40


Kala itu Zena tengah berada di taman belakang rumahnya, tiba-tiba ada seseorang yang menariknya ke rumah kecil yang biasanya dijadikan tempat gudang. Wanita itu sempat melihat siapa yang telah menariknya secara paksa. Sumeri, dialah wanita usia lanjut yang telah tega menyeret Zena sampai ke gudang.

"Jauhi anak saya!" perintahnya tagas matanya menyorot tajam ke arah Zena.

"Ma, tapi aku ...." Zena tidak berani melantkan kata-katanya ketika mendapat tatapan tajam dari Sumeri.

"Jangan panggil saja dengan sebutan 'mama' karena saya tidak sudi mendengarnya!" lagi-lagi Sumeri melayangkan peringatan yang tajam untuk Zena.

"Tapi mengapa ma ...."

"Sudah saya bilang jangan panggil saya 'mama!" lagi-lagi Sumeri memotong ucapan Zena.

"Maafkan saya, nyonya." Zena menunduk hormat.

"Itu lebih baik." Sumeri bersidekap dada angkuh.

"Nyonya mau apa kemari?" tanya Zena memberanikan diri.

"Hey, wajar saja jika saya kemari, karena ini adalah rumah anak saya," jawab Sumeri dengan angkuhnya.

Zena hanya bisa menundukkan kepalanya ketika Sumeri tidak henti menunjuknya tajam. Dulu, cintanya begitu ditentang oleh ke dua orang tua Danu, keluarga lelaki itu selalu saja menghina Zena kampungan dan miskin. Namun, Zena tahu jika cinta sejati tidak akan pernah bisa dipisahkan dengan cara apa pun itu.

Sumeri melayangka tamparannya di pipi Zena sampai ada bekas kemerahan di sana. "DASAR WANITA TIDAK TAHU DI UNTUNG, SEHARUSNYA SAYA SUDAH MELENYAPKAN KAMU SEDARI DULU!"

Hati Zena sungguh sakit, benar apa yang selama ini Zena rasakan, bahawa ke dua orang tua Danu masih belum juga menerima dirinya dan anaknya.

***

"CUKUP!"

Napas Danu memburu ketika melihat pemandangan di depan matanya. Danu melihat seorang wanita yang selama ini paling dihormatinya tengah berdiri tegak di sana dengan tangan yang terangkat.

"Turunkan tangan mama!" perintah Danu. "Jangan sekali-kali mama menampar anak Danu, karena mama tidak berhak atas itu." lagi-lagi Danu berucap tajam.

saat Kinan tengah bertengkar dengan Sumeri, Della bingung harus berbuat apa. Pada akhirnya gadis itu memutuskan untuk memperi tahukan masalah ini kepada Danu dan untung saja lelaki itu sedang tidak sibuk.

"Kinan, bawa mama kamu masuk ke dalam!" perintah Danu.

Kinan membantu Zena berdiri lalu membawa wanita itu keluar dari gudang. Mata Sumeri tidak lepas dari Zena, aura kebencian semakin tajam.

"Mama tidak berhak mengatur hidup aku lagi. Sudah cukup mama memisahkan aku dengan Zena dan Kinan. Mama terlalu egois dan hanya memikirkan kepentingan sendiri." Danu mencoba mati-matian agar emosinya tidak meledak.

"Kamu masih berstatus sebagai suami Nidya, Danu. Sampai kapan pun itu tidak akan pernah berubah!" teriak Sumeri di depan wajah Danu.

"Aku dan Nidya sudah bercerai belasan tahun yang lalu, mah. Keputusan itu kami sepakati setalah pernaikahan itu terjadi," jelas Danu masih mempertahankan wajahnya yang datar.

Sumeri membelalakan matanya,"Menagapa itu bisa terjadi?" tubuh Sumeri melemas sepetah mendengar penjelasan dari Danu.

"Asal mama tahu, Jinan bukan cucu mama dan juga bukan anak Danu. Nidya hamil tiga bulan sebelum dia menikah denganku." Lagi-lagi penjelasan Danu mampu membuat Sumeri tidak bisa berkata-kata lagi.

"Bisa saja kamu menyentuhnya ...."

"Danu tidak akan sudi menyentuh wanita lain selain Zena, mah," ucap Danu menatap Sumeri datar.

Tangan Sumeri memegangi dadanya yang terlihat naik turun. Mulutnya terbuka lebar karena tidak kuasa menahan sakit di jantungnya.

"Mama!" Danu menagkap tubuh Sumeri yang limbung.

Danu membawa tubuh wanita itu ke dalam rumahnya. Lelaki itu sungguh tidak menyangka jika jantung Sumeri akan kembali kambuh.

"Mama kenapa?" tanya Zena wajahnya terlihat kawatir ketika melihat wajah Sumeri nampak pucat.

"Jantungnya kambuh, tolong kamu telepon dokter, nomornya ada di deket telepon rumah," jelas Danu.

Zena mengangguk lalu melenggang pergi.

***

Gavin terlihat mematut dirinya di cermin, bibirnya tak henti bersenandung kecil sembari membenarkan tatanan rambutnya. Gavin menyemprotkan parfum di sekujur tubuhnya hingga menghasilkan aroma yang sangat menyengat khas lelaki.

"Anak mama mau kemana sih?" tanya Saira sembari meneliti penampilan Gavin yang terlihat sangat rapih dan wangi.

"Mau nyari menantu, mah," jawab Gavin asal.

"Kamu baru aja sembuh loh, masa iya udah mau pergi aja," protes Saira menatap Gavin kesal.

"Mamaku sayang, percayalah sama anakmu yang tampan ini. Aku udah baik-baik aja kok mah," jelas Gavin membuat Saira percaya.

"Ya udah, hati-hati di jalan. Jangan pulang terlalu malam," ujar Saira mengusap punggung Gavin dengan lembut.

***

Dokter yang menangani Sumeri telah datang dan saat ini wanita tua itu sudah sadar dari pingsannya. Namun, wajahnya masih terlihat pucat dan tubuhnya lemas.

Dari dalam kamar Zena, Sumeri mendengar dengan jelas suara keributan dari luar, saat Sumeri ingin turun dari ranjang itu dokter pun menahannya.

"Sebaiknya nyonya tetap berada di sini, karena kondisinya belum pulih total," ucap sang dokter.

"Tapi di luar ada keributan dok, saya ingin melihatnya."

"Tidak nyonya, nanti saya bisa dimarahi sama tuan Danu," ucap dokter itu menatap Sumeri memohon.

Sumeri hanya bisa menghela napasnya kasar. "Baiklah, saya tidak akan kemana-mana."

"Kalau begitu saya permisi."

Kepergian dokter itu membuat Sumeri ingin turun dari kasurnya, namun ketika melihat sesosok gadis yang sudah berdiri di ambang pintu, niatkanya kembali diurungkan.

"Kamu ngapain di situ?" tanya sumeri nadanya ketus.

"Saya mau jagain nenek-nenek yang bandel," ucap Della tak kalah ketus.

Sumeri kembali mendengkus kesal. "Bisa-bisanya anak pelajar zaman sekarang tidak sopan sama orang tua!" sindir Sumeri tajam.

Della hanya memiutar bola matanya malas. Kalau bukan karena Kinan memintanya untuk memenami wanita tua ini, Della tidak akan sudi. Nenek-nenek seperti pemeran antagonis itu membuat Della ingin sekali mencekiknya.

***

"Sebaiknya kamu keluar dari rumah ini, Nidya!" perintah Danu menunjuk ke arah luar.

Nidya terkekeh mengejek, "Keluar? Bukankah ini rumahku juga, mas?" tanya Nidya. "Wanita ini tidak ada hak untuk tinggal di rumah ini, karena di sinilah aku sebagai istri sah kamu," sambungnya.

"Istri?' tanya Danu memastikan. "Bukankah perceraian itu sudah terjadi sejak Jinan lahir, apakah kamu lupa dengan itu, Nidya?"

Bibir Nidya terkatup rapat, wanita itu diam di tempatnya ketika menyadari kebodohannya. Mengapa dirinya bisa melupakan perceraian itu? sialnya Nidya sudah mencintai Danu sejak dulu.

"Aku menolak perceraian itu, mas," bantah Nidya. "Aku mencintai kamu sejak dulu, tapi kamu selalu saja tidak menganggap aku ada, dan mengabaika rasa cintaku, yang ada otak kamu hanyalah Zena, Zena, dan Zena." Napas Nidya memburu ketika Zena dan Nidya saling menatap. "Kamu wanita kampung, tidak tahu diri, dan murahan. Menggoda suami orang secara terang-terangan!"

Kinan menghadang tangan Nidya ketika wanita itu ingin menampar mamanya. "Jangan pernah tante sentuh mama saya dengan tangan ini." Kinan menghempaskan tangan Nisya sampai sang empu mundur beberapa langkah.

"Kurang ajar kamu!" Nidnya menggeram marah. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top