🍷 28. Titik Terang 🍷

Malem temans, sahabat dr. Satrio langsung merapat yess. Daripada ketinggalan kereta api😁😁

Satrio senang memperhatikan Ocean yang semakin bersemangat setiap harinya. Kemudahan bekerja dengan beberapa penambahan fasilitas dan tenaga kerja nyatanya sanggup membuat Ocean sibuk tanpa harus merasa lelah. Istri cantiknya itu bisa pulang tepat waktu atau keluar menikmati sore bersama Athena atau Aegea.

Satu-satunya hal yang belum Satrio bereskan adalah rekan Ocean yang bernama Delta. Rasanya pria itu sudah seperti virus yang menyerang kehidupannya dan dia harus berusaha untuk mengenyahkannya sesegera mungkin. Bagaimanapun caranya, Delta harus keluar dari lingkaran kehidupannya. Batasan-batasan itu harus jelas karena dia sudah rela seandainya Ocean benar-benar melupakan kepemilikannya atas minimarket yang baginya hanya merupakan sesuatu yang tidak penting.

Suasana hati Satrio sedang baik. Dia baru saja mengunjungi mertuanya dan melihat Bapak sudah benar-benar sehat serta kembali bekerja dan menurut beliau sudah sesibuk sebelumnya. Bekerjanya kembali sang mertua, membuat Satrio mendapatkan buku nikahnya dengan Ocean. Itu berarti dia tinggal memikirkan untuk mengadakan sebuah pesta kecil sebagai resepsi mereka yang belum terlaksana

Mengingat hal itu saja sanggup membuat senyum Satrio merekah. Pernikahan yang menurut Ocean terpaksa karena membayar biaya operasi bapaknya nyatanya berjalan cukup baik meski masih banyak kesalahpahaman di sana sini yang perlu diluruskan. Segera, Satrio akan membereskan hal itu dan menjadikan Ocean sebagai perempuan tanpa kecemasan yang sampai saat ini masih dia cari tahu sebabnya.

Malam Minggu seperti ini, lalu lintas memang sedikit ramai. Bahkan kemacetan ada di beberapa ruas jalan menuju kediamannya dan Satrio tidak mengeluhkan hal itu. Dia tetap mengemudi dengan tenang sembari bernyanyi kecil. Tidak praktik merupakan waktu yang dia nikmati selagi tidak ada panggilan darurat untuk operasi.

Hari masih cukup terang saat Satrio memarkir mobil di depan rumahnya. Dia biarkan Parman menutup pintu pagar sementara Simbok membukakan pintu rumah. Dia masuk setelah menyapa wanita yang turut membesarkannya itu.

"Ocean ada di rumah, Mbok?" tanyanya ramah.

"Ada, Mas. Baru saja pulang diantar Mas Al."

Satrio mengangkat sebelah alisnya. "Al? Maksud Simbok Alfredo, 'kan?"

"Iya, Mas Al, papanya Ale itu lo," jelas Simbok.

"Sempat mampir?"

"Iya. Tapi Mas Al cuma di teras. Ale yang masuk karena Mbak Ocean memberikan puding buatannya. Setelah itu mereka pamit."

Satrio mengangguk dan berlalu. Dia menuju kamarnya dan mendapati Ocean yang baru saja keluar kamar mandi. Ocean tampak begitu segar dan ... mungkin lezat, mengingat bagaimana istrinya itu selalu memberikan respon manis di saat-saat tertentu.

"Cean, ini buku nikah kita sudah jadi dan baru sempat kuambil." Satrio meletakkan kedua buku nikah di meja rias. "Tadi aku mampir ke rumah Bapak. Beliau sehat dan sudah kembali pada rutinitasnya."

"Buku! Aku nggak mau!" jerit Ocean.

Satrio terkejut mendengar jeritan Ocean dan langsung menatap istrinya yang mendadak histeris.

"Cean, ada apa?" Satrio yang terkejut langsung mendekati Ocean.

Dia menghalangi niat Ocean yang sudah memegang buku nikah mereka dan hendak menyobeknya. Satrio memegang satu tangan Ocean dengan erat dan menjauhkannya dari tangan yang lain. Keheranannya semakin menjadi saat istrinya meronta dan berniat melemparkan buku itu ke tempat sampah yang ada di samping meja.

"Cean, Cean, ada apa?" tanya Satrio sambil mendekap erat tubuh Ocean.

"Pernikahan ini sementara. Aku nggak mau terjebak hidup selamanya denganmu!" seru Ocean berapi-api.

Satrio terus mendekap Ocean. Di situlah letak masalah yang sebenarnya. Dia harus mengetahuinya, rumah tangga mereka harus membaik karena sejujurnya dia merasa sangat nyaman hidup bersama Ocean.

Satrio membiarkan Ocean yang menangis tersedu-sedu sementara dekapannya tidak pernah mengendur. Satrio duduk bersandar di ranjang mereka dengan Ocean yang ada di atas pangkuannya. Dibiarkannya Ocean terus menangis, mungkin membuang semua kesakitan yang selama ini disembunyikannya.

"Aku tetep nggak mau jadi istrimu," ketus Ocean setelah tangisnya mereda.

Satrio membiarkan Ocean berpindah duduk ke sampingnya. Selama istrinya itu tidak menghindar maka ada kesempatan untuk mencari tahu semua penyebab kesialan hidupnya. Meskipun memerah setelah tangisnya, Satrio masih melihat kalau Ocean sangat cantik.

"Boleh aku tahu alasannya? Sepanjang yang aku ingat, aku tidak pernah dengan sengaja menyakitimu."

"Aku nggak harus ngomong, 'kan? Yang terpenting bagimu adalah uangmu kembali."

"Dan kata siapa itu? Apa aku pernah mengatakan hal semacam itu?"

Kali ini Satrio benar-benar tidak akan melepaskan Ocean. Semua alasan tersembunyi itu harus diketahuinya. Dia bertekad sebelum hari ini berakhir, Ocean harus tuntas mengatakan semua hal kepadanya. Semuanya, termasuk kesalahan yang Ocean tuduhkan, tetapi tidak pernah dilakukannya.

"Bukankah memang itu tujuanmu menikahi aku?"

"Tidak, memang siapa yang bilang?"

Satrio sengaja berputar-putar untuk membuat Ocean merasa lebih jengkel dan hilang kendali. Harapannya saat itu semua terjadi maka Ocean akan kelepasan bicara. Dia tahu pasti, poin pentingnya bukanlah perpisahan mereka.

"Kamu menyambar kesempatan pertama untuk menikahiku. Apa alasannya?" Ocean ingin tahu.

"Karena aku mau," jawab Satrio enteng.

"Kalau memang niatmu menolong, nggak perlu, 'kan, sampai menikahi aku. Cukup dengan bayar saja rumah sakitnya dan ambil kepemilikanku atas minimarket milik Delta."

"Sayangnya aku nggak suka kerja sama dengan si calon pebinor itu."

"Kamu ...."

"Apa? Memang kenyataannya begitu."

Satrio tidak akan mengalah jika urusannya menyangkut Delta. Baginya tidak ada kompromi sama sekali. Membiarkan segala sesuatu seperti perkataan Ocean maka sama artinya dengan dia memberi celah pada Delta untuk masuk ke dalam hubungannya dengan Ocean. Lebih baik menyingkirkan pria itu secepat mungkin dan semuanya akan kembali baik-baik saja di antara dirinya dan Ocean.

"Jadi, temanku kau tuduh sebagai pebinor sementara kamu sendiri dekat dengan pelakor? Dasar kau pria egois," tuduh Ocean.

Satrio tertegun mendengar ucapan Ocean. "Apa maksudmu?"

"Pura-pura nggak ngerti. Dari awal kamu memang nggak pernah jujur ke aku. Aku saja nggak ngerti kerjamu apa. Berapa penghasilanmu dan seberapa kayanya dirimu, tetapi ... wanitamu ...."

Satrio tidak menyela ucapan Ocean yang mulai berhamburan menuduhkan berbagai macam hal kepadanya. Itu momen yang dia tunggu, saat kejujurannya dipermasalahkan dan pasti akan dikaitkan dengan semua kekacauan masa lalu mereka. Meskipun Ocean sedang berusaha menormalkan napasnya, dia tahu bahwa dalam hatinya masih begitu banyak kesalahan yang siap dilemparkan ke wajahnya.

"Begitu berani dia mengataiku anak orang miskin! Memangnya kenapa kalau orang tuaku miskin? Setidaknya mereka berhasil mendidik anaknya menjadi baik."

"Cean ...."

"Tidak seperti dia, yang mengaku kaya tetapi bermoral rendah!" teriak Ocean.

Satrio kembali memeluk Ocean. Apa yang sebenarnya dikatakan oleh Ocean, dia masih belum memahami semuanya dengan jelas. Satrio terdiam merasa begitu dungu. Sebanyak itu beban hati Ocean yang dimulai dari masa lalu mereka dan dia belum mengetahuinya. Bukan ... Satrio bukannya belum mengetahuinya, tetapi dia memang tidak tahu sama sekali.

"Lepas aku!" sentak Ocean sembari menjauh dari Satrio. "Pria yang sama kelakuannya seperti itu, nggak cocok jadi suamiku. Aku benci!"

"Baik," kata Satrio tenang. "Jika kamu menceritakan semua padaku dan aku menerima itu sebagai kebenaran, kamu boleh ninggalin aku."

Nah, kan ... ada apa itu?🤔🤔
Ngaku aja Cean, trus cubit suamimu tuh kalau masih gak peka😝😝

Jangan lupa ya, besok giliran Lukisan Hening. Yang masih belum baca, kuyy mampir🥰🥰


Love, Rain❤

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top