🍷 29. Yang Terpendam 🍷
Siang, temans. Dr. Satrio aku datangkan pagi yaa, sebelum dia tidur karena habis jaga malam😁😁😁
Ocean benar-benar merasa muak dengan yang terjadi dalam hidupnya yang menurutnya tidak biasa. Dia tidak pernah ingin hidup dalam kemewahan bersama Satrio, tetapi tanpa ketenangan sama sekali. Ocean lebih memilih hidup sederhana di rumah orang tuanya dan menjalani hari demi hari dalam ketenangan. Untuk apa semua kemewahan yang dia dapatkan jika setiap hari merasakan gundah yang tidak pernah berhenti.
Satrio menuntut Ocean untuk menjelaskan semua kesalahan yang menurut pria itu tidak pernah dia lakukan. Tentu saja Satrio merasa tidak bersalah, pria itu adalah jenis makhluk paling tidak sensitif yang suka mengentengkan segala sesuatu. Mengaku simpel, tetapi selalu masa bodoh. Ocean bosan dengan hidupnya yang tertekan.
Desakan Satrio untuk mengetahui semua perasaan bencinya memang benar-benar menjengkelkan. Namun, melihat situasinya maka Ocean memang harus mengatakan semuanya. Lebih baik melemparkan semuanya ke wajah Satrio yang menyebalkan lalu pergi dari kehidupan pria itu selamanya.
"Cean?"
"Sudah nggak sabar, ya, mau mengetahui kebobrokan wanitamu itu?"
"Langsung saja," desak Satrio.
Ocean memandang Satrio sekilas sebelum memulai ceritanya. Kejadian yang tidak pernah dia ungkapkan hingga memutuskan hubungannya dengan Satrio dan memupus keinginannya untuk menikah. Peristiwa hampir enam tahun yang lalu, beberapa hari setelah Ocean melihat Satrio di bandara.
* * * *
"Hai ... jadi kamu yang bernama Ocean? Kekasih pura-pura Dokter Satrio?"
Ocean yang sedang duduk menunggu Satrio mendongak dan menemukan seorang perempuan cantik dengan dandanan yang bisa dibilang sedikit berlebihan sedang menatap tajam padanya. Ocean tersenyum ramah dan berhasil mengingat bahwa perempuan itu adalah orang yang menggandeng lengan Satrio di bandara.
"Duduk, Mbak," tawar Ocean ramah. "Iya saya Ocean," lanjutnya.
"Namaku Lina." Perempuan itu mengenalkan diri. "Calon istri Dokter Satrio."
"Oh, iya." Kalaupun terkejut, Ocean berhasil menutupinya dengan baik dan menampilkan wajah biasa-biasa saja seolah tidak terjadi apa-apa.
"Jadi mundurlah selagi dia masih berniat baik dan belum mengatakan hal yang tidak-tidak. Atau jangan-jangan kamu mau ambil keuntungan?"
"Keuntungan?" Ocean tidak mengerti.
"Untuk anak orang miskin sepertimu, apa yang kamu cari?"
Lina, perempuan yang mengaku sebagai calon istri Satrio menekankan berkali-kali kalau Ocean adalah anak orang miskin. Betapa tidak pantasnya untuk bersanding dengan Satrio. Orang miskin yang seharusnya hanya berandai-andai untuk diperistri Satrio.
Kenyataan yang memperkuat segalanya adalah ketika Lina mengatakan kalau Satrio adalah seorang dokter. Hal yang tidak pernah diketahui oleh Ocean dan seketika membenarkan dalam hati bahwa benar Satrio tidak pernah serius dengannya. Mau tak mau, Ocean mengingat kembali seluruh kebersamaannya dengan Satrio. Pria itu mengatakan dia hanya karyawan biasa.
Krisis kepercayaan terhadap Satrio ditambah kenyataan yang dikatakan Lina, serta penghinaan terus menerus tentang kemiskinan orang tuanya membuat Ocean merasa hilang kendali. Emosinya melesat naik dan dalam tindakan impulsifnya dia mengusir Lina dan mengatakan akan meninggalkan Satrio segera.
Ocean tidak pernah berpikir untuk meminta penjelasan. Penghinaan terhadap orang tuanya adalah batas keras baginya dan tidak ada hal yang lebih buruk dari itu. Meski orang tuanya hanya pegawai negeri, tetapi Ocean tidak pernah merasa kekurangan. Berbekal kasih sayang yang dia dapatkan di sepanjang masa pertumbuhannya, Ocean yakin untuk menyingkirkan Satrio dari hidupnya.
"Mau dengar sesuatu, Mbak Lina?"
"Orang miskin tetaplah diam atau akan aku buat bapakmu kehilangan pekerjaannya sekarang juga."
Dengan harga diri dan keberanian yang tersisa, Ocean pergi dari hadapan Lina. Bapaknya harus tetap bekerja karena itu adalah hal yang membuat beliau tetap bersemangat. Ocean bertekad akan menjadi orang sukses yang meskipun bapaknya pengangguran, tetapi mereka tidak akan kekurangan.
Kenyataan yang terjadi setelah itu benar-benar membuka mata Ocean. Satrio tidak membantah apa pun yang dikatakan Ocean. Meski sempat menolak perpisahan yang dia minta, tetapi baginya itu hanyalah sebuah pertahanan diri karena malu niat buruknya telah terbongkar.
Dengan niat baru dalam hatinya, Ocean berniat untuk maju. Menutup diri dari pergaulan dan benar-benar membatasi akses semua orang untuk lebih mengenalnya. Tidak ada yang tahu siapa dan di mana Ocean tinggal lebih dari yang Ocean katakan. Teman-temannya hanya tahu bahwa Ocean adalah gadis yang bekerja paruh waktu untuk membantu biaya kuliah. Ocean tidak bergaul dekat dengan semua orang, tidak pernah ke kafe walaupun hanya sekadar ngobrol, tidak pernah nonton, atau semua kegiatan yang dilakukan oleh anak muda.
Lulus sarjana, Ocean mengatakan akan melanjutkan pendidikan pascasarjana. Bapaknya menyetujui dan dari sanalah Ocean mulai merintis usaha. Otak cerdasnya berhasil membuatnya memiliki tabungan untuk mewujudkan usaha bersama dengan Delta meski dia hanya memiliki 25% atas usaha itu.
* * * * *
"Sweety ...." Satrio mendekap Ocean begitu erat setelah ceritanya selesai. "Kamu nggak bisa ninggalin aku lagi," lirih Satrio.
Ocean tidak menanggapi ucapan suaminya. Dia hanya meronta dan berusaha menjauh. "Tepati janjimu untuk meninggalkan aku," pinta Ocean.
"Janji yang mana?"
"Kamu setuju berpisah, Sam." Ocean mengingatkan. "Kamu mengatakannya beberapa saat lalu."
"Aku mengatakan menyetujui berpisah jika cerita atau tuduhanmu padaku benar. Bagian mana aku membohongimu?"
"Kamu bilang hanya karyawan di rumah sakit itu. Kamu nggak pernah bilang kalau kamu seorang dokter."
"Sweety, aku tidak bohong."
"Jangan panggil aku begitu!"
"Dulu aku juga memanggilmu begitu, 'kan?" Satrio mengingatkan.
"Pokoknya kita berpisah." Ocean bersikeras.
"Mari kita luruskan sesuatu mengenai aku. Aku tidak pernah membohongimu, Sweety. Aku memang karyawan di rumah sakit itu. Dari dulu dan sampai saat ini. Rumah sakit itu milik Alfredo dan kamu tahu itu, 'kan?"
"Kamu nggak bilang kalau dokter."
Satrio tersenyum. Menyatukan kening mereka dan memejamkan matanya sejenak. "Apa aku harus berteriak kalau aku seorang dokter? Bagiku itu hanya pekerjaan sama seperti pekerjaan yang lain. Lagipula, kenapa kamu nggak tanya?"
Satu kenyataan menghantam kepala Ocean. Satrio benar, dari dulu sampai sekarang suaminya itu tetaplah karyawan di rumah sakit itu. Kemudian apakah dia bersalah karena tidak bertanya dan pergi begitu saja sebagai wujud ketidakberdayaannya?
"Lihat! Betapa nakalnya dirimu," gumam Satrio lembut. "Menuduhku jahat padahal kamu sendiri yang telah menjahati aku."
"Nggak usah merajuk," komentar Ocean. "Aku anak orang miskin."
"Orang miskin kok nyekolahin anaknya tinggi banget," omel Satrio. "Tidak ada perceraian, enak aja setelah nyalahin aku sekarang minta cerai. Kamu harus tanggung jawab mengobati aku."
"Mengobati?" Ocean mendadak bengong.
"Tentu saja. Aku sudah sakit selama lebih dari lima tahun dan itu karenamu. Tanggung jawab!"
"Nggak mau."
"Harus mau," paksa Satrio. "Seenaknya mutusin aku dan sekarang mau ninggalin aku lagi? Nggak akan terjadi."
Ocean heran, ke mana perginya kemarahan yang sesaat lalu begitu membara dalam hatinya. Ke mana raibnya emosi yang tadinya seolah ingin meledak. Satrio dan sikap manisnya, nyatanya masih bisa membuatnya tenang secepat kedipan mata.
Aisshh ... siapa mulai senyum -senyum karena Mas Satrio mendadak manis?😁
Kasih saia 500 vote sampe sore ini kalau mau dobel update. Setuju yaa temans tercinta. Gaskaaann😁😁
Love, Rain❤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top