Part 10 Kembali
Part 10 Kembali
Setengah jam kemudian, Lucius mengambil koper di tangan Calia yang baru saja keluar dari pintu kamar. Kemudian melangkah keluar dari apartemen lebih dulu. Menunggu sejenak ketika Calia mengunci pintu.
"Melihat tempat ini, kenapa aku masih terkejut Zsazsa dan Zaiden bisa tumbuh dengan ceria." Ada ejekan dalam suara Lucius ketika keduanya melangkah lift yang tak berada jauh dari unit Calia.
"Tidak semua kebahagiaan bisa dibeli dengan uang, Lucius." Ada sindiran yang terselip dalam nada suara Calia.
Lucius mendengus. Pintu lift terbuka dan Lucius mempersilahkan Calia masuk lebih dulu sebelum berdiri di samping wanita itu. Begitu pintu lift tertutup, wajahnya menoleh ke samping dengan seringai di ujung bibir. "Benarkah?"
Calia terdiam.
"Ya, tidak semua kebahagiaan bisa dibeli dengan uang. Tapi … butuh uang lebih banyak untuk kebahagiaan yang lebih besar, kan?" Lucius memberi jeda sejenak. "Juga untuk menyelesaikan semua tumpukan masalah. Itu alasanmu datang padaku, kan?"
Mulut Calia terbungkam rapat.
"Jika tidak ada masalah ini, kau tak mungkin datang padaku dan menanggalkan satu-satunya harga diri dan keegoisanmu."
Calia masih tak mengatakan apa pun. Apa yang dikatakan oleh Lucius sepenuhnya adalah kebenaran. Seluruh harga diri dan keegoisannya sudah ia gadaikan pada Lucius. Berada di tangan pria itu seutuhnya.
Pintu lift terbuka, keduanya menyeberangi lobi yang tidak luas dan beberapa orang berseragam serba hitam menyambut keduanya. Lucius memberikan koper Calia pada pengawal terdekatnya. "Aku yang akan menyetir."
Pengawal itu pun memberikan kunci di tangannya pada Lucius, yang kemudian membukakan pintu depan mobil untuk Calia.
"Hubungi kakakmu, kalau kita yang akan menjemput Zsazsa dan Zaiden," pintah Lucius begitu duduk di balik kemudi dan menyalakan mesin mobil, melaju meninggalkan bangunan bertingkat 8 tersebut.
Tanpa mengatakan apa pun, Calia pun mengirim pesan singkat pada Caleb. Yang tak berselang lama dibalas ya oleh sang kakak. Tak lupa juga pria itu menanyakan apakah semuanya baik-baik saja.
'Kita bicara nanti malam.'
Calia mematikan layar ponselnya dan kembali memasukkannya ke dalam tas.
Setengah jam perjalanan dalam keheningan, akhirnya Lucius menghentikan mobil di sebuah butik langganan yang masih Calia ingat tempatnya meski desain interior butik tersebut memiliki banyak perubahan seperti terakhir yang ia ingat.
Lucius melangkah turun lebih dulu, Calia menyusul di belakangnya. Seorang wanita cantik dengan penampilan sempurna rapi dan cantik menyambut pria itu.
"Tuan Cayson, bukankah janji temu untuk fitting baju …"
"Batalkan pesanan itu."
Mata wanita itu melebar terkejut. "Nyonya Cayson dan Nona Divya …"
"Mereka akan segera menghubungimu. Sekarang…" Lucius memiringkan tubuhnya ke samping dan menarik pundak Calia untuk berjalan lebih ke depan. "Berikan dia beberapa pakaian yang layak pakai."
Wanita dengan name tag Tatia di dadanya tersebut tak mampu menyembunyikan keterkejutannya dengan Calia yang penampilannya begitu lusuh. Mulut Tatia membuka tetapi kemudian tertutup kembali menyadari raut tidak suka tuan Cayson akan ekspresinya. "B-baiklah," ucapnya kemudian dengan suara yang sopan. Beralih pada Calia yang masih berdiri tanpa mengatakan apa pun. "Perkenalkan, saya manager di butik ini. Nama saya Tatia. Apakah anda menyukai model tertentu?"
Tanpa menjawab, Calia menatap ke sekeliling ruangan yang luas tersebut. Dengan berbagai macam model pakaian yang terpasang di manekin dan lebih banyak di gantungan. Sepatu, tas, dan perhiasan dipajang di etalase maupun rak kaca. Ini bukanlah pertama kalinya ia masuk ke butik ini tapi semuanya masih begitu asing.
"Tunjukkan model terbaru yang baru datang." Lucius berjalan lebih ke dalam, menuju sebuah ruangan yang dilengkapi set sofa dan ia duduk di tengah sofa panjang.
Tatia kembali terkejut, menatap Calia dan sang pelanggan VVIP dengan mulut yang masih terbuka. Namun sebelum kembali membuat tuan Cayson tersinggung, ia pun bergegas mengangguk patuh dan memerintahkan anak buahnya untuk mengeluarkan semua koleksi terbaru yang bahkan tidak akan dipajang untuk sembarang orang. Khusus untuk ditawarkan pada pelanggan VVIP mereka.
***
Satu jam kemudian, Lucius melangkah keluar dari butik dengan Calia yang sudah berpakaian lebih rapi. Dress hijau mint dengan lengan pendek dan panjang selutut. Mengenakan flatshoes dengan warna senada yang membuat penampilan Calia lebih segar dan lebih memuaskan mata Lucius.
"Aku ingin semua pakaian, sepatu, dan tas istriku dikirim ke rumah sore ini."
"Baik, Tuan." Tatia mengangguk dengan senyum lebar yang melengkung di wajahnya.
Lucius menarik tangan Calia dan dalam perjalanan menuju tempat mobil pria itu diparkir, Lucius berhenti di depan sebuah tong sampah dan melempar pakaian dan sandal Calia ke dalam sana. Tepat di depan mata Calia.
"Semua penampilan ini tak akan menutupi siapa diriku sebenarnya di mata keluargamu, Lucius," ucap Calia ketika Lucius sudah duduk di sampingnya. Lengkap dengan senyum kepuasan pria itu.
"Ya. Aku tak peduli apakah penampilanmu akan menyenangkan mereka atau tidak. Aku hanya peduli pada apa yang kuinginkan darimu. Sekarang, aku ingin merubah penampilanmu untuk memuaskan pandanganku. Jadi, sekarang tidak bisakah kau menyenangkan hatiku setelah delapan tahun penderitaan yang kau berikan padaku?"
Mulut Calia tertutup rapat, keduanya saling pandang dalam keheningan selama beberapa saat. Hingga akhirnya Lucius memutus kontak tersebut dan menatap ke depan. Mulai menyalakan mesin mobil.
***
Lucius kembali menghentikan mobil di area parkir rumah sakit. Ya. Keduanya perlu bicara dengan dokter yang akan menangani perawatan Zayn selanjutnya.
Hari ini putranya tersebut harus menjalani beberapa pemeriksaan dengan alat yang lebih canggih.
"Ini istri saya, Calia. Ibu Zayn." Lucius memperkenalkan Calia pada dokter Arfin. Yang kemudian mengulurkan tangan ke arah Calia.
Dokter Arfin tersenyum ramah. "Saya dokter Arfin. Dokter Reno sudah menghubungi saya untuk riwayat medis tuan Cayson junior. Dan saya yang akan menggantikan beliau untuk jadwal kemoterapi untuk dua hari yang akan datang."
Calia mengangguk. Mendengarkan beberapa penjelasan dokter Arfin yang rasanya sudah begitu familiar di ingatannya. Tetapi Lucius perlu mengetahui seberapa serius kondisi Zayn. Mulai dari rambutnya yang mulai rontok, dan semua jenis rasa sakit yang sedang dialami oleh Zayn.
Calia bisa melihat perubahan raut wajah Lucius yang mendadak memucat. Dan semakin memucat ketika tiba-tiba dokter menanyakan pada Calia tentang alasan dirinya tak bisa menjadi pendonor untuk Zayn meski golongan darah mereka sama.
"Ya, saya pernah mengalami kecelakaan sekitar sepuluh tahun yang lalu dan harus mendapatkan donor ginjal." Calia membenarkan pernyataan dokter Arfin.
"Apakah itu ada hubungannya dengan semua ini?" Tiba-tiba kepucatan di wajah Lucius semakin mengental.
Dokter Arfin mengangguk. "Ya, pendonor tidak boleh …"
"Bagaimana kalau pendonor pernah mendonorkan ginjalnya pada orang lain?" Lucius memenggal pernyataan sang dokter yang belum selesai.
Kali ini tak hanya wajah Lucius yang memucat, tetapi juga Calia. Wanita itu menoleh ke samping, terkejut oleh kepucatan di wajah Lucius.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top