30

Banyu menatap sengit ke arah sahabatnya, siapa lagi kalau bukan Danu. Sedari tadi Danu hanya diam setelah berhasil membuat ruang kerjanya berantakan. Danu sempat murka ketika mengetahui dalang di balik gosip Kinan yang beredar luas.

"Danu, mau ampe kapan lu diem-diem terus begini? Terus gunannya gua ke sini buat apa? Nggak berfaedah banget liatin lu ngamuk kaya gini," omel Banyu.

"Banyu, kenapa anak gua bisa digosipin selingkuh sama lo sih?" tanya Danu menatap sahabatnya itu penuh dengan tanda tanya. "Atau jangan-jangan lo yang ganjen ya?" tuduh Danu seenak hatinya.

"Sembarangan lo! lo nggak tau gimana pekanya si Saira, gua ngobrol sama cewek lain aja udah marah, apa lagi selingkuh? Bisa mati gua dicekek sama dia," ucap Banyu.

Danu mengusap dagunya lalu mengangguk membenarkan ucpan Banyu. "Sekarang gua harus apa?"

"Mana gua tau, urus tuh anak perempuan lo yang suka tebar gosip murahan dan istri lo yang sukanya foya-foya. Lo itu pinter, tapi bego dalam masalah percintaan. Bisa-bisanya lo ninggalin Zena buat perempuan liar kaya dia sih?"

"Itu juga bukan keinginan gua, Banyu," elak Danu.

"Kenapa lo mau?"

"Saat itu gua nggak bisa apa-apa selain nurut."

Banyu menghela napasnya kasar. Banyu sangat tahu bagaimana posisi Danu dulu yang belum mempunyai apa-apa dan selalu saja direndahkan oleh keluarganya sendiri.

"Terus tindakan lo selanjutnya gimana? Gua nggak mau ninggalin rumah cuma buat nungguin lo marah-marah nggak jelas kaya gini. Lo harus mulai berpikir jernih Nu, lo udah ketemu Zena dan Kinan dua wanita yang selama ini lo cari. Cukup lo bodoh di masa lalu," ucap Banyu sembari menepuk pundak Danu.

Saat Banyu dan Danu saling diam, tiba-tiba pintu ruangan Danu dibuka dengan keras oleh seseorang. Di ambang pintu terlihat Nadya memandang Danu dengan sorot mata penuh kemarahan.

"Apa-apaan kamu Nidya?!" tanya Danu dengan suara meninggi.

"Maksud kamu apa mas? Kamu mau balik lagi sama wanita itu?!" tanya Nidya dengan nada keras pula.

Napas Nidya semakin memburu ketika Danu memberikan sorot mata tajamnya. "Kamu udah janji sama mama, mas. Kalo kamu nggak akan kembali lagi sama wanita kampung itu!"

"TUTUP MULUTMU NIDYA! Kamu sama Zena nggak ada apa-apanya. Zena wanita yang baik, lemah lembut, dan pengertian. Sedangkan kamu, hidup kamu selalu saja berfoya-foya, kesana-kemari tanpa ada tujuan yang jelas, dan kamu menelantarkan anak kamu sendiri!"

"Dia juga anak kamu, mas!"

"Saat kita nikah, kamu sudah mengandung tiga bulan, Nidya! Sedangkan aku tidak pernah menyentuh wanita lain selain Zena!"

"Maksud mama sama papa apa?" tanya Jesika yang tiba-tiba hadir di tengah-tengah perdebatan keduanya. "Kalau aku bukan anak papa, lalu Jesika anak siapa, mah?" tanya Jesika dengan air mata yang sudah mengalir deras.

"Sayang, kamu anak mama sama papa kok," ucap Nidya mencoba menggapai tubuh Jesika untuk dipeluknya.

"Mau sampai kapan kebohongan ini kamu tutupi, Nidya?" tanya Danu.

"Mas ...."

"Kamu bukan anak saya Jesika, anak saya hanyalah Kinan. Gadis yang berhasil kamu jatuhkan, sejatuh-jatuhnya dengan teganya kamu menebar gosip murahan seperti itu!" ucap Danu menatap sengit kearah Jesika.

"Mas, aku mohon." Nidya bersimpuh di kaki Danu, wanita itu ingin Danu menghentikan semua ucapannya.

"Kamu masih mau membela anak kamu ini? Lihatlah, hasil didikan kamu yang luar biasa!"

Jesika terdiam, kepalanya tertunduk gadis itu tidak berani menatap Danu, karena tatapan matanya mampu membuat Jesika bergetar.

"Bisa kamu jelaskan apa maksud dari tindakan kamu itu, Jesika?" tanya Danu lagi.

"A-aku, a-aku hanya iri kepada Kinan, pah," jelas Jesika dengan nada yang bergetar.

"Iri dengan gadis sederhana seperti, Kinan?" tanya Danu mengusap wajahnya frustasi. Danu tidak percaya mengapa bisa Jesika iri kepada Kinan?

"Karena semua yang Jesika inginkan, Kinan selalu mendapatkannya, pah."

"Keinginan apa yang kamu tidak bisa dapatkan? Semua fasilitas sudah papa lengkapi, bahkan kamu ingin ke luar negeri sekarang juga bisa. Lalu apa yang kurang?"

"DIA MEREBUT POSISI JESIKA DALAM SEMUA HAL PAH, DIA JUGA SELALU MENDAPAT PUJIAN DARI PARA GURU DAN DIA JUGA MEREBUT PERHATIAN DARI LELAKI YANG JESIKA SUKA, PAH!"

"Lihatlah Nidya, didikanmu sungguh luar biasa," ucap Danu sembari melemparkan senyum smirknya.

"Dan dia juga berhasil merebut hati papa," sambung Jesika nadanya terdengar sangat terluka.

Tiba-tiba gawai milik Danu berdering. lelaki itu merogoh saku celananya untuk mengambil benda pipih itu.

"APA!" teriak Danu ketika mendapatkan kabar dari sang penelepon.

"Jesika, ikut dengan saya sekarang juga!"

Danu menarik kasar pergelangan tangan Jesika sampai gadis itu meringis kesakitan. Nidya yang melihat anaknya merasakan kesakitan mencoba menolongnya, namun Danu tidak menghiraukan itu.

Banyu berdecak kesal ketika kehadirannya sudah tidak dibutuhkan lagi, seenaknya Danu melenggang pergi begitu saja tanpa mengajaknya.

"Gavin, tolong datang ke alamat yang sudah papa kirimkan," ucap Banyu kepada Gavin lewat gawainya.

***

"Gavin, kamu mau kemana?" tanya Saira.

"Gavin ada urusan sebentar mah. Assalamualaikum." Gavin mencium punggung tangan Saira lalu mengecup ke dua pipi wanita itu.

Saira menghela napasnya kasar, jika Gavin dan suaminya pergi, dirinya pasti kesepian karena di ruamah besar itu hanya tinggal dirinya seorang.

***

Della masih setia menunggu Kinan yang masih terbaring di brangkar rumah sakit dengan mata terpejam. Sedari tadi Kinan belum juga membuka matanya karena syok yang dialaminya terlalu berat.

Della mencoba menghubungi Danu untung saja gawai pria paruh baya itu selalu saja diaktifkan, maka dari itu Della tidak terlalu cemas sekarang.

"Della, bagaimana keadaan putri, om?' tanya Danu yang tiba-tiba saja masuk ke dalam ruangan dan berhasil membuat Della terkejut.

Della beranjak dari duduknya dan mempersilahkan Danu untuk melihat sendiri kondisi Kinan. "Masih belum sadar om," jelas Della.

"Apa yang terjadi?" tanya Danu tatapan matanya tak lepas dari sosok gadis manis yang tengah terbaring di hadapannya.

"Untuk lebih jelasnya, om bisa menemui dokter karena Della rasa, Della tidak berhak untuk menjelaskannya."

Della memang belum memberi tahu keadaan yang sebenarnya, karena gadis itu merasa dirinya tidak berhak atas itu.

"Baiklah, om akan menemui dokter. Tolong jaga Kinan ya."

Della mengangguk. "Iya, om."

Setelah kepergian Danu, Della kembali mendudukan dirinya di tempat semula. Tangannya terulur untuk menggengam tangan sahabatnya itu dengan erat. Tidak lama kemudian, jemari Kinan bergerak dan matanya mulai mengerjap.

"Dell, ini nggak mungkin 'kan?" tanya Kinan isak tangisnya mulai terdengar kembali.

"Kinan, tenangin diri lo ya. Mama lo lagi kritis. Kita berd'oa aja ya."

"Lo mau kemana?" tanya Della ketika melihat Kinan ingin turun dari brangkar.

"Gua mau ketemu mama," jawab Kinan.

"Kondisi lo ...."

"Dell, please."

"Ok, gua bantu lo turun."

Saat Kinan dan Della keluar dari ruang rawat, keduanya harus dikejutkan dengan hadirnya sosok gadis yang tiba-tiba saja muncul. Kinan menatap gadis itu acuh begitu pun dengan Della. Keduanya memilih untuk melewati gadis itu tanpa menyapanya. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top