Prolog
"Ra ... Kinara ...."
Terdengar sayup-sayup suara pria setengah baya yang memanggil namanya dengan nada geram tertahan. Pria itu menatapnya galak seolah ingin mengunyahnya hidup-hidup.
"Tidurmu nyenyak?" tanya pria setengah baya itu retoris, "Saat yang lain mengerjakan soal dengan sungguh-sungguh, kamu malah tidur pulas."
Nara menegakkan punggungnya sesegera mungkin. Dia berusaha merapikan rambutnya yang kini tak beraturan. Ditatapnya pria itu dengan takut-takut.
"Maaf, Pak Isman," cicit Nara perlahan.
"Lain kali jangan ulangi lagi ya," komentar pria itu dengan emosi yang mulai mereda. Dia kembali ke mejanya di sisi depan kanan kelas.
Dialihkannya pandangan ke arah papan tulis yang sudah penuh dengan soal-soal hitungan matematika dasar. Gadis itu mengernyitkan keningnya keheranan saat melihat suasana kelas.
Kenapa gue balik ke SD lagi?
Nara sempat mendengar cibiran halus dari seseorang yang duduk di belakangnya. Dia menengok gusar ke arah cibiran itu.
Lelaki berlesung pipi dengan rambut jabrik, tersenyum meremehkan ke arahnya.
"Bego!" desis lelaki itu pelan, tapi masih bisa didengar Nara.
Apaan sih? Nggak jelas banget itu orang!
Nara baru saja akan melempar kotak pensil ke arah lelaki itu, ketika sayup-sayup terdengar suara lain memanggil namanya. Entahlah, itu seperti suara Deska, anak jurusan Multimedia yang dihukum membantu di perpustakaan selama satu bulan, karena ketahuan memalak adik kelas.
Kok ada dia? Bukannya ini di SD ya?
"Nara, bangun!" Kali ini suara itu lebih keras dan disertai guncangan di bahunya.
Nara membuka matanya seketika. Kali ini yang ditatapnya adalah rak-rak buku ekonomi yang berjajar di hadapannya.
Cuma mimpi ...
"Lo tidur udah kayak koala." Kali ini Nara menoleh ke arah suara jengkel itu berasal. Deska, tengah menatapnya dengan pandangan gusar.
"Lo susah bener dibangunin. Lembur terjemahan lagi?"
Nara mengangguk sekilas, seraya merapikan rambutnya yang berantakan, "Ada apa, Des?"
"Pulang sekolah, lo nggak sibuk kan?" tanya Deska yang dijawab Nara dengan gelengan, "Syukur deh. Mbak Lani minta bantuin nyusun koran sama majalah lama. Lo tahu sendiri kan, kalau gue sama Mbak Lani sendiri yang nyusun, nggak bakal selesai hari ini."
Nara memandang gadis dengan rambut pendek sebatas bawah telinga itu sekilas, lalu tersenyum samar. "Lo mau ikut bantu? Bukannya hukuman lo selesai dua hari yang lalu? Lo sendiri dulu yang bilang, pengin cepet-cepet beres hukuman, biar nggak ngadepin tumpukan buku lagi."
"Ish ... gue dikutuk dedemit penunggu perpus nih kayaknya. Rugi banget hampir tiga tahun di sini, baru tahun terakhir gue habisin waktu gue di sini. Ternyata baca itu sama serunya kayak ngegosip ya? Banyak buku seru yang bikin gue nggak bisa berhenti baca." Tawanya terburai lantang, membuat Mbak Lani yang bertugas di perpustakaan, memperingatkannya untuk diam.
Nara mengangguk mengerti. Tanpa sadar, matanya menangkap bayangan berkilauan dari rambut Deska. Gadis tomboy yang lumayan dekat dengannya sebulan terakhir ini, memakai jepit rambut. Tentu saja hal itu membuat alis Nara bertaut.
"Tumben lo pakai jepit rambut?" tanya Nara tanpa bisa menyembunyikan keheranannya.
Lebih mengherankan lagi, kini pipi Deska bersemu sewarna lobster bakar. Merah merona.
"Nggak aneh kan, Ra?" tanyanya yang dijawab Nara dengan gelengan pelan. Nara bersyukur, setidaknya Deska berubah lebih memperhatikan penampilannya.
"Ini dari mantan gue," jawabnya yang malu-malu itu membuat mata Nara membulat sempurna.
"Mantan? Lo punya mantan? Mantan apaan?" tanya Nara tanpa bisa menyembunyikan keterkejutannya.
Deska menatap Nara malas. "Kenapa? Lo kaget cewek jelek kayak gue punya mantan?"
"Ish ... baperan. Nggak ada yang bilang lo jelek. Lo sendiri yang bilang, males mikirin cowok. Sekarang malah balikan sama mantan."
"Baikan sama balikan itu beda." Deska tak mau kalah. "Dulu kami sempat ribut setelah putus. Nggak ada salahnya kami temenan kayak dulu lagi."
"Ada gitu temen cowok ngasih temen ceweknya jepit rambut, terus temen ceweknya blushing parah kayak tomat rebus?" cibir Nara, tak percaya ucapan Deska.
"Iya-in aja sih, Ra, biar cepet," ujar Deska jengkel, membuat Nara tertawa ringan. "Gue juga nggak tahu bakal ketemu dia lagi. Mungkin ... gara-gara gue mimpiin dia minggu lalu, eh, kemarin sore malah ketemu dia yang lagi nyari kado buat Mamanya. Jepit ini cuma hadiah karena gue nemenin dia milih kado kok."
Pikiran Nara saat ini sudah tidak lagi memperhatikan cerita Deska. Dia teringat mimpinya yang baru saja terjadi. Tanpa sadar, Nara bergidik ngeri memikirkan segala kemungkinan yang ada di pikirannya.
Apa mungkin gue bakal ketemu lagi sama dia?
***
Halooo ... lama nih nggak nulis, lemesin jari sama otak dulu biar terbiasa nulis lagi hihihi 🙈
Ini adalah kali kedua saya menulis cerita remaja. Cerita pertama berjudul Janji yang merupakan salah satu novel finalis Belia Writing Marathon batch 2, yang sudah terbit dan tersedia di toko buku offline maupun online.
Jar of Memories ini merupakan salah satu cerita dalam seri "Teenage Dream". Jangan lupa baca cerita Easy-Peasy di simbaak dan One Call Away di awtyaswuri ya 🥰
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top