Tujuh

"Sakit juga ya cubitan lo," tukas Sam sesaat setelah duduk di salah satu sudut kafe Polaris.

Nara tak langsung menjawab, hanya memutar bola mata sebal. Namun, karena masih ada sedikit rasa jengkel yang tersisa di hatinya, akhirnya dia menanggapi. "Lagian, lo sendiri yang bikin perkara. Ngapain coba tiba-tiba ngegas gitu? Lo pengin gue jatuh kejengkang? Kalau gue kenapa-kenapa gimana coba? Lo mau tanggung jawab?"

Wajah Sam berubah serius. "Tanggung jawab? Jalan gue masih panjang. Gue belum siap jadi papa muda, Ra."

"Sam!" Nara tak tahan lagi dengan kegilaan laki-laki itu.

"Iya, iya, sorry, maaf." Bibir Sam mencibir, pertanda tak ada penyesalan atas tingkah menyebalkannya tadi.

Untung saja pelayan datang dan menyelamatkannya dari amukan Nara lebih lanjut.

"Lo pesan apa?" tanyanya sembari melihat buku menu, lalu memilih kwetiau goreng dan jus semangka untuk membahagiakan cacing-cacing di perutnya yang sudah protes dari tadi.

Tanpa membuka buku menu, Nara selalu memesan minuman yang sama di kafe itu. "Iced matcha latte, tapi esnya sedikit aja ya, Mas. Terima kasih."

"Lo nggak makan? Gue yang traktir."

Nara menatapnya tajam. "Gue nggak minta."

Gadis itu kemudian mendengar dentingan dari ponselnya dan segera membaca. Dari raut wajahnya, tampak sekali pesan yang dikirim bukan berita yang baik.

"Sam, gue cek sekarang aja gimana? Kelamaan kalau nunggu lo makan."

Sam mengangguk setuju dan menyerahkan draft proposal yang sudah dia siapkan sebelumnya. Sementara itu, Nara sudah menyiapkan pulpen di tangannya untuk mencorat-coret draft proposal yang Sam susun.

Nara tak ada niatan mengajak Sam bicara. Gadis itu masih serius membaca sembari menambahkan beberapa catatan.

Laki-laki di hadapannya itu tersenyum simpul. Wajah Nara saat serius sangat lucu. Dahinya berkerut-kerut dan sesekali dia mengusap hidungnya yang mengembang itu dengan punggung tangan.

Sepuluh menit kemudian, Nara masih saja setia dengan keheningan, membuat Sam mulai mengetuk jarinya di meja.

"Lama banget ini yang masak. Cacing-cacing gue udah pada break dance di lambung."

Gadis itu melirik sekilas, lalu menukas, "Kalau pengin cepet, masak aja sendiri."

Terdengar dengusan dari laki-laki di hadapannya. "Lo nggak ada niatan nawarin gue makanan yang lo bawa tadi gitu? Laper gue, udah nunggu lo lama, nunggu pesanan juga lama."

Gadis itu mencebik kecil, sembari mengangsurkan mika berisi bolen pisang hasil praktiknya tadi. "Ya udah, silakan nyicip, tapi jangan banyak protes kalau rasanya nggak sesuai sama lidah lo."

Tanpa banyak cakap, Sam langsung membuka mika itu dan mengambil sepotong pisang bolen. Sementara Nara melanjutkan kegiatannya.

"Enak, Ra. Ini dijual juga?" tanyanya sembari mencomot sepotong pisang bolen lagi.

"Yang ini nggak. Yang buat dijual, bukan hari ini. Beda pelajaran." Nara sama sekali tak melirik si penanya.

Sam tampak tak keberatan dengan sikap Nara, karena setelahnya dia mengambil sebuah pisang bolen lagi. "Enak ya langsung praktik, terus bisa dapet duit juga."

"Ya... emang itu kan tujuan sebagian besar orang yang sekolah di SMK. Kami lebih banyak praktik dan ... hah? Sam!" Seruan Nara membuat laki-laki di hadapannya itu, menghentikan kunyahan.

"Kenapa?"

Gadis itu meletakkan draft proposal sepenuhnya, dan menatap Sam dengan jengkel. "Gue cuma minta lo buat nyicipin, bukan ngabisin. Ah, lo emang ya."

"Yah, sorry. Gimana dong ..., udah terlanjur masuk perut." Kali ini wajahnya benar-benar menunjukkan penyesalan. "Gue beli deh."

Nara berdecak kecil sebelum akhirnya mengambil pisang bolen terakhir dari mika. "Nggak usah. Lagian, apaan sih lo dikit-dikit traktir, bayarin, beliin. Keluarga gue emang bangkrut, tapi nggak segitunya juga sampai gue nggak punya duit."

Sam benar-benar merasa sungkan. Rasa pisang bolen yang sebelumnya manis di mulutnya, tiba-tiba saja terasa hambar. Wajah kecewa Nara lah penyebabnya.

"Anggap aja itu tadi buat ganti karena lo udah nunggu gue lama."

Ucapan Nara semakin membuat Sam tak enak hati, tapi bingung juga harus meminta maaf bagaimana lagi untuk menghilangkan rasa bersalah di hatinya.

"Gue nyebelin banget ya?" tanya Sam retoris. "Sorry banget. Gue keenakan, habisnya pisang bolen lo emang seenak itu."

Nara mengulum senyumnya, tapi kemudian kembali ke wajah datarnya. "Nggak usah sok-sokan ngerayu bilang enak. Gue nggak bakal ngasih izin lo nyicip masakan gue lagi. Yang ada entar lo abisan sewadahnya sekalian."

"Gue kelihatan rakus banget ya?" Sam malah tertawa. "Aduh, bikin ilfeel cewek yang suka sama gue nih."

Lanjutan kalimat Sam membuat Nara mencebik seketika.

"Mulai lagi deh," tukasnya sebal. "Itu dulu ya, Sam. Sekarang tolong diinget, gue nggak suka lagi sama lo."

Sam baru saja akan memprotes, tapi untung saja pelayan kafe datang dan mengangsurkan pesanan mereka.

Nara segera meletakkan pekerjaannya, dan berterima kasih.

"Gue heran kenapa banyak yang suka matcha. Perasaan rasanya kayak rumput," komentar Sam tatkala melihat Nara menyesap iced matcha latte-nya.

Gadis itu hampir tersedak karenanya. "Lo pikir gue kambing?"

"Nah, kan! Langsung nyolot. Gue kan cuma tanya." Memutar bola matanya jengkel, Sam melanjutkan menikmati kwetiaunya.

Keduanya kembali tenggelam dalam pemikiran masing-masing. Tak ada suara lagi kecuali dentingan sendok Sam yang beradu dengan piring dan suara Nara membolak-balik kertas.

"Nih." Gadis itu mengangsurkan draft proposal ke hadapan Sam, membuat laki-laki itu segera menghabiskan makannya.

Sam membaca hasil pekerjaan Nara sembari menyeruput jus semangkanya. Tampak sekali dia lega karena kesulitan menelan akibat makan terburu-buru.

"Emang masih zaman, Ra, danusan gini? Nggak praktis menurut gue," komentarnya saat melihat beberapa catatan Nara. "Kalau soal service motor atau mobil gratis dengan bayar ganti oli gue setuju sih."

"Tujuannya sama sih, buat branding sekolah gue. Yah, lo tahu sendiri, buat sebagian besar orang, Linus itu ya SMA Linus, padahal sekolah gue Linus juga. Jurusannya banyak, nggak cuma otomotif aja." Nara kembali menyesap iced matcha latte-nya sebelum melanjutkan. "By the way, lo belum baca sampai akhir sih. Mug, stiker, sama kue kering buatan anak sekolah gue bukan buat danusan, tapi sekadar ucapan terima kasih buat donatur yang udah sering bantu acara ini. Tirta bilang, duit tahun lalu masih ada lebihan kan? Gue kira, nggak bakal makan banyak biaya juga. Gimana menurut lo?"

Sam menipiskan bibirnya, ketahuan tidak membaca keterangan dengan teliti. Laki-laki itu mengangguk paham. "Bener juga sih. Tahun-tahun sebelumnya kan kita cuma ngasih kartu ucapan terima kasih. Lalu, soal branding ... kenapa cuma sekolah lo yang disebut? Kita kan satu yayasan. Sekolah gue juga dong."

"Ya kalau disebut semua, lo bisa bayangin seribet apa desainnya. Lagian, kenapa lo nggak bikin merchandise sendiri buat promosiin sekolah lo? Enak banget tinggal nebeng," cemooh Nara yang jengkel dengan ucapan Sam.

Sam terdiam sejenak memikirkan sesuatu, sebelum akhirnya kembali berujar, "Gimana kalau misal bikin goodie bag yang isinya macam-macam merchandise buat donatur, terus... "

"Itu sih kita yang donasi, bukannya nyari donatur," sela Nara cepat. "Bayangin aja, transfer seharga bakso semangkuk, tapi dapet macem-macem. Maksud gue soal merchandise tadi... "

"Ya lo main potong aja sebelum gue selesai ngomong." Giliran Sam yang memotong kalimat Nara. "Kita data donatur loyal yang sering ngasih sumbangan dari tahun ke tahun, buat dapat goodie bag yang isinya beberapa merchandise. Seperti yang lo bilang tadi, selain ungkapan rasa terima kasih dari kita, gue pikir mereka juga bakal lebih merasa dihargai. Lalu buat donatur lain, kita bisa bikin merchandise lebih sederhana yang biayanya jauh lebih murah dan bisa diproduksi massal dalam waktu singkat."

Mau tak mau Nara mengangguk setuju dengan usulan Sam. Sejenak berpikir, gadis itu kemudian menukas, "Gantungan kunci, kipas custom, bisa jadi pilihan buat yang lebih murah."

"Kita juga bisa bikin semacam hmm... apa ya istilahnya, misal kayak donatur loyal, dapatnya ABCD, lalu donatur platinum dapat ABC, dan seterusnya. Kayak loyalti program gitu. Lo paham maksud gue kan?" tanya Sam tampak tak yakin dengan kemampuan Nara mencerna ucapannya.

Mendengus sebal, Nara berujar, "Paham lah. Maksud lo, yang nyumbang segini dapat macem-macem. Yang nyumbang sekian, dapat semacem doang. Gitu kan?"

"Ih, pinter ya lo sekarang." Sam menyeringai lebar dan itu membuat Nara jengkel.

Sayangnya kejengkelan yang akan Nara lampiaskan, harus terhenti tatkala melihat laki-laki di hadapannya ini mencatat ulang poin-poin hasil diskusi mereka tadi. Ternyata Sam cukup bisa diandalkan.

"Sip! Tinggal nyesuain sama rencana anggaran nanti, sama sharing ke anggota yang lain." Laki-laki itu tampak puas dan memasukkan draft proposal ke dalam tasnya.

Tak ingin berlama-lama lagi, Nara segera menenggak habis minumannya dan mengajak Sam pulang.

Dan benar saja, dia buru-buru ke kasir dan membayar pesanannya sebelum Sam bertingkah seolah pahlawan dengan membayarinya minuman itu.

Gadis itu keluar lebih dulu dan memilih menunggu Sam di parkiran kafe.

Dari tempatnya berdiri, Nara bisa melihat Sam tampak memilih-milih cake yang ada di etalase samping kasir.

Gila. Itu perut isinya bukan cacing, tapi hewan-hewan se-Ragunan kali ya? Udah makan sebanyak itu, masih aja kurang.

Gadis itu tersentak dari pikirannya saat mendengar dering ponsel dari saku. Foto dan nama ibunya, tampak di layar.

"Baru selesai praktik, Ma. Tadi beresin dapur dulu," terang Nara sebelum Mamanya mengomel lebih jauh. "Iya, ini on the way pulang."

"Ckckck. Lancar banget ngibulnya," komentar Sam membuat Nara menoleh, sesaat setelah panggilan dari Mamanya berakhir.

Nara hanya memutar bola matanya. Malas untuk menanggapi ucapan Sam yang tampaknya sengaja agar gadis itu jengkel.

Merasa tak seru karena tak mendapat perlawanan, Sam berdecak sebal dan mengangsurkan helm pada Nara.

Hanya ada keheningan saat perjalanan pulang itu. Sam tak banyak berulah karena takut dicubit seperti tadi. Nara sendiri tampak enggan membuka obrolan terlebih dahulu, kecuali saat mengarahkan Sam alamat rumahnya. Toh, laki-laki itu sudah tahu keadaannya sekarang. Tinggal menunggu waktu yang tepat untuk Nara bercerita pada teman SD-nya dulu.

Tak sampai lima belas menit mereka sampai di tujuan. Nara turun dan berterima kasih karena sudah diantar pulang.

"Ternyata seru juga kerja bareng lo. Sorry waktu itu sempat ngeremehin lo," seloroh Sam sembari mengikatkan helm yang Nara pakai tadi di salah satu tangkai spionnya.

Nara tersenyum simpul mendengar orang yang beberapa hari yang lalu meremehkan kemampuannya, kini berbalik memujinya. "Hmm ... Lo juga sama."

"Oh iya, nih." Laki-laki itu mengangsurkan kotak berisi cake yang dia beli dari kafe Polaris tadi. "Matcha mousse cake. Tadi lo bilang suka matcha kan? Anggap aja ganti karena udah ngabisin bolen pisang lo."

Nara mengerjap beberapa kali. Seingatnya dia tidak pernah mengatakan menyukai matcha tadi. Namun, sepertinya Sam cukup peka dengan melihat minuman pesanan gadis itu. Ada sedikit bagian dari hatinya yang menghangat melihat perlakuan Sam saat ini.

"Gue... gue kira lo tadi beli buat lo sendiri." Nara tak langsung menerima kotak itu, membuat Sam menarik tangannya dan menyerahkan kotak itu padanya.

"Ya kali gue makan cake rasa rumput." Sam kembali memakai helmnya bersiap pulang. "Gue duluan ya. Jangan lupa dimakan cake-nya."

Nara hanya mengangguk sekilas. Gadis itu mati-matian mempertahankan wajah datarnya hingga akhirnya Sam melaju perlahan meninggalkan rumahnya.

Gadis itu tahu, seharusnya dia sadar tidak perlu menunjukkan bahagia berlebihan karena kehangatan yang menjalar di hatinya. Bagaimana pun, Sam sempat mengisi hatinya dulu.

Namun, mau ditahan sekeras apapun, akhirnya pertahanan gadis itu runtuh juga. Senyum lebar menghiasi wajahnya.

Gadis itu tak sadar, Sam yang belum begitu jauh dari tempatnya, bisa melihat senyum bahagia itu dari kaca spion.

Haha. Baper kan lo!

***

Halo~ adakah yang rindu mereka berdua adu mulut? Panjang banget chapter ini 🥲 semoga tidak membosankan.

Jadi, menurut teman-teman, Sam ini orangnya gimana? 🙈

Akhirnya balik lagi ke lapak ini setelah sekian purnama nggak update.

Semoga suka ya 🥰

Keep voting, keep posting comments, and happy reading, Beloved readers 💕

P. S Btw, thanks yang udah share cerita dan mention saya baik di instagram atau twiter 🥰 Love you to the moon and back 🤗

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top