DUA
Konsentrasi gadis yang sedang sibuk mengerjakan tugasnya terhenti ketika merasakan ponsel bergetar tanda pesan masuk. Gadis itu meraih ponselnya dari dalam saku dan membaca pesan yang masuk.
From: Indah
Juli, adik kamu masuk rumah sakit. Katanya berantem sama teman sekolahnya karena Januar kembali diejek sama temannya. Tadi adik aku cerita.
Juli bergegas membalas pesan Indah, sahabat Juli di kampung kelahirannya.
To: Indah
Gimana kondisi adik aku?
Adik aku dirawat di mana?
Juli memasukkan ponselnya ke dalam saku. Dia beranjak dari dapur untuk menemui majikannya, Aisyah. Dia khawatir dengan keadaan adiknya. Sudah lama Juli tak pernah bertemu dengan Januar semenjak dia bermasalah dengan germo. Bahkan Juli mengalami trauma karena pita suaranya hilang akibat perlakuan kasar laki-laki hidung belang di mana dia dijebloskan ke dalam dunia malam.
Juli menghentikan langkah ketika melihat majikannya sedang menikmati makan malam bersama. Niatnya sementara ditunda sampai majikannya selesai menyantap makan malam. Ia harus sedikit lebih sabar. Langkah ia ayun untuk menuju dapur. Ponsel kembali ia raih dari dalam saku untuk memastikan pesan balasan dari sahabatnya.
From: Indah
Aku kurang tahu, Jul.
Adikmu dirawat di rumah sakit Sucipto.
Ponsel ia letakkan di atas pantri setelah membaca pesan Indah. Matanya berkaca. Dia memikirkan adiknya yang sedang terbaring di rumah sakit. Sudah ke sekian kalinya Januar mengalami hal yang sama, dan kali ini Januar harus dirawat di rumah sakit. Juli merasa gelisah.
Juli terkesiap ketika Damian menyerukan namanya. Ia bergegas dari pantri untuk menuju ruang makan. Dihampirinya kedua majikan yang masih duduk di ruang makan. Damian beranjak dari kursi, lalu beranjak dari ruang makan. Juli betah bekerja di rumah itu sebagai ART karena mereka baik padanya. Aisyah bukan menganggapnya sebagai pembantu, melainkan sebagai saudara. Aisyah tak pernah berkata kasar pada Juli. Juli bisa tinggal di rumah itu karena kebaikan Damian. Damian membawa Juli ke rumah itu setelah mengetahui keadaan Juli.
"Kamu sudah makan?" tanya Aisyah pada Juli.
Juli hanya mengangguk.
"Duduk saja Juli." Aisyah menginstruksinya.
Juli menggeleng.
"Nggak ada suamiku. Dia akan lama di kamar mandi. Kamu bisa duduk buat nemenin aku makan." Aisyah membujuknya.
Juli menurut, duduk tak jauh dari Aisyah.
"Kamu suka apa? Kepiting? Cumi? Kerang? Ikan?" Aisyah menawarinya.
Juli kembali menggeleng.
Aisyah meraih piring kosong yang ada di depannya. Juli pun meraih kertas dan bulpoin, lalu menuliskan sesuatu sambil menunggu Aisyah.
Aisyah menyendok kerang, cumi, dan ikan, lalu memberikannya pada Juli. "Ini untukmu." Aisyah tersenyum pada Juli.
Juli kembali mengangguk. Dia memberikan kertas pada Aisyah. Aisyah pun menerima kertas dari Juli dan mulai membacanya.
Maaf, Bu. Saya mau izin untuk menengok adik saya di kampung. Aku menitipkan dia di panti asuhan. Dia sekarang sakit. Aku mau izin beberapa hari untuk menengok dia.
Aisyah tersenyum menatap Juli. "Iya. Kamu boleh pulang untuk sementara waktu. Kabari jika kamu akan kembali lagi ke sini." Aisyah mengizinkan.
"Ada apa dengannya?"
Aisyah menoleh ke sumber suara. Tak menyangka jika Damian kembali ke ruang makan. "Dia mau izin pulang kampung karena adiknya sakit. Aku mengizinkannya." Aisyah membalas pertanyaan Damian.
Juli beranjak dari kursi. Dia meraih piring berisi seafood pemberian Aisyah lalu pamit untuk kembali ke belakang.
"Apa tidak lebih baik kita adopsi saja adiknya Juli? Yang aku tau darinya, adiknya tinggal di panti asuhan. Adiknya sedang sakit, jadi Juli harus menengoknya. Bukankah mereka sudah nggak punya orang tua? Aku khawatir dengan kelanjutan masa depan mereka. Jika kita adopsi adiknya, maka mereka akan tinggal di sini bersama Juli dan nggak terpisah lagi seperti sekarang ini." Aisyah mengusulkan pada Damian.
"Akan aku pikirkan." Damian membalas.
Mereka kembali menyantap makan malam yang ada di meja. Aisyah merasa iba dengan keadaan Juli. Ia tidak bisa membayangkan jika Juli dan adiknya harus terpisah. Aisyah paham dengan keadaan Juli. Juli memendam rindu pada sang adik karena sudah lama tak bertemu.
***
Juli sudah menyiapkan pakaian yang akan ia bawa untuk berganti selama di kampung. Ia pun masih bingung akan tinggal di mana ketika tiba di Solo. Juli tak mungkin ke rumah saudara ayahnya karena mereka, Juli harus menanggung penderitaan hidup dalam dunia malam demi melunasi hutang-hutang yang telah mereka pinjam pada germo. Dan karena ulah mereka, Juli harus kehilangan indra bicaranya.
Notifikasi pesan masuk terdengar dari ponsel Juli. Juli meraih ponselnya yang tergeletak di atas tumpukan pakaian. Ia bergegas membuka pesan itu karena berasal dari Aisyah.
From: Ibu Aisyah
Kamu di mana?
Ada yang ingin kami bicarakan.
Cepat ke ruang tengah.
Juli memasukkan pakaiannya ke dalam tas, lalu beranjak dari ruang setrika. Ia berjalan menuju ruang tengah sesuai perintah Aisyah. Di sana sudah ada Aisyah, Damian dan Alex. Juli mendekati mereka. Alex menatap Juli yang sudah rapi.
"Kamu akan ke Solo bersama Alex." Aisyah membuka obrolan.
Juli hanya mengangguk.
"Apa rencanamu?" Damian bertanya.
Juli meraih ponsel dari dalam tas. Ia mengetik apa yang ia inginkan.
Aku ingin membawa adikku ke sini. Aku nggak mau lihat dia menderita. Aku nggak mau lihat dia terus diejek temannya karena dia terlahir tanpa Ayah yang jelas.
Juli menyerahkan ponselnya pada Aisyah. Aisyah membaca tulisan yang diketik Juli di ponselnya. Aisyah terperangah. Damian meraih ponsel Juli dari tangan Aisyah. Damian pun terdiam ketika melihat kata-kata Juli. Aisyah menatap Juli. Dia melihat Juli menangis. Aisyah menarik tangan Juli agar duduk di sampingnya.
"Cerita saja, siapa tau kami bisa bantu kamu." Aisyah menenangkan Juli. Aisyah paham perasaan Juli.
Damian memberikan kertas dan pena pada Aisyah. Aisyah memberikan kedua benda itu pada Juli. Juli mengusap air matanya. Ia menghela napas dalam untuk menenangkan hatinya. Ia perlahan mulai menulis. Dia menceritakan dari awal ibunya merantau menjadi TKW untuk menafkahi keluarga termasuk orang tua ayahnya. Juli pun menuliskan jika ibunya di sana mengalami pemerkosaan sehingga hamil adiknya, Januar. Juli pun menuliskan jika ibunya mengalami tumor ganas dan divonis dokter umurnya tidak lama lagi. Dan Juli melanjutkan tulisannya jika ibunya terpaksa memisahkan Juli dan Januar. Juli bersama keluarga dari sang ayah, sedangkan Januar terpaksa dititipkan dipanti karena pihak keluarga sang ayah tidak mau menerima keberadaan Januar. Ibunya terpaksa menitipkan Januar di panti asuhan sebelum meninggal dunia. Juli pun kembali menceritakan kisah kelamnya berurusan dengan germo akibat ulah adik ayahnya yang meminjam uang pada germo itu dan menjadikan Juli tawanan karena bibi dan paman iparnya tidak bisa melunasi hutang itu. Sampai di mana ia mengalami kekerasan yang mengakibatkan pita suaranya lenyap. Air mata Juli bercucuran ketika menceritakan semua itu lewat kertas yang ia tulis. Kertas pun ikut basah karena menerima tetesan air mata Juli. Aisyah menetaskan air mata. Ia tak percaya jika Juli begitu banyak mengalami penderitaan. Aisyah memeluk tubuh Juli. Juli pun terisak dalam pelukan Aisyah. Damian dan Alex pun ikut terbawa suasana. Damian menarik tangan Alex agar menuju halaman samping.
"Usahakan agar pihak panti menyetujui Juli membawa adiknya apa pun caranya." Damian membuka suara.
"Sepertinya tidak mudah. Saya akan berusaha untuk membantunya." Alex membalas.
"Satu jam lagi pesawat ke Solo akan berangkat. Saya serahkan masalah ini padamu. Kabari aku jika mengalami kendala. Sepertinya dia sudah sedikit tenang." Damian menepuk bahu Alex.
Alex mengangguk, berlalu masuk ke dalam. Dia menghampiri Juli dan Aisyah. "Satu jam lagi pesawat ke Solo akan segera take off. Kita harus berangkat sekarang." Alex membuka suara.
Juli menatap Aisyah. Aisyah mengangguk.
"Kudoakan semoga semuanya berjalan lancar dan kamu bisa membawa adikmu ke sini. Kabari aku jika ada apa-apa. Kamu jaga kesehatan." Aisyah mengusap lengan Juli.
Juli mengangguk. Dia beranjak dari sofa. Damian masuk ke dalam ruangan. Juli mengangguk pada Damian tanda pamit. Damian pun mengangguk.
"Jika kamu butuh apa-apa, kamu bisa minta pada Alex. Dia bertanggung jawab mejagamu selama di Solo." Damian menjelaskan.
"Kami pergi." Alex melangkah meninggalkan ruangan itu.
Juli melambaikan tangan pada Aisyah. Aisyah pun membalas dengan hal yang sama. Juli mengikuti Alex dari belakang. Mobil silver milik Damian pun sudah ada di halaman rumah. Juli akan membuka pintu mobil dan di saat yang sama Alex pun akan membukakan pintu untuknya. Tangan mereka saling bersentuhan. Juli menarik tangannya. Alex membuka pintu untuknya. Juli mengangguk dan masuk ke dalam mobil. Alex pun bergegas melajukan mobil menuju bandara.
***
Juli melangkah cepat menuju ruang rawat di mana adiknya berada setelah bertanya pada bagian resepsionis. Alex pun mengikuti langkah Juli. Langkah Juli terhenti ketika tiba di depan ruang yang ia cari. Juli menarik napas, lalu mengeluarkannya perlahan. Ia pun masuk ke dalam ruang rawat itu. Juli menatap seisi ruangan itu. Matanya menjelajahi setiap tempat tidur. Dan ia dapati adiknya terbujur di tempat tidur paling pojok. Juli segera menghampiri adiknya yang mengalami luka lebam di wajahnya.
Januar. Juli menyentuh lengan adiknya. Matanya kembali berkaca.
Januar membuka mata. Ia menatap lekat sang kakak. "Mbak," lirih Januar.
"Mbak Juli." Iman yang menunggui Januar pun menatap Juli tak percaya.
Juli tersenyum pada Januar dan mengangguk. Juli menggerakan kepalanya sambil menatap khawatir adiknya. Januar tersenyum.
"Januar nggak apa-apa. Januar kuat, Mbak." Januar menenangkan kakaknya.
"Mbak Juli ke mana saja? Sudah lama Iman nggak lihat Mbak nengokin Januar." Iman menyela.
Juli tak membalas. Dia masih menatap luka di wajah adiknya.
"Januar berkelahi lagi sama Hadi dan teman-temannya karena mereka masih saja ngehina Januar dan mengatai Januar anak haram. Januar merobek buku tugas Hadi. Hadi membalas dengan memukul Januar. Akhirnya Januar pun membalas Hadi dengan memukul. Kalau saja Hadi nggak mulai, mungkin Januar nggak akan balas dengan hal yang sama." Iman menceritakan.
Air mata mengalir di pipi Juli. Alex hanya bisa menyaksikan dua saudara yang sedang mengalami derita. Juli meraih ponselnya. Dia mengetik tulisan untuk adiknya.
Januar mau ikut Mbak? Mbak mau bawa Januar ke tempat di mana nggak ada lagi yang ngehina kita. Mbak nggak mau lihat Januar seperti ini terus. Mbak sayang kamu, Januar.
Juli memberika ponselnya pada Januar. Januar menerima dan membacanya. Mata Januar berkaca.
"Iya, Mbak. Januar mau ikut Mbak. Januar nggak betah di sini. Januar benci dengan orang-orang yang sudah menghina Januar. Januar ingin pergi yang jauh." Januar terisak.
Juli memeluk adiknya. Mereka sama-sama terisak.
"Jan, kalau kamu pergi, gimana aku? Kamu mau ninggalin aku?" Iman menatap Januar sedih.
Januar tak membalas pertanyaan Iman. Dia bingung akan membalas apa. Di satu sisi, Januar ingin pergi bersama kakaknya. Di sisi lain, Januar berat pada Iman karena dia sahabat terbaik Januar.
***
Juli melangkah masuk menuju halaman panti. Suasana panti cukup ramai. Banyak anak-anak yang sedang bermain di halaman dan teras. Juli menatap anak-anak itu. Pikirannya langsung tertuju pada adiknya ketika kecil. Mata Juli berkaca. Dia pernah berjanji pada dirinya sendiri akan membawa Januar pergi dari tempat itu dan ini saat yang tepat.
"Ada yang bisa saya bantu?" tanya seseorang.
Juli mengusap air matanya. Ia menatap orang yang menyapanya dan mengangguk.
"Kami ingin bertemu pemilik panti." Alex menimpali.
"Mengenai?" Dia memastikan.
"Adopsi." Alex membalas singkat.
"Akan saya antar." Orang itu berlalu.
Alex dan Juli mengikuti orang itu. Juli kembali menatapi sekitar. Dia kembali membayangkan afiknya tinggal di tempat itu. Hatinya kalut. Ibunya tak dalah menempatkan Januar di panti. Juli brrsyukur karena setidaknya Januar memiliki tempat layak dan bisa tidur nyaman.
Juli dan Alex menghadap pemilik panti. Mereka mengutarakan maksudnya datang ke panti itu untuk mengadopsi Januar. Lebih tepatnya untuk mengambil Januar agar tinggal dengan kakaknya. Pihak panti pun melayangkan pertanyaan dan memberikan syarat-syarat mengadopsi. Pihak panti pun menanyakan perihal pekerjaan Juli dan tempat tinggal. Alex pun menjelaskan.
"Bagaimana saya akan membiarkan Januar pergi bersama kakaknya jika jaminan masa depan Januar masih belum pasti? Bagaimana Januar akan mendapatkan tempat tinggal jika Anda masih tinggal di rumah majikan Anda?" tanya pihak panti.
Juli hanya bisa menunduk. Alex pun terdiam, lalu menoleh ke arah Juli. Alex membenarkan jika Juli ingin mengadopsi adiknya, maka harus memiliki pekerjaan yang bisa menunjang masa depan Januar. Terlebih masalah tempat tinggal yang menjadi syarat-syarat dalam adopsi.
Pihak panti tidak menyetujui Juli untuk mengadopsi adiknya karena alasan pekerjaan, latar belakang Juli, dan tempat tinggal. Itu alasan yang mereka berikan agar tidak bisa mengadopsi Januar. Tujuan utamanya bukan karena tiga poin itu, melainkan karena pihak panti meras berat untuk melepas Januar. Pihak panti menolak pengajuan Juli untuk membawa adiknya.
Alex dan Juli meninggalkan panti itu karena usaha mereka gagal untuk membawa Januar. Juli merasa kecewa karena ternyata tak semudah yang ia pikirkan untuk membawa adiknya pergi. Juli menatap sedih bangunan panti karena kegagalannya.
Alex meraih ponsel dari dalam saku ketika mereka sudah di dalam mobil. Juli hanya diam sambil menangis.
"Ya. Bagaimana?" tanya seseorang di seberang sana.
"Pihak panti menolak ajuan Juli untuk mengadopsi adiknya. Alasannya karena latar belakang Juli, pekerjaan Juli, dan tempat tinggal." Alex menjelaskan.
"Katakan pada Juli jika aku yang akan mengurus semua itu."
"Baik." Alex membalas singkat.
Panggilan telepon pun terputus setelah Alex selesai berbicara dengan Damian.
"Kamu tak perlu khawatir. Tuan Damian yang akan mengurus perihal adopsi adikmu. Kamu akan membawa adikmu ke Bali dan tinggal bersama." Alex menyampaikan pesan Damian tanpa menatap Juli.
Juli mengusap air matanya. Dia meraih kertas dan menuliskan rasa terima kasih pada Alex. Alex hanya mengangguk.
"Anda akan ke mana lagi?" tanya Alex.
Juli kembali menulis di atas kertas jika ia ingin mengunjungi makam ibunya. Alex pun melajukan mobil yang ia sewa menuju tempat pemakaman yang Juli tunjukan.
Juli melangkah memasuki pemakaman setelah mereka tiba di tempat itu. Langkah Juli terhenti ketika dia tiba di depan pusara sang ibu. Tangis Juli pun pecah melihat makam sang ibu tak terawat. Sudah lama ia tak mengunjungi tempat itu karena terkendala kondisi.
Bu, Juli minta maaf karena sudah bikin Ibu kecewa. Maafin Juli karena baru bisa ke sini sekian lama. Juli dan Januar banyak mengalami cobaan setelah kepergian Ibu. Juli dan Januar juga terpisah setelah sekian lama. Juli janji akan bawa Januar dari panti supaya Januar nggak diejek lagi sama teman-temannya karena dia nggak punya Ayah.
Juli mengusap air matanya setelah merapalkan doa untuk sang ibu. Ia membersihkan rumput liar yang menghalangi makam ibunya. Alex pun membantu Juli mencabut rumput-rumput liar itu. Alex merasa terharu melihat perjuangan Juli untuk membawa adiknya. Juli mengingatkannya dengan kedua orang tua Alex. Alex pun sama seperti Juli, dia tidak memiliki orang tua dan mengalami masa lalu kelam sebelum Jordan menolongnya. Alex merasa bersyukur karena dia telah diselamatkan oleh orang yang tepat. Dan Alex pun berpikiran sama pada Damian menolong orang yang tepat. Juli.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top