28
Gavin begitu murka kepada sang papa. Sudah beberapa menit yang laku lelaki itu sampai di rumahnya dan langsung mencari keberadaan Banyu. Gavin tidak bisa lagi menahan amarah yang sudah hampir meledak saat dirinya melihat Banyu tengah berucap manis kepada Saira.
"Papa!"
"Gavin, dateng-dateng itu salam dulu kek, cium tangan mama sama papa, ini malah langsung marah-marah sama banting tasnya," protes Sania.
"Sekarang papa jelaskan maksud dari foto ini." Gavin menyerahkan ponselnya yang terdapat foto Banyu dan Kinan.
"Pah ..." Sania menatap banyu dengan penuh tanda tanya.
Banyu menutup mulutnya tidak percaya dengan apa yang lelaki itu lihat. "Kamu percaya sekali dengan gosip murahan seperti itu, Gavin?" tanya Banyu sembari mengembalikan gawai milik anak lelakinya itu.
"Maksud papa apa?" tanya Gavin, rahangnya semakin mengeras ketika melihat Banyu terlihat tenang-tenang saja.
"Mah, jangan pernah percaya dengan gosip tidak berbobot seperti itu," ucap Banyu kepada istrinya, mencoba menenagkan sisi singannya yang hampir terbangun.
"Tapi foto itu sudah ...."
"Sttt, mama sayang. Dia Kinan, papa tidak sengaja bertemu dengannya di tempat Danu. Papa hanya mengobrol denganya, karena papa penasaran mengapa gadis selugu Kinan bisa berada di tempat seperti itu dan tidak hanya itu, papa melihatnya seperti melihat seseorang di masa lalu Danu," jelas Banyu.
"Gavin, duduk dulu, kamu ini tidak sopan sama orang tua. Mau papa potong uang saku kamu?" banyu menggertak Gavin dengan ancaman yang selama ini dipakainya untuk membuat patuh.
Dengan perasaan yang masih kesal, Gavin duduk di kursi tidak jauh dari ke dua orang tuanya duduk. Penjelasan sang papa belum membuatnya puas.
"Kenapa papa terlihat akrab sama dia?" tanya Gavin yang masih mempertahankan tatapan penuh selidiknya.
"Papa berniat untuk menjadikannya menantu," jawab Banyu asal.
Saina menyikut perut Banyu sampai lelaki paruh baya itu menggaduh kesakitan. "Mulut kamu pah, ngajarin anaknya kok nggak baik sih. Gavin itu masih sekolah, masih labil. Mama nggak mau dia nikahin anak orang terus ditelantarin begitu aja, emangnya perasaan wanita itu seperti barang sekali pakai?" Saira sangat tersulut emosi.
Banyu menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. "Ya bukan begitu mah. Abisnya Kinan anak baik-baik kok."
"Anak baik-baik?" tanya Gavin diiringi kekehan. "Bekerja di tempat club seperti itu, papa bilang anak baik-baik? Papa terlalu tertipu dengan kepolosan wajahnya," sambung Gavin berdecih.
"Mah, lihatlah! Anak kita sudah mulai main cinta-cintaan," goda Banyu mencoba memecahkan suasana.
"Papa!" peringat sang istri tajam.
Bibir Banyu terbungkam detik itu juga. Kemarahan Saira adalah alasan mengapa Banyu terbungkam tanpa celah.
"Kenapa kamu bisa menyimpulkan seperti itu, Gavin?" tanya Saira, wanita itu menatap Gavin dengan kening mengerut.
"Mah, bayangkan saja, tidak ada gadis baik-baik yang mau bekerja di tempat yang penuh wanita penggoda seperti itu." Gavin berbicara dengan suara keras, hatinya panas terbakar ketika mengingat kembali foto itu.
"Papa tahu Kinan punya alasan tersendiri," sela Banyu cepat. "Apakah kamu pernah bertanya kepada gadis yang kamu cintai itu?" tanya Banyu nadanya menggoda.
"Gavin tidak pernah mencintainya, pah," bantah Gavin tegas.
"Oh ya?" tanya Banyu memincingkan matanya tidak percaya. Anak lelakinya itu memang terlalu munafik masalah hati. Jika sudah sakit hati pasti akan menyesal di akhirnya.
Saira kembali melayangkan cubitan panas untuk suaminya itu. "Papa!" Saira menggeram kesal. Saira terlampau geram dengan Banyu, suaminya itu memang tidak pernah berhenti menggoda Gavin tentang masalah cinta.
Banyu hanya menampilkan senyum polosnya ketika melihat sang istri tengah menatapnya penuh kekesalan. Menggoda anak lelakinya memang salah satu hobinya sejak dulu. Apalagi setelah melihat bahwa Gavin tengah terbakar api cemburu.
"Gavin sayang, kabar yang beredar itu belum tentu benar. Jika papamu ini berselingkuh dengan teman satu kelasmu, mama kurang percaya, waktu papa pulang malam itu mama tidak mencium aroma-aroma perselingkuhan. Kamu tahu kan kalau insting mama itu kuat? Apalagi kalau sudah menyangkut masalah pelakor," ucap Saira mencoba menghilangan kecurigaan di pikiran Gavin.
"Gavin mau ke atas dulu." Setelah berucap Gavin langung melenggang pergi menaiki anak tangga menuju kamarnya.
Setelah sampai di kamarnya Gavin menghempaskan tubuhnya begitu saja sampai tubuhnya terpantul beberapa kali. Gavin merubah posisinya menjadi telentang, lelaki itu menghela napasnya kasar. Ingatannya kembali pada sosok Kinan yang bisa mempora-porandakan hati dan otaknya. Sungguh posisi Kinan dalam hatinya membuat dirinya tidak waras.
***
Rungan bercat putih itu dengan khas bau obat-obatan terdengar sangat hening, yang terdengar hanyalah detik jam dan peralatan medis yang melekat pada tubuh Zena. Suasana kembali runyam ketika kesehatan Zena kembali kritis. Setelah pengakuan Danu, pikiran Zena kembali terpecah sehingga membuat kondisinya menurun. Wanita itu sempat mengeluhkan sakit di perutnya lebih tepatnya di area ginjalnya. Rasa sakit itu sudah tidak bisa tertahankan lagi, hingga Zena tidak sadarkan diri.
"Shit!" umpat Danu, matanya menyorotkan kemarahan setelah melihat gawainya.
Della mendongak, menatap Danu setelah mendengar umpatan keras dari lelaki paruh baya itu. alisnya kian menaut ketika melihat kepalan tangan Danu kian menguat sampai buku-buku jarinya memutih.
"Bima, tolong cari tahu siapa yang membuat gosip murahan itu!" perintah Danu kepada seseorang di sebrang sana.
"Kinan sayang, kenapa kamu tidak pernah bercerita tentang masalahmu?" tanya Danu pandangan matanya berubah sendu ketika menatap Kinan.
Kinan yang tengah berada di pelukan Della sedikit mendongak. "Untuk apa tuan mengetahui segala masalah saya?" tanya Kinan nadanya masih terdengar sengit.
Danu menunduk, tangannya memijit pelipisnya. Kepalanya terasa berdenyut nyeri. Masalah datang bertubi-tubi dalam waktu yang sama.
"Puas anda setelah melihat mama saya kembali kritis, tuan?" tanya Kinan yang sudah tidak berada di pelukan Della.
"Apa maksudmu sayang? Jelas papa tidak bahagia, bagaimana pun juga papa tetap mencintai mama kamu."
"Cinta?" Kinan terkekeh. "Meninggalkan wanita yang dicintainya hanya demi wanita lain? Apakah itu pantas disebut cinta, tuan Danu? Arti cinta bagi anda hanyalah butiran debu yang akan hilang seiring angin bertiup."
"Kinan." Della menyentuh pundak Kinan mengisyaratnya agar sahabatnya itu diam. Karena semakin Kinan berucap, maka hati Danu akan semakin terluka.
"Lo tau gua benci sama dia dari dulu kan, Dell?" tanya Kinan suaranya melemah.
Della mengangguk. "Iya gua paham. Tapi, nggak gini juga caranya. Mama lo lagi kritis Nan, gua nggak mau lo nyesel nantinya!" ucap Della menatap Kinan tegas.
Kinan terdiam. Kinan merasa apa yang diucapkan Della ada benarnya juga. Membahas masa lalu memang tidak ada habisnya, apalagi masa lalu itu begitu menyakitkan.
"Permisi, bisa berbicara dengan keluargannya?" tanya sang dokter yang baru saja keluar dari ruangan.
"Saya dok!" ucap Kinan dan Danu secara bersamaan.
Kinan menatap Danu penuh dengan peringatan. "Anda bukan siapa-siapa kami lagi," ucap Kinan tajam.
"Kinan, jangan egois," ucap Della mencoba menyadarkan Kinan kembali.
"Anda boleh ikut tuan."
Della tersenyum lalu mengusap punggung Kinan mencoba menguatkan. "Gua tunggu di sini. Lo masuk sama om Danu."
Kinan mengangguk lalu mengikuti langkah dokter untuk masuk ke dalam ruangannya. Kinan dan Danu terdiam, mendengar secara seksama penjelasan dari dokter mengenai kondisi Zena.
"Apa dok, operasi secepatnya?" tanya Kinan terbelalak kaget.
"Lakukan yang terbaik dok. Bila perlu hari ini juga," ucap Danu cepat.
"Apa tuan tidak berpikir bagaimana kondisi keuangan kami?" tanya Kinan. "Anda memang banyak uang tentu berbeda dengan kami."
"Papa yang akan menanggung semuanya sampai mama kamu sembuh, Kinan."
"Lalu anda mengharap imbalan apa? Ingin kembali seperti dulu, jangan harap! Saya orang paling pertama yang menentang itu!"
"Kinan dan pak Danu, saya mohon kalian jangan berdebat di saat seperti ini. Kinan, mama kamu sangat membutuhkan tanganan cepat, jika tidak nyawanya akan tidak tertolong."
Kinan mulai berpikir. "Lakukan sesuai dengan perintah lelaki paruh baya di samping saya ini dok."
Danu mengulas senyum tipis. Meskipun Kinan belum bisa memanggilnya 'papa,' namun Danu bahagia akhirnya gadis itu mau menerima bantuannya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top