37

Pagi hari pun tiba di mana Kinan tengah disibukkan mempersiapkan dirinya untuk berangkat ke sekolahnya. Hari pertama Kinan sekolah setelah beberapa hari sempat diskorsing membuat gadis itu ingin berpenampilan berbeda.

Kinan menjentikkan jarinya puas ketika melihat hasil make-up polesan tangannya sendiri. Setelah selesai berdandan, Kinan memutuskan untuk ke ruang makan melakukan rutinitas sarapan paginya.

"Selamat pagi mama," sapa Kinan.

Zena hampir saja menjatuhkan spatulanya ketika mendengar suara lengkingan nyarig dari anak gadisnya itu.

"Kinan, untung aja kamu nggak mama lempar pake spatula ini." Zena menunjukan spatulanya dengan wajah kesal.

Kinan meringis kuda menampilkan deretan gigi putihnya. "Maafkan Kinan, mamaku sayang. Mama lagi masak apa nih?" tanya Kinan sedikit mengintip kearah kompor.

"Nasi goreng, memangnya apa lagi?"

Kinan kembali meringis. "Papa kemana, mah?" Kinan meneliti keadaan sekitar dan tidak mendapati Danu di sana.

"Nggak tahu dan mama juga nggak peduli," jawab Zena sekenannya.

Kinan mencebikkan bibirnya. "Yahh, nggak bisa sarapan bareng dong." Nada suara Kinanmenjadi sendu.

Zena melirik anak gadisnya yang nampak kecewa lalu wanita itu mengusap kepalanya. "Papa kamu juga punya urusan sendiri sayang dan ada keluarganya juga yang harus dia urus," jelas Zena.

"Siapa bilang aku ngurus keluargaku yang lain sedangkan keluarga kecilku hanya di sini?" tanya Danu yang tiba-tiba saja sudah terlihat menyender di tembok penyekat.

"Sejak kapan kamu ada di situ?" tanya Zena melayangkan tatapan penuh selidiknya.

"Sejak kamu bilang kalo aku punya keluarga yang lain," jawab Danu lalu kakinya melangkah mendekat ke arah meja makan lalu duduk di salah satu bangkunya.

"Memang betul 'kan?"

"Zena, keluargaku hanya di sini dan ingat, tidak ada yang lain."

"Mama, papa, udah dong jangan ribut terus, dari pada ribut lebih baik kita sarapan bareng," ucap Kinanmencoba melerai pertengkaran keduanya.

Zena dan Danu saling beradu pandang, namun tatapan mata keduanya harus berakhir ketika Kinan sengaja berdehem.

Suasana sarapan pagi itu sungguh sangat romantis, seperti keluarga bahagia yang tidak pernah mengalami masalah. Kinan bahagia ketika bisa sarapan bersama seperti ini. Mama dan papanya berkumpul dalam satu meja yang sama, dan membahas topik pembicaraan yang sama pula.

Lagi-lagi bibir Kinan melengkung ke atas membentuk bulan sabit ketika tidak sengaja melihat sang mama tengah menatap diam-diam sang papa. Mamanya itu memang masih menaruh rasa, namun enggan untuk berkata jujur karena masih ada keraguan di dalam hatinya.

Kinan melambaikan tangannya kepada Zena ketika sudah masih ke dalam mobil Danu. Pagi ini Danu berniat untuk mengantarkan sang anak untuk pertama kalinya ke sekolah.

Kepergian Kinan dan Danu diiringi lambaian tangan dari Zena dan tidak lupa senyum manisnya selalu terbit menghiasi wajahnya yang semakin hari semakin terlihat cantik.

Sementara di dalam mobil Danu, Kinan tidak berhenti menarik senyumnya sehingga membuat Danu juga ikut menyunggingkan senyumnya.

"Anak papa kelihatannya seneng banget nih, mau ketemu pacarnya ya?" goda Danu.

"Ihh papa, Kinan nggak punya pacar tahu," elaknya.

"Masa sih anak papa yang cantik ini nggak punya pacar?" tanya Danu yang masih saja gencar menggoda putrinya.

"Iya papa, mana ada yang mau sama ketos yang galak dan judes kaya Kinan? Yang ada pada kabur semua," ucap Kinan diakhiri dengan gelak tawa.

"Wah, sangat di sayangkan. Padahal anak papa ini tidak segalak yang mereka pikirkan."

"Kinan galak juga karena papa, Kinan nggak mau hatinya terluka karena pria dan mama selalu menasehati Kinan jangan pernah percaya dengan ucapan lelaki," jelas Kinan.

Raut wajah Danu seketika berubah sendu. Ternyata selain Danu melukai Zena, dirinya juga meninggalkan ketraumaan terhadap anaknya. Sepantasnya di umur Kinan yang sekarang, gadis itu menikmati hari bersama pria yang dicintainya, namun apa yang telah Danu torehkan membuat anaknya memendam itu semua.

"Maafkan papa, papa memang bodoh di masa lalu," ucap Danu lirih.

Kinan melirik Danu lalu memegang lengan lelaki itu dengan lembut. "Maaf pah, bukan maksud Kinan untuk mengungkit masa lalu. Kinan berharap papa nggak nyakitin hati mama lagi, karena kalau itu terjadi sama aja papa nyakitin hati Kinan. Pah, Kinan sangat berharap papa dan mama bisa bersatu kembali." Kinan menjeda ucapannya lalu kembali menatap lurus ke depan. "Jujur saja, Kinan menginginkan keluarga yang utuh, pah," sambungnya wajah yang ceria itu kembali sendu.

Danu menghela napasnya pelan lalu tangannya terulur untuk menggengam tangan purtinya. "Papa tidak akan berjanji Kinan, karena papa takut papa akan mengingkari janji itu lagi. Akan tetapi, papa akan membuktikan keseriusan papa untuk menikah dengan mama kamu."

Kinan tersenyum lalu kepalanya mengangguk. "Kinan yakin sekarang papa sudah menjadi lelaki sejati. Kembalikan kepercayaan mama ya, pah."

"Pasti, sayang," ucap Danu dengan senyum tipis di wajahnya.

Mobil yang dikendarai Danu itu semakin melaju membelah jalanan kota yang padat akan kendaraan dan membutuhkan waktu beberapa saat untuk sampai di sekolah SMA Paripurna Negara.

Nyaris Kinan tidak tahu bagaimana caranya menutup bibirnya yang terbuka karena melihat pemandangan yang tidak biasa di depan matanya.

"Sayang, ayo kita turun," ucap Danu yang sudah melepas selbetnya.

"Pah, i-ini ...?" sungguh, Kinan tidak bisa berkata-kata lagi.

"Apakah kamu lupa jika papa adalah salah satu donator terbesar di sini?" tanya Danu. "Ini semua menyambut kehadiran kamu lagi di sekolah ini," jelas Danu.

Rombongan anak osis memegang spanduk yang di sana terpampang jelas namanya berserta fotonya. Kinan hanya bisa mengeluarkan tangis harunya.

"Selamat datang, Kinan," ucap pak Caka sembari memasangkan rangkaian bunga di leher Kinan.

Danu yang melihat penyambutan itu hanya bisa tersenyum, dirinya mencoba menahan air matanya agar tidak tumpah.

"Selamat datang kembali di sekolahan ini, Kinan," ucap Momina sembari memeluk Kinan dengan erat.

Vania yang melihat itu hanya bisa menitihkan air mata haru. "Kinan, maafkan ibu yang sudah marah-marah sama kamu waktu itu."

Kinan tersenyum sembari melepas pelukan Momina. "Tidak pa-pa bu, saya sudah tidak mengingtanya lagi," ucap Kinan membalas pelukan Vania.

"Pak Danu, saya selaku kepala sekolah dan mewakili seluruh guru di sini ingin meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kejadian beberapa minggu yang lalu. Saya sebagai kepala sekolah merasa bodoh sekali karena sudah percaya dengan gosip murahan yang sempat beredar itu," ucap Caka raut wajahnya terlihat sedih.

"Tidak apa pak Caka, maafkan Jesika yang sudah bertindak onar di sini."

"Kami akan memberikan sanksi yang pantas untuk Jesika."

"Lakukan pak, kalau begitu saya pamit karena tidak bisa berlama-lama di sini." Danu menatap Kinan. "Kinan, papa pergi dulu ya sayang kamu hati-hati."

Kinan melemparkan senyum manisnya. "Iya pah, hati-hati juga di jalan."

Kinan melambaikan tangannya ketika mobil yang dikendarai Danu itu semakin menjaduh dari area sekolahan.

Kinan sempat berdiri lama di lapangan sekolah karena seluruh anggota osis dan guru-guru beserta siswa-siswi memberinya selamat karena telah kembali bersekolah dan terbukti tidak bersalah.

Setlah sekian lama berdiri di lapangan sekolah, akhirnya Kinan bisa mendudukan dirinya di bangku yang selama ini dirinya rindukan. Di sana juga terdapat Della yang tengah berceramah karena tidak diberi tahu sebelumnya jika Kinan telah kembali bersekolah.

"Kinan, lo dengerin gua ngoceh nggak sih?" tanya Della kesal.

"Iya, gua denger kok. Mana pernah sih gua nyuekin lo kalo lagi ngomel gini?" tanya Kinan mengedipkan sebelah matanya.

"Abisnya kenapa lo nggak bilang ke gua sih kalo hari ini itu lo udah bisa sekolah lagi?"

"Kejutan Della, kalo gua ngomong itu namanya bukan kejutan. Sekali-kali gua bikin lo terkejut."

"Kinan."

Gelak tawa Della dan Kinan terhenti setelah mendengar suara boriton itu yang sudah berada di samping Kinan.

Kinan mendongakkan kepalanya dan ternyata sudah terdapat Gavin berdiri tepat di sampingnya. Kinan kembali menormalkan wajahnya.

"Kenapa?" tanya Kinan terdengar enggan.

"Gua mau ngomong sesuatu sama lo," jawab Gavin. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top