh ia sangat tidak pengertian. Tapi kalau tidak ditanya, dia suka dituduh tidak peduli.
Cewek memang memusingkan!
Walau Zidan sedikit tidak yakin Reira itu benar-benar perempuan atau bukan. Lihat saja kelakuannya, enggak ada manis-manisnya. Mungkin sekali-kali harus ia belikan air mineral yang ada di iklan agar gadis itu bisa bertingkah sedikit lebih manis juga.
"Re!" panggilnya sambil menarik kursi mendekat.
Gadis itu mengangkat kepala sedikit, lalu kembali menempelkan pipi ke meja saat merasa yang memanggilnya tidak penting.
"Lo kenapa sih, Re? Kok ngerem mulu di kelas? Enggak biasa." Akhirnya Zidan memilih untuk bertanya, berharap Reira berbeda dari pacar-pacarnya yang suka membuat orang bingung bagaimana harus bereaksi kalau sudah ngambek.
Reira mengembuskan napas lelah, lantas menjawab tanpa menatap Zidan, "Jangan ganggu, lagi mogok makan."
Jawabannya malah membuat tingkat kekepoan Zidan meningkat. Pemuda itu menggeser kursi semakin dekat, lantas bertanya dengan nada siap bergosip.
"Kenapa lo mogok makan? Kayak lagi patah hati aja, padahal kan jomlo menahun."
Mood Reira benar-benar buruk, kenapa pula Zidan harus bertanya sekarang? Mana pertanyaannya bikin amarah bergejolak pula.
Ia hanya mendengus, tidak berniat menanggapi lagi. Kalau ia angkat suara, dijamin perang langsung pecah. Ia malas membuat keributan, bukankah kalau sedang galau harus mellow? Reira sedang mencoba menghayati peran. Walau terkadang merasa geli untuk mengomentari ucapan Zidan.
"Woy, Re, kalau ditanya--"
"REIRA!!"
Ucapan Zidan terpotong oleh teriakan menggelegar seorang gadis di pintu masuk kelas. Matanya menyisir seisi kelas, lantas berjalan mendekat saat mata mereka bertemu.
Zidan diam membisu, tubuhnya membeku tidak bisa digerakkan.
Dia terpesona!
Gila, ini cewek kok cantik banget? Bikin hati jedag-jedug. Pikiran cowok play boy satu itu mulai sibuk mengagumi indahnya ciptaan Tuhan tanpa peduli dia baru punya pacar baru lagi tadi pagi.
Reira menatap sahabatnya yang mendekat dengan wajah masam, kenapa Laila ke sini?
"Lo itu, ya! Gue telepon dari tadi kok enggak diangkat terus?!"
Reira segera meringis, teringat nasib mengenaskan ponselnya yang entah berada di mana. Dia ingat satu minggu lalu menyimpannya di dekat rak cuci piring di dapur, setelah itu ia bahkan tidak ingat lagi jika punya ponsel. Pikirannya terlalu sibuk memikirkan Ardi.
"Lupa nyimpen, La. Mungkin masih di dapur atau udah dibuang sama mama."
Laila hanya memutar bola mata malas, kebiasaan! Reira itu memang enggak menganggap penting ponsel. Padahal mamanya sudah mewanti-wanti untuk selalu dibawa kalau di luar rumah. Takut anaknya hilang.
Padahal, siapa yang mau nyulik Reira? Penculik juga pasti ogah kalau punya tawanan sesial Reira.
Setelah melepaskan napas panjang agar tidak terpancing emosi, Laila berujar, "Kemarin gue ketemu Kak Panji, dia ngajak kita ketemuan."
Seketika wajah Reira berbinar, "Kak Panji mantan kamu itu? Kok dia mau ketemu sama kamu?"
Laila hanya mendengus, gadis ini memang suka lupa ingatan. "Bukan, Panji mantanku kan seangkatan, ini Kak Panji yang waktu itu lo bocorin ban motornya."
Reira mengingat-ingat, lalu menggebrak meja, membuat Zidan yang masih terpesona kembali ke dunia nyata.
"Oh, yang pacarnya posesif banget itu?"
Laila mengangguk, gadis yang enggan ia akui sebagai sahabat itu dengan sengaja menusuk ban motor Kak Panji hanya karena pacarnya sedang merengek menuduh kalau dia selingkuh. Padahal Kak Panji hanya membantu ia yang terpeleset.
"Oke, ketemu di mana?" tanya Reira semangat. Kak Panji itu baik banget, padahal ia sudah memarahi pacarnya di depan umum. Tapi karena mereka jadi baikan lagi, Kak Panji membelikan ia es krim.
"Kedai bakso dekat rumah lo," ujar Laila sambil mengecek pesan di ponselnya, lalu menunjukkan layar persegi panjang itu pada Reira.
Kapan mereka bertukar kontak?
Reira mengedik, lalu mengangguk semangat. "Ayo, gue juga udah lama enggak makan bakso di sana!"
Zidan yang dari tadi hanya menyimak menyeletuk, "Bukannya lo lagi mogok makan, Re?"
Reira tersenyum lebar, energinya sudah kembali hanya dengan memikirkan bakso. Sebenarnya bukan karena baksonya, tetapi es krim di kedai bakso itu sangat enak, jadi ia berniat untuk membeli tiga sekaligus nanti. Apalagi mereka diajak bertemu oleh Kak Panji, ia akan meminta ditraktir.
Laila mengerutkan kening, lantas bertanya penasaran, "Mogok makan?"
"Iya," jawab Reira sambil cengengesan, "gue lagi mogok makan siang. Malaikat gue kabur terus kalau lihat gue, La! Sungguh tidak masuk akal! Bagaimana bisa ia malah lari saat melihat bidadari macam gue, La?"
Laila hanya memutar bola mata malas, ia justru merasa Ardi lari itu adalah hal yang wajar karena pendekatan Reira benar-benar tidak waras.
Reira kali ini menatap Zidan, matanya menatap merendahkan. "Zi, gue itu mogok makan siang, di mana gue cuma enggak makan pas siang doang. Kalau pagi gue tetap sarapan dan malam tetap ikut menyantap masakan mama yang enaknya kebangetan. Lagipula, bakso itu tidak termasuk makan, kan orang Indonesia itu kalau gak pakai nasi namanya bukan makan. Bakso itu camilan!"
Laila dan Zidan sontak memutar bola mata malas, lalu segera pergi dari dekat Reira. Laila akan kembali ke kelasnya, dan Zidan menggeser kembali kursi ke mejanya.
Baru tiga langkah berjalan, Laila membalikkan badan dan menatap Reira kasihan. "Re, sebaiknya lo ubah cara pendekatan lo. Memangnya siapa yang enggak takut kalau dikejar-kejar secara agresif sama orang yang enggak dikenal? Kalem aja ngejarnya, Re."
Setelah itu Laila segera keluar dari kelas, tangannya sibuk membalas pesan Kak Panji untuk menyetujui pertemuan mereka siang nanti.
Sementara Reira segera termenung, otaknya sibuk memikirkan ucapan Laila tadi. Apa harus?
tbc.
Hai, kali ini aku bawa salah satu tokoh diceritanya jodohku, loh. Penasaran sama tokoh Panji? Langsung cus aja ke ceritanya Zeanisa_ yang berjudul Another You, ya!
Sekian, ♥️.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top