TIGA

Damian tak punya pilihan selain turun tangan menangani kasus Januar dan Juli. Baginya, menunda sama saja dengan buang-buang waktu. Jika cara bijak tak bisa diselesaikan dengan baik, maka dengan cara uang akan segera menyelesaikan masalah. Damian merasa geram karena pihak panti tak bisa diajak dengan cara baik. Damian akan segera menyelesaikan masalah yang sedang membelenggu Juli dan adiknya.

"Saya tidak ingin basa-basi. Kedatangan saya ke sini untuk mengangkat Januar menjadi anak angkat saya." Damian mengutarakan maksudnya.

"Apa Anda sudah menyiapkan apa yang harus Anda bawa?" tanya pembina panti.

Damian meraih beberapa lembar dokumen dan meletakannya di atas meja. Wanita itu meraih dokumen yang Damian ajukan. Dia terdiam sambil menatap kertas-kertas yang sedang ia baca. Dia masih tak percaya jika Damian bisa mendapatkan sertifikat tanah itu. Dan dia tak percaya jika laki-laki di hadapannya saat ini adalah pengusaha muda dari Bali.

"Bagiku, tempat ini tak seberapa, bahkan aku bisa saja membeli tanah yang lebih luas dari tempat ini dan lebih strategis. Saya hanya menginginkan Januar tanpa basa-basi. Bisa proseskan dia untuk kujadikan anak angkat? Sebagai gantinya, aku akan membiarkan tempat ini untuk menjadi rumah bagi anak-anak yang tidak memiliki tempat tinggal." Damian mengungkapkan.

Pembina panti masih tidak percaya dengan ucapan Damian. Orang yang sedang mengajukan diri sebagai orang tua angkat Januar adalah orang terpandang. Damian jauh-jauh dari Bali hanya ingin mengadopsi Januar padahal di Bali pun banyak panti asuhan dan Damian bisa mencarinya di sana tanpa perlu jauh-jauh ke Solo.

"Bagaimana?" Damian memastikan.

Pembina panti pun menatap Damian. "Apa alasan Anda ingin mengadopsi Januar? Bukankah di Bali banyak panti asuhan dan banyak anak-anak yang lebih baik dari Januar?"

Damian tersenyum sinis. "Jadi Anda tidak percaya padaku?" tanya Damian.

"Bukan seperti itu. Hanya saja ..." Pembina panti menggantungkan kalimatnya.

"Saya akan mengirim pengacara untuk menyelesaikan masalah ini pada Anda, Nyonya Bella. Bisakah Anda tanda tangani pengajuan ini?" Damian menggeser map di hadapannya ke hadapan Bella, pembina panti.

Bella menatap map yang diajukan Damian. Bella pun meraih pena ragu. Dia akan melepas Januar dari tempat ini. Tapi jika dia tidak menandatangani berkas itu, maka siap-siap Damian akan meruntuhkan bangunan panti yang sudah ia dirikan.

Damian meraih kertas yang sudah Bella tanda tangani. "Anda tak perlu khawatir, Nyonya Bella. Tidak ada yang tahu masalah ini kecuali saya dan Anda. Jaga panti ini baik-baik dan bawa Januar kemari. Jadwalku padat hari ini." Damian merapikan berkas setelah semuanya selesai.

Bella menghubungi seseorang lewat telepon. Damian hanya tersenyum penuh kemenangan. Ia banyak mengorek tentang panti itu dan keberuntungan seolah berpihak padanya. Tanah panti asuhan itu dalam sengketa dan akan dilelang. Damian bersyukur karena telah menyelamatkan tempat itu daripada tanah itu jatuh pada orang lain dan mengakibatkan tempat tinggal anak yatim terancam. Damian akan merasa bersalah jika tak membantu mereka dan keuntungan yang ia dapat salah satunya memudahkan untuk mendapatkan Januar. Benar. Damian bisa saja membeli tanah yang lebih luas dan strategis dibandingkan dengan tanah panti itu. Tapi setidaknya Damian sudah melakukan kebaikan yang tidak akan ia lupa sampai mati.

Decitan pintu menggema. Sosok remaja laki-laki masuk ke dalam ruangan itu. Damian menoleh dan menatap remaja itu dari bawah hingga atas. Damian menatap lekat wajah Januar.

Sangat berbeda jauh dengan Juli. Pantas jika dia dihina temannya karena wajahnya khas Indo. Kesalahan yang dilakukan oleh ibunya membuat dia dan Juli terkena imbasnya. Damian berkata dalam hati.

"Januar. Pak Damian datang kemari untuk mengadopsimu. Beliau akan menjadi ayah angkatmu. Kamu bisa tidur nyaman di rumahnya. Kamu bisa makan enak di rumahnya. Dan kamu bisa sekolah di tempat yang lebih baik dari sekolahmu saat ini. Ibu akan senang kalau kamu mau jadi anak angkat beliau." Bella meyakinkan Januar.

Januar menggeleng. Dia tak mau ikut dengan siapapun kecuali Juli. Januar menanti kedatangan Juli untuk membawanya pergi dari tempat itu, bukan orang lain.

"Kenapa?" Bella menatap Januar kecewa, padahal hatinya senang.

Damian beranjak dari tempat duduknya dan mengangkat tangan. Ia mendekati Januar. "Kamu akan menyesal jika tidak ikut denganku, Januar." Damian mengingatkan Januar.

"Aku nggak akan ke mana-mana," lirih Januar.

Damian mendekatkan wajahnya ke telinga Januar. "Apa kamu tidak ingin tinggal bersama Juli? Dia tinggal di rumahku," bisik Damian.

Januar menoleh ke arah Damian. Januar merasa ragu dengan ucapan Damian, tapi hatinya meyakini.

"Baiklah. Jika kamu tidak ingin menjadi anak angkatku, maka aku akan membatalkan rencana ini dan kupastikan kamu akan menyesal, Januar Adima." Damian berjalan menuju meja, meraih dokumen yang ia bawa. "Saya pamit pergi." Damian pamit. Dia melangkah untuk meninggalkan ruangan itu.

Bella menatap kepergian Damian dengan hati lega. Januar merasa gelisah dengan keputusannya.

Satu.

Dua.

Tiga.

"Saya akan ikut Anda, Pak Damian." Januar bersuara.

Damian menghentikan langkahnya. Bella menatap Januar tak percaya. Beberapa kali orang datang untuk mengadopsi Januar dan membujuknya, tapi tak berhasil. Entah kenapa Damian begitu mudah membujuk Januar. Bella masih tidak percaya dengan keputusan Januar.

"Kamu yakin Januar?" tanya Bella.

Januar mengangguk.

Damian membalikan tubuh. "Bergegaslah. Aku akan menunggumu di sini." Damian menepuk bahu Januar.

Januar mengangguk. Dia berlalu dari ruangan itu untuk bersiap-siap. Damian pun kembali duduk di kursi. Dia tersenyum bahagia karena berhasil membujuk Januar tanpa harus menyebut nama Juli di depan Bella.

Apa yang sudah dia katakan pada Januar sehingga Januar mau ikut dengannya? Baru kali ini Januar mudah percaya pada perkataan orang yang baru ia kenal. Apa yang sudah dia katakan pada Januar? Bella bertanya dalam hati.

Setelah berpamitan pada semua penghuni panti, Januar pun ikut bersama Damian. Januar menatap semua keluarga di panti termasuk sahabatnya, Iman. Januar menatap Iman berkaca. Iman mengejar Januar dan memeluknya.

"Kamu beneran ninggalin aku, Jan?" tanya Iman pada Januar sambil terisak.

"Maafin aku, Man. Aku harus pergi," sesal Januar.

Iman melepas pelukan. "Kamu bakal lupa dengan aku. Bukan aku saja, tapi semua saudaramu di sini." Iman menatap Januar sedih.

Damian menghampiri Iman dan menepuk bahunya. "Belajarlah yang rajin. Jika kamu belum menemukan orang tua angkat dan kamu sudah lulus sekolah, kamu bisa hubungi saya jika membutuhkan pekerjaan." Damian menyodorkan kartu namanya pada Iman. "Aku akan memberimu pekerjaan dan kamu bisa bertemu dengan Januar kapanpun kamu mau. Kamu tak perlu khawatir. Kamu pasti akan bertemu kembali dengan Januar." Damian meyakinkan.

"Beneran, Om?" Iman menatap Damian.

Damian mengangguk. Iman pun tersenyum.

Damian dan Januar pun meninggalkan panti asuhan setelah urusan dengan panti selesai. Damian merasa lega karena masalah Juli dan adiknya sudah teratasi. Ia meraih ponselnya dari saku jasnya.

"Iya, Tuan." Alex menyapa Damian.

"Januar sudah bersamaku. Kita bertemu langsung di bandara. Aku ada rapat dengan direksi sore ini." Damian membalas.

"Baik, Tuan."

Damian menutup panggilan bersama Alex, lalu kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku. Damian menatap sekilas ke arah Januar. Januar hanya diam dan menunduk.

"Kenapa kamu percaya padaku? Apa kamu tidak khawatir jika aku berbohong padamu?" tanya Damian pada Januar untuk menguji.

Januar menggeleng.

Damian tersenyum. "Kamu benar. Aku sedang tidak membohongimu. Aku terpaksa ikut campur dengan urusanmu dan Juli karena dia gagal untuk membawamu pergi bersamanya. Kalian sudah banyak menanggung derita. Aku tak ingin melihat kalian selamanya menderita. Aku sudah pernah mengalaminya dan aku tak ingin melihat kalian merasakan penderitaan yang lebih menyakitkan." Damian mengungkapkan.

Mata Januar berkaca. Dia mengangguk pada Damian. "Terima kasih," lirihnya.

Damian menepuk bahu Januar tanpa menatapnya. "Jaga kakakmu baik-baik. Kamu pelindungnya saat ini." Damian mengingatkan.

Januar hanya mengangguk.

Damian dan Januar tiba di bandara Adi Soemarno, Solo. Mereka masih harus menanti Alex dan Juli yang masih dalam perjalanan menuju bandara. Tak lama, taksi yang dinaiki Alex dan Juli pun tiba. Juli bergegas turun dari taksi ketika melihat adiknya bersama Damian. Juli berhamburan ke arah Januar. Januar tersenyum ketika melihat sang kakak berlari kearahnya. Juli dan Januar berpelukan. Mereka saling menumpahkan kebahagiaan dengan tangis haru.

***

Mobil sedan warna silver memasuki halaman rumah Damian. Alex, Juli dan Januar pun turun dari mobil. Januar menatapi bangunan rumah yang ada di depannya. Juli mengajak Jamuar untuk menuju teras rumah. Alex pun membuka pintu rumah Damian. Mereka berjalan memasuki rumah. Januar masih menatapi ruangan yang ia pijak. Terlihat sosok wanita berdiri tak jauh dari mereka. Juli mendapati sosok wanita tersebut. Dia mengangguk padanya ketika jarak mereka menyisakan beberapa langkah. Wanita itu pun mengangguk, melangkah menuju ruang keluarga. Alex, Juli dan Januar mengikuti wanita tersebut menuju ruang keluarga.

"Duduklah. Kalian pasti capek." Wanita itu mengintruksi.

Wanita itu menatap Juli ketika akan pamit untuk ke belakang, tapi dia melarangnya. Wanita itu mengerti jika Juli pasti lelah. Dia menatap adiknya Juli, menatap lekat wajahnya. Dia paham kenapa teman-teman sekolahnya mengejek dia dengan sebutan 'anak haram' karena wajahnya sangat berbeda dengan pribumi. Wajahnya khas bule. Dan terlebih sepengetahuanya, ibunya Juli dan Januar adalah seorang TKW. Wanita itu tak bisa membayangkan apa yang terjadi dengan ibu kandung Juli dan Januar di sana. Status Juli sudah jelas, karena dia memiliki ayah sebelum orang tuanya meninggal. Tapi status Januar? Ibunya hamil ketika pulang dari tanah rantau nan jauh di sana tanpa ada pernikahan.

"Bagaimana, Lex?" tanya wanita itu pada Alex membuka obrolan.

"Tuan Damian sudah sah menjadi orang tua angkat Januar, adik tiri Juli. Sekarang, Nyonya Aisyah pun memiliki tanggung jawab merawat Januar. Tuan Damian pasti sudah menjelaskan pada Anda mengenai semua ini." Alex menerangkan.

Ya. Damian sudah menjelaskan pada Aisyah masalah ini. Dia tahu jika Juli ingin sekali mengadopsi adiknya, tapi pihak panti asuhan tidak percaya pada Juli karena tidak ada jaminan untuk Januar, mengingat Januar sudah remaja dan dia membutuhkan orang tua angkat yang bisa mencukupinya dalam hal pendidikan dan masa depan. Juli mengaku pada mereka bahwa dirinya hanya seorang pembantu dan lagipula dia tidak bisa menunjukan bahwa dirinya adalah kakak tiri Januar.

Aisyah menatap Januar. Januar masih menunduk.

"Siapa namamu?" tanya Aisyah pada Januar.

"Januar Adima." Januar membalas lirih, masih menunduk.

"Lihat aku." Aisyah mengintruksinya.

Januar menggeleng. Juli menyenggol lengan Januar.

Januar mengangkat wajah ragu, lalu menatap Aisyah sekilas, dan kembali menunduk. Aisyah menghela napas ketika melihat wajah Januar mengalami luka lebam. Aisyah pun teringat pada cerita Damian. Januar masuk rumah sakit karena berkelahi dengan teman sekolahnya yang selalu mengoloknya dengan sebutan 'anak haram'. Januar menghajar temannya karena Januar kesal selalu dihina teman-temannya.

"Baiklah. Kalian pasti lelah. Aku tak akan banyak bertanya untuk saat ini. Kita tunggu saja sampai suamiku pulang. Dia yang akan menjelaskan dan memberi arahan pada Januar. Untuk sementara Januar akan tinggal di paviliun bersama pak Sarif. Juli akan tetap di kamar belakang. Dan aku berterima kasih padamu, Lex, karena sudah membantu aku dan Damian mempertemukan dua saudara ini. Terima kasih banyak." Aisyah melanjutkan.

Alex hanya tersenyum dan mengangguk. Semenjak Aisyah menikah dengan Damian, Alex seperti menjaga jarak dengan Aisyah. Aisyah cukup paham dengan alasannya. Alex hanya ingin menjaga Damian tidak salah paham. Berkat Alex, Aisyah bisa mengetahui tentang masa lalu suaminya. Aisyah bersyukur bisa mengenal Alex.

Aisyah beranjak dari sofa setelah Alex, Juli, dan Januar pamit untuk pergi ke tempat masing-masing. Isyah pun bergegas menuju kamar. Dia duduk di tepi ranjang. Aisyah memikirkan tentang sekolah Januar. Dia tak mungkin mengusulkan Januar masuk ke sekolah biasa. Apa pendapat orang jika Aku dan Damian memasukan Januar ke sekolah biasa? Aisyah berencana akan mendiskusikan lagi pada Damian mengenai Januar.

***

Aisyah sudah berdiskusi dengan Damian mengenai sekolah yang tepat untuk Januar. Aisyah tak menyangka jika Januar adalah siswa berpredikat di sekolah sebelumnya. Januar bukan hanya terkenal pintar, tapi dia pun terkenal sopan dan pendiam. Semoga keputusan yang diambil Aisyah dan Damian adalah terbaik untuk Januar. Mengingat masa lalu Juli, membuat hati Aisyah teriris dan tak ingin Januar pun merasakan yang sama. Januar berhak mendapat masa depan yang cerah. Mengenai masalah Januar berkelahi, Aisyah menganggap wajar. Kesalahan terjadi bukan karena Januar, melainkan teman yang tidak menyukainya. Januar tak akan mungkin membalas jika dia tidak mendapat perlakuan buruk atau temannya mengawali perkelahian.

Aisyah mengembangkan senyum ketika menatap sosok Januar berjalan ragu mendekati ruang makan. Damian sengaja memanggilnya untuk mengabarkan sesuatu padanya. Aisyah meraih gelas berisi air putih dan meminumnya.

"Duduk." Aisyah mengintruksi Januar setelah selesai minum.

Januar menggeleng.

Damian meraih tangan Januar dan menariknya agar dia duduk di sampingnya. Januar pun patuh. Dia terpaksa duduk di samping Damian. Kepalanya selalu menunduk. Aisyah membuka piring di hadapan Januar. Aisyah meletakan beberapa potong roti bakar di atas piring itu.

"Apa cita-citamu?" tanya Damian, masih sibuk dengan menu sarapannya.

Tak ada jawaban.

Damian menatap Januar. Tangannya terangkat, lalu menyentuh dagu Januar dan mengangkatnya. "Apa harus kuulang?" Damian menatap Januar serius.

Aisyah mengusap lengan Januar. "Jangan tegang dan jangan takut. Suamiku hanya bertanya, jadi jawablah sesuai dengan keinginan hati kamu." Dia menenangkan Januar.

Januar mengangguk. "Aku nggak punya cita-cita." Januar bersuara.

Damian terlihat bingung. "Kenapa?" Damian pun kembali terlihat santai. Dia kembali menyantap makanannya.

Januar menggeleng.

"Kalau kamu nggak punya cita-cita, gimana ceritanya kamu bisa menjadi siswa berprestasi?" tanya Aisyah.

Januar kembali menggeleng.

"Kenapa? Kamu takut sama aku dan suamiku? Aku nanya gitu ke kamu biar kami tau mana sekolah yang cocok buat kamu." Aisyah melanjutkan.

"Biar panti asuhan nggak repot memikirkan biaya sekolah aku. Biar aku nggak semakin diejek teman-teman aku. Sudah cukup mereka mengejek aku karena aku anak haram. Aku nggak mau mereka semakin mengejek aku karena aku bodoh." Januar berterus terang.

Aisyah menatap Damian. Damian pun menatap Aisyah. Damian mengangguk.

"Sekarang kamu tidak akan mendapat beasiswa karena aku yang akan menjamin pendidikanmu. Dan aku pastikan tidak ada yang mengejekmu seperti di sekolah lama-mu. Jika ada murid lain mengejekmu, maka kamu wajib lapor padaku. Aku akan mengajarimu tentang cita-cita." Damian menimpali.

"Kamu harus punya cita-cita supaya bisa memilih masa depanmu nanti. Aku nggak mau kamu seperti kakakmu. Aku dan suami peduli sama kamu. Kamu pasti bisa lebih baik dari kakakmu. Percayalah." Aisyah menambahi.

Januar mengangguk.

"Bersiaplah. Kamu akan kumasukan ke sekolah baru dan yang jelas sekolahmu kali ini lebih baik dari sekolahmu sebelumnya. Berusaha agara prestasimu tetap terjaga di sana karena sekolahmu kali ini bukan sekolah biasa. Jangan sampai berkelahi seperti sebelumnya karena hal itu akan mencoreng predikatmu nantinya. Aku percaya kamu bisa menjaga kepercayaan yang kuberikan. Tunjukan pada mereka jika kamu bisa menjadi siswa terbaik." Damian melanjutkan.

Januar kembali mengangguk.

"Kamu boleh siap-siap sekarang. Aku akan mengajakmu untuk menyapa guru barumu."

"Biarkan dia sarapan dulu." Aisyah angkat suara.

"Nggak usah, aku sudah sarapan." Januar menolak. Dia pun pamit untuk bersiap-siap dan berlalu dari tempat itu.

Aisyah hanya bisa mengangguk.

"Jangan terlalu keras dengannya. Dia masih remaja, jadi kita harus banyak membimbingnya." Aisyah menegur Damian.

"Kamu tak perlu khawatir. Dia akan jadi orang sukses jika aku mendidiknya dengan cara benar. Dia sudah memiliki dasar untuk menjadi orang sukses." Damian membalas Aisyah.

"Semoga." Aisyah pun membalas singkat.

"Aku pamit berangkat. Nanti Januar akan diantar Pak Sarif setelah dari sekolah." Damian beranjak dari kursi.

Aisyah pun beranjak, lalu mengikuti suaminya dari belakang menuju teras rumah. Januar sudah siap untuk ke sekolah barunya bersama Damian. Menatap Januar, Aisyah teringat akan adiknya yang sebaya dengan Januar. Januar mengingatkan Aisyah pada adiknya.

"Aku berangkat. Jaga dirimu baik-baik." Damian berpamitan pada istrinya. Dia mencium puncak kepala Aisyah.

Aisyah mengangguk. "Iya. Hati-hati di jalan. Kabari aku jika ada info yang harus kutahu."

Damian pun berlalu dari hadapan Aisyah. Dia memasuki mobil, lalu diikuti Januar. Aisyah melambaikan tangan pada mereka ketika mobil Damian meninggalkan halaman rumah.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top