Bab 3

POV Brian

Denyut kepalaku terasa begitu menyakitkan saat perlahan-lahan kesadaran ku kembali

Arrrgghhhh ... teriak ku, sambil ku cengkeram kuat kepalaku dengan kedua tangan.

"Syukurlah, anda sudah sadar Sir, tolong tenanglah, biar saya panggilkan dokter," ucap sebuah suara.

Kurasakan ada yang menarik tangan ku, pasti pria pemilik suara tadi yang melakukannya.

Tunggu dulu, memang apa yang terjadi kepadaku? sudah sadarkan diri?? panggilkan dokter?

Kupaksakan diri membuka mataku, terasa sengatan tajam di kepalaku saat melakukannya.

Perlahan-lahan kuamati keadaan di sekitarku, tidak ada tanda-tanda sebuah ruang rawat inap di sini.

Aku berada di ranjang ukuran king size yang terletak di tengah-tengah sebuah ruangan yang luas dengan nuansa hitam dan abu-abu. Bukan pemandangan yang aneh, ini adalah kamar tidur ku.

Beberapa deyik kemudian, baru ku sadari, ada selang infus yg terpasang di tanganku, kenapa ini? aku mencoba untuk memejamkan kembali mataku, dan sebuah ingatan perlahan menyusup kembali keingatanku, saat rasa sakit di kepalaku berangsur-angsur mereda.

Ya Tuhan, kenapa aku masih hidup setelah menenggak berbotol-botol minuman keras dan setelahnya menelan lebih dari 5 butir obat penenang? haruskah aku bersyukur?

Ya, kurasa harus, kegilaan macam apa yang membuatku nekat melakukan hal seperti itu, tak pernah terlintas sedikitpun dalam fikiran ku untuk mengakhiri hidupku sendiri. Hilang kontrol, begitulah yang tepat menjelaskan tindakan tidak masuk akal yang telah ku lakukan itu.

Walaupun sejak beberapa tahun belakangan ini aku selalu menenggelamkan diri pada minuman keras saat ingatan tentang "NYA" kembali, aku tidak seputus asa itu hingga mengambil keputusan untuk mengakhiri nyawaku. Tidak akan pernah!

Kudengar langkah kaki dari dua orang menuju ke arahku, tak lama kemudian mereka berhenti tepat di sampingku. Perlahan kucoba untuk membuka kedua mataku lagi, kembali rasa sakit terasa menusuk tajam. Samar-samar kulihat seorang pria paruh baya, dengan kemeja putih dan wajah yang ku kenali.

"Mr. Brown, sunggu keajaiban anda bisa selamat dari masa kritis." Kata dokter Nugraha kepadaku. Dokter Nugraha adalah dokter pribadi yang selalu mengurusku saat kondisi ku dalam keadaan buruk.

"Saya mohon, kita tidak bisa mendiamkan lagi depresi anda saat ini. Anda butuh sesi terapi Sir, kali ini saya tidak akan menerima bantahan apapun lagi dari anda," Ucapnya tegas.

Aku hanya mampu mengangguk kan kepalaku, bukan karna aku takut kepadanya, tetapi karna aku merasa begitu lemas dan sakit, dan juga kurasa apa yang di katakan dokter benar, aku mulai melakukan hal-hal yang tidak benar dan membuatku muak dengan tingkahku ini.

Kulihat dokter nugraha sedang memasukan cairan ke dalam alat suntik, dan setelah di rasa cukup, dia arahkan suntikan itu ke lenganku.

"Sekarang anda hanya perlu beristirahat dengan tenang dulu sir, masa-masa kritis sudah terlewati. Saya yakin kedepan anda akan baik-baik saja." Kurasakan suntikan di lenganku saat dokter Nugraha mengucapkan kata-kata penenang ini.

"Terimakasih dokter sudah menyelamatkan hidup saya." Ucapku dengan sungguh-sungguh.

"Terimakasih juga kepada Mr.Andrew yang telah menghubungi saya tepat waktu, sehingga nyawa anda berhasil terselamatkan, Sir," dokter Nugraha menjawab sambil mengedipkan sebelah matanya, membuatku merasa di ingatkan kepada pria yang saat ini tengah berdiri diam di sisi kiri dokter Nugroho.

Aku tersenyum, "Ya, anda benar dokter, maaf sesaat saya lupa keberadaanmu Andrew, sepertinya kali ini kondisi saya benar-benar sangat parah." Permintaan maafku yang kutujukan kepada Andrew, pengawal, asisten, dan satu-satunya sosok yang hampir seperti ayahku, mengingat sejak awal kehidupanku, aku sudah di tinggalkan ayah kandungku yang berkebangsaan Inggris.

Hanya Mama dan Andrew lah yang merawatku dan yang menjadikan keduanya orang-orang terpenting dalam hidupku.

"Tidak masalah sir, saya merasa sangat lega bisa menyelamatkan anda, maafkan kelalaian saya, Sir, karna kelalaian saya mengakibatkan kondisi anda seperti saat ini." Ucap Andrew, pria yang hampir seumur hidupku selalu berada di sisiku.

"Jangan meminta maaf seperti itu, itu membuatku menjadi merasa bersalah kepadamu. Walau aku atasanmu, kau tidak perlu meminta maaf atas segala kesalahanku." Aku benar-benar merasakan perasaan tidak enak hati kepada Andrew saat mengucapkan perkataan ini.

"Baiklah, saya rasa tugas saya sudah selesai di sini, sebaiknya kami meninggalkan anda untuk bisa beristirahat kembali Mr. Brown," sela Dokter Nugraha, memutuskan percakapan penuh drama antara aku dan Andrew.

"Segera setelah anda pulih, kita akan menjadwalkan sesi konsultasi untuk terapi depresi yang anda alami, dan saya sebagai dokter pribadi anda, tidak akan lagi menerima alasan apapun yang bertujuan untuk anda membatalkan sesi konseling nanti. Apakah anda mengerti Sir?" lanjutnya dengan ucapan yang tegas dan hangat.

"Oke dok, tenang saja..hal itu tidak akan terjadi lagi," balasku dengan nada malas dan terpaksa.

Kulihat dokter Nugraha dan Andrew tersenyum lebar mendengar jawabanku.

Aku memutar mataku, dan segera ku sambut uluran tangan dokter Nugraha sebagai salam perpisahan. Setelah berjabat tangan, dokter Nugraha dan Andrew pamit meninggalkan ku sendiri.

CEKLEK

Bunyi pintu tertutup bersamaan keluarnya dokter Nugraha dan Andrew. Beberapa saat kemudian, rasa kantuk mulai kurasakan, dan kupejamkan mataku sampai akhirnya kegelapan menelan kesadaranku kedalam kesunyian yang menenangkan.

------------------------***-----------------------

Tiga hari berlalu, keadaan ku berangsur-angsur pulih. Aku sudah bisa bangun dari ranjang kamarku yang berubah menjadi ranjang perawatanku selama lebih dari tiga hari.

Pagi ini, kupaksakan diriku untuk mandi air hangat dari shower yg ada di kamar mandi, segera ku selesaikan acara mandiku, mengingat kondisi tubuhku yang belum benar-benar pulih. Dengan hanya berbalut handuk di pinggang, aku melangkah menuju westafel yang ada di dalam kamar mandi.

Aku memandang bayangan sosok pria dengan kondisi wajah tak terawat, rambut dan janggutnya yang acak-acakan. Segera ku ambil alat pencukur janggut dan dengan perlahan ku bersihkan wajahku dari bukti ketidakrapihanku selama ini. Setelah selesai, segera ku basuh wajahku. Kutatap kembali bayangan dalam cermin di depanku. Yah, setidaknya tampangku lumayan rapi sekarang, batinku.

Bergegas aku keluar kamar mandi begitu aku selesai membersihkan badan. Aku langsung menuju ke sebuah ruangan yang terhubung dengan kamar mandi, kubuka pintu ruangan itu dan tampaklah deretan lemari-lemari dengan berbagai macam jas-jas yang tergantung, dan ada beberapa meja dengan kaca yang di dalam nya terdapat koleksi jam tangan mahal dan juga laci-laci yang berisi beraneka ragam dasi milik ku.

Yahh, ini semua milik ku, kamar pribadi dengan kamar mandi mewah di dalamnya dan satu ruangan penuh tempatku menaruh beragam perlengkapan penunjang penampilanku sebagai seorang CEO "Brown Industries" sebuah perusahaan yang termasuk terbesar di kawasan Asia, bergerak di bidang pengolahan beragam hasil kebun, dan juga bergerak di sektor usaha lainnya.

Bisa di ibaratkan perusahaan yang ku dirikan berhasil mencengkeramkan cakarnya pada semua lini usaha, hanya dalam kurun waktu sepuluh tahun.

Beberapa tahun belakangan ini kehidupan ku kacau, sangat kacau sejak kejadian di akhir desember itu. Tetapi kekacauan itu tidak berlaku pada perusahaanku, yang kian hari semakin kuat dan melebarkan sayapnya hingga berhasil mencapai puncak kesuksesan.

Ironis bukan?!

Setelah memilih dan mengenakan pakaian yang kurasa cocok untuk kegiatanku hari ini, segera aku keluar dan menuju ke kamar tidur ku, melewati sisi pintu lain yang ada di dalam ruangan ini yang langsung menuju ke kamar tidur utama.

Aku berjalan mengambil tas kerjaku yang sudah siap di atas tempat tidur, ku ambil ponsel yang ada di dalamnya, dan segera ku tekan nomor seseorang yang ingin ku hubungi. Tidak memakan waktu lama, panggilan tersebut segera di jawab oleh seseorang di seberang sana.

"Selamat pagi Mr. Brown, senang rasanya anda menghubungi saya kembali," jawab suara di seberang sana. "Bagaimana kabar anda?" lanjut pemilik suara itu bertanya kepadaku.

"Saya sudah merasa sedikit lebih baik dokter Nugraha, semua berkat keahlian anda," jawabku kepada dokter Nugraha.

Yah, dokter Nugraha, orang yang segera ku telfon setelah kurasakan kondisi tubuhku sudah lebih baik, aku bertujuan untuk segera mengurus pengobatan lebih lanjut agar tidak ada lagi kerugian yang lebih parah pada diriku akibat depresi yang ku alami.

"Anda terlalu berlebihan sir, semua yang terjadi sudah kehendak tuhan yang di atas."

"Ya, anda benar dokter," aku berdeham untuk melegakan tenggorokanku yang tiba-tiba tercekat. "Ehem, begini dokter, apakah awal minggu depan anda ada waktu untuk menemui saya di villa saya? saya ingin memulai terapi di villa itu saja," lanjutku mengatakan inti dari tujuanku menanyakan hal ini kepada dokter Nugraha.

Setelah hening beberapa saat, akhirnya dokter Nugraha mengiyakan perkataan ku tadi. "Baiklah Mr. Brown, sampai berjumpa lagi awal minggu depan di villa anda."

"Terimakasih dokter nugraha."

"Baik, sama-sama sir."

"Tut ... tut ... " terdengar bunyi pertanda panggilan suara sudah diakhiri.

Satu urusan sudah beres, dan kulanjutkan kegiatanku hari ini mengurus beberapa urusanku yang tertunda beberapa hari ini. Sungguh mabuk dan overdosis obat yang kualami membuatku mengalami banyak kerugian waktu.

Cihhh! menyebalkan sekali, batinku jengkel kepada diri sendiri.

-----------------------***-------------------------
Jujur saja saya sedikit kebingungan menentukan bagaimana menggambarkan sosok pria pemeran utama kita ini, sepagian saya coba berfikir cara terbaik yang saya mampu...

Dan...

Taraaaaa.....jadilah cerita ini

Terimakasih kepada teman-teman semua yang sekiranya mau mambaca karya saya..

Mohon bantu dukungan nya ya semuaaa

Terimakasih <3

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top