31

"Bagaimana ini bisa terjadi, dok?" tanya Danu yang mulai frustasi.

"Maaf, kami sebagai tim medis sudah bersaha semaksimal mungkin. Kondisi pasen sangatlah kritis dan saya mohon kepada pihak keluarga untuk tetap berd'oa."

"Baik dok, lakukan yang terbaik untuk istri saya. Kalau begitu saya permisi."

Danu begitu kacau ketika keluar dari ruangan dokter. Tubuhnya lemas seakan tulang-tulangnya sudah remuk bersama air mata yang sedari tadi tidak berhenti mengalir. Danu mengusap air matanya kasar ketika melihat Kinan mulai mendekatinya.

"Apakah anda sudah puas?" Kinan menatap Danu penuh kebencian. "Jika sudah, silahkan anda pergi. Kehancuran saya sudah nyata di depan mata, lalu apa lagi yang anda tunggu, tuan?" sambung Kinan.

Danu bangkit dari duduknya. Kehancuran yang selalu Kinan ucapkan menjadi tanda tanya besar untuknya. Danu tidak akan pernah membiarkan kehancuran itu menghantui dua wanita yang dicintainya.

Danu menarik tubuh mungil Kinan ke dalam pelukannya. Lelaki itu menangis sejadi-jadinya ketika bisa merasakan memeluk putrinya untuk yang ke dua kalinya. Tubuh mungil Kinan mampu membuat Danu tenang, sama seperti saat dirinya memeluk Zena ketika terluka.

"Maafkan papa, kesalahan papa memang tidak bisa dimaafkan. Papa mohon sama kamu Kinan, beri papa kesempatan untuk memperbaiki semuanya," ucap Danu suaranya terdengar parau.

Kinan masih terdiam, antara ingin menangis dan menjerit. Pelukan ini lah yang sedari kecil diimpikannya begitu hangat dan menenagkan. Namun, Kinan juga ingin marah kepada lelaki yang tengah memeluknya itu, karenannya pula hidupnya menjadi menderita.

Danu mengurai pelukannya. "Papa tahu kamu masih membutuhkan waktu sendiri." Danu membalikkan tubuhnya hanya sekedar untuk mengusap air matanya agar tidak terlihat lemah di mata Kinan.

Kinan menatap Della untuk memberikan saran terbaiknya. Della pun paham, gadis itu mengangguk sebagai jawabannya seolah tengah berkata 'semuanya bisa dimulai kembali.'

Kinan menatap punggung kokoh milik Danu semakin menjauh ada rasa tak rela dan ingin mencegahnya.

"Kinan butuh papa di sini," ucap Kinan yang sudah memeluk Danu dari belakang.

Keromantisan yang diciptakan antara anak dan papa itu disaksikan nyata oleh Jesika. Tanpa Jesika sadari, tangannya sudah terkepal dengan erat dan air matanya kembali berjatuhan.

Rasa sakit ketika mengetahui fakta ternyata papanya bukan hanya untuk dirinya. Lelaki yang selama ini Jesika banggakan ternyata bukan hanya untuk dirinya seorang. Jesika sangat jelas melihat sorot kebahagiaan dari mata Danu dan tatapan itu tidak pernah diberikan kepadanya sejak dulu.

"Papa mohon ulangi sekali lagi, sayang," pinta Danu yang sudah kembali membalikkan badannya.

"Kinan butuh papa di sini." Kinan mengulangi ucapannya.

"Papa akan selalu ada untuk kamu, sayang." Danu kembali menarik Kinan ke dalam dekapan hangatnya.

Tidak bisa Danu mengelak, jika saat ini hatinya terharu bahagia ketika mendengar Kinan memanggilnya 'papa' untuk yang pertama kalinya. Ada sensai lain padahal Jesika juga sering memanggilnya papa.

Kinan melepaskan pelukan Danu secara paksa ketika gadis itu melihat Gavin melayangkan tatapan tajamnya.

"Kenapa sayang?" tanya Danu mengerutkan keningnya.

"Ternyata bokap gua belum cukup ya Kin?" tanya Gavin menyindir tajam.

Kinan memalingkan wajahnya, dirinya enggan menatap Gavin ketika lelaki itu menatapnya penuh hinaan, seolah Kinan adalah gadis paling kotor di dunia ini.

"Maafkan anak gua, Danu. Mulutnya memag susah untuk dikontrol," ucap Banyu yang baru saja datang.

"Boy, jangan seperti itu. nanti cintamu ditolak baru tahu rasa," cibir Banyu kepada Gavin.

"Jika waktunya sudah tiba, apakah kamu bisa menghindarinya?" tanya Banyu meledek.

"Gavin mendengus kesal ketika papanya itu selalu saja meledek dan mencibirnya habis-habisa di depan umum seperti itu.

Gavin sempat terkejut ketika Kinan berada di dalam pelukan seorang lelaki paruh baya dengan begitu nyamannya. Jujur saja Gavin berbipiran buruk tentang itu. Gavin berpikir Kinan adalah gadis murahan yang mau dipeluk oleh sembarang orang.

"Banyu, mungkin saja Gavin belum tahu yang sebenarnya," ucap Danu mencoba melerai pertengkaran antara anak dan papa yang sempat memanas itu.

"Mohon maaf, apa bisa berbicara dengan keluarga ibu Zena?" tanya sang dokter.

Kinan dan Danu saling beradu pandang. "Boleh," jawab Danu.

"Mari ikut ke ruangan saya."

Danu mengikuti langlah dokter itu menuju ruangannya dan tak lupa membawa Kinan ikut serta masuk ke dalamnya.

"Saya akan memberikan kabar gembira, ibu Zena sudah melewati masa kritisnya dan kita tinggal menunggu beliau siuman. Bu Zena sudah bisa dipindahkan ke ruang perawatan."

Kinan dan Danu menghela napasnya lega. Kinan tersenyum bahagia akhirnya sang mama bisa kembali pulih dan Kinan berharap semuanya akan kembali seperti sedia kala.

"Alhamdulillah, terima kasih, dok," ucap Kinan setulus hati.

"Berkat do'a dari keluarga semua membuat kami para tim medis mempunyai kekuatan lebih. Hanya Tuhan yang mampu memberikan keajaiban ini," ucap sang dokter.

"Siapkan ruang perawatan terbaik untuk istri saya, dok." Perintah Danu.

Kinan menatap Danu dengan kerutan di keningnya. "Istri?" gumam Kinan.

"Mama kamu kan memang istri papa," jelas Danu dan membuat Kinan mengangguk ragu.

***

"Pah, kenapa papa nyuruh Gavin ke rumah sakit ini sih? Papa mau ngebuktiin apa lagi sih? Udah jelas-jelas ...."

"Jelas-jelas apa? Kamu itu nggak tahu kebenaran yang sesungguhnya, Gavin," sela Banyu memotong ucapan Gavin yang sudah tidak bisa dikontrol lagi.

"Papa lebih ngebelain selingkukan papa itu?" tanya Gavin tidak percaya.

"Siapa yang lo maksud selingkuhan, Gavin?" tanya Kinan yang sudah berada tidak jauh dari keduanya berdiri. "Bahkan lo nggak berusaha nyari tau kebenarannya," lanjut Kinan melemparkan tatapan kecewanya.

Gavin berdecih, "Nggak usah nyari muka di hadapan papa gua, Kin. Mungkin papa gua bakalan luluh, tapi nggak buat gua!" ucap Gavin tegas lalu lelaki itu melenggang pergi.

"Anak lo bener-bener ya, keras kepalanya melebihi lo," ucap Danu yang sudah berada di samping Kinan.

"Nu, maafin anak gua."

Danu mengangkat tangan kanannya bertanda lelaki itu sudah tidak mau lagi mendengar penjelasan apa pun dari sahabatnya itu. Danu tidak habis pikir dengan tingkah Gavin yang secara terang-terangan menjatuhkan harga diri putrinya.

Danu dan Kinan melenggang pergi meinggalkan Banyu yang masih terpaku di tempatnya.

"Dasar anak nakal," geram Banyu kesal lalu lelaki itu juga meninggalkan tempat.

***

Tidak terasa waktu telah merangkak begitu cepat. Dua jam sudah Danu berada di ruang rawat Zena, wanita yang selama ini dirinya rindukan kini terbaring lemah bertarung nyawa melawan penyakitnya.

Danu tidak berbohong jika hatinya saat ini terasa sakit ketika melihat wajah yang setiap harinya tersenyum cerah hingga menimbulkan rona merah, kini harus lenyap digantikan dengan wajah pucat pasi yang membingkainya.

"Sayang, mas harap kamu bisa cepat pulih dan mas janji akan membahagiakan kalian," ucap Danu sembari mencium punggung tangan Zena penuh ketulusan dan cinta.

Kesalahannya di masa lalu memang tidak bisa dimaafkan, namun Danu tidak akan berhenti untuk merebut kembali kekasih hatinya. Danu sangat merindukan apa pun yang ada di diri Zena, terutama rengekan manjanya ketika menginginkan sesuatu.

Tidak terasa air mata Danu kembali mengalir ketika mengingat masa-masa dahulu ketika dirinya dan Zena bahagia bersama. Meskipun hidup susah, namun Danu merasa dunianya bahagia. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top