🍷 27. Terharu 🍷
Pagi, temans ... langsung merapat iaa. Dr. Satrio udah dateng🥰
Tiga hari setelah kepulangannya dari rawat inap, Ocean sudah masuk kerja. Bagaimanapun Satrio menghalangi, dia tidak mendengarkan. Ocean hanya mengatakan kalau semakin lama di rumah maka semakin dia merasakan bosan hingga Satrio mengalah. Ocean pergi dengan menggunakan kendaraan online saat Satrio masih mandi.
Sampai di kantornya, Ocean langsung menyalakan komputer dan memeriksa semua produk masuk dan keluar. Baginya semua harus sesuai dengan intruksi yang diberikannya. Dia bersyukur bahwa Supri, sopir baru, yang dia pekerjakan mengerti dengan maksudnya. Orang baru itu adalah karyawan Ocean saat masih menangani minimarket, jadi dia sudah tahu dengan baik ke mana saja harus mengirim produk sesuai dengan petunjuk Ocean. Boleh dikatakan kalau Supri itu hafal semua rekanan Ocean.
Pagi itu juga sekitar pukul sembilan, Ocean sudah berada di gudang. Dia puas gudangnya hanya berisi obat-obatan seperti semula sementara stok lain hanya cukup untuk keperluan apotek dan klinik milik Satrio.
"Selamat pagi, Bu Ocean," sapa kepala gudangnya.
"Pagi," sambut Ocean. "Ini tumpukan apa?" lanjutnya seraya menunjuk beberapa kardus dalam jumlah yang tidak sedikit.
"Itu untuk rumah sakit Dokter Al, Bu. Sesuai dengan pesan yang Ibu kirim kemarin siang."
Ocean mengangguk, memberikan surat jalan dan meminta supaya semua segera dikirim. Tidak ada penundaan apa-apa mengingat semua sudah lengkap. Ketika sebuah truk datang, Ocean mengawasi sendiri semua barang yang diturunkan. Begitu truk itu pergi, dia langsung mengeluarkan surat jalan lain dan meminta separuh produk dinaikkan ke pikap.
"Mas Supri," panggilnya pada pria yang tengah memeriksa jumlah karton. "Ini surat jalannya. Antarkan semuanya ke minimarket Delta. Kembali dari sana kirim sisanya ke toko grosir dekat pasar induk."
"Siap, Bu," jawab Supri menerima beberapa kertas dari Ocean.
"Pak Fendi, masukkan 5 karton ke gudang kita."
"Iya, Bu," sahut Fendi.
"Efisien sekali cara kerjamu."
Ocean menoleh dan mendapati Raphael sedang mengamatinya bekerja bersama Athena dengan perut besar berdiri di sampingnya. Senyum Ocean mengembang menyambut kedua tamunya.
"Siapa yang menyuruh bekerja sekeras itu padahal baru sembuh?" Athena langsung protes.
"Siapa suruh itu bumil jalan jauh sampai ke sini?" Ocean balik protes.
"Tadinya mau periksa, tapi lihat antriannya jadi males," bisik Athena.
Ocean mengajak Athena duduk di depan gudang. Ada meja besar dengan enam kursi yang mengelilinginya. Dia tahu kalau Athena pasti lelah setelah berjalan dari ruangannya hingga ke gudang.
"Pengertian sekali Cean ini ya, Bee. Dia tahu loh kalau kamu lelah."
"Aku sudah aman. Sana kamu ke sebelah aja, Ael."
Athena mengerutkan alisnya. "Ke sebelah?"
"Iya," jawab Athena. "Mas Al bilang kamu butuh gudang. Kebetulan tempatnya mepet sama gudangmu ini jadi ya Ael coba nawar. Kalau boleh nanti tinggal robohin dindingnya dan dijadikan satu sama tempat ini."
"Gudang? Kapan aku bilang begitu?" Ocean bingung.
"Memang enggak, tapi sakitmu itu kan pusing karena capek kirim sana sini. Sopir barumu belum masuk pas itu," tutur Athena pengertian.
"Thena jangan gitu. Aku sudah banyak repotin kalian." Ocean merasa tidak enak.
Athena tersenyum santai. "Kamu tau? Sebelum aku dan Gea menikah, kami selalu ngerepotin Mas Sat. Bahkan Gea sampai merasa sangat berhutang budi."
Ocean tertegun. Begitu baikkah suaminya hingga orang lain sampai merasa berhutang budi dan memutuskan untuk membalas dengan cara apa saja. Ocean tidak pernah tahu karena apa yang dia lihat dari Satrio hanyalah ketidakpekaannya.
"Tapi aku ...."
"Nggak usah dipikir. Mas Sat memang begitu itu, tapi aslinya dia baik. Sangat baik malah."
Ocean mencibir. Baik dari mana jika setiap hari selalu berhasil membuatnya jengkel. Ada-ada saja omongannya yang menyebabkan pertengkaran, atau sikapnya yang cenderung absurd, dan sejujurnya dia lelah. Ocean ingin semuanya selesai dan bisa pergi dari drama hidupnya bersama Satrio.
"Iya," jawab Ocean tanpa mau berdebat lebih jauh.
"Aku tahu kamu baru saja memutar bola matamu, Ocean." Suara Athena terdengar jengkel.
Ocean tergelak. "Jengkel saja yang banyak, nanti anakmu mirip aku," katanya.
Athena benar-benar tertawa mendengar ucapan Ocean. "Itu mitos. Yang bikin aja aku sama Ael, gimana ceritanya mirip kamu? Tapi ... kalaupun mitos itu benar, aku gak keberatan anakku mirip kamu. Cantik sih kamunya."
Tawa Athena menular kepada Ocean. Ada saat-saat Ocean merasa sangat ringan seperti itu. Dia tidak ingat kapan terakhir kali bisa tertawa sebebas itu sejak pernikahannya. Rasanya tertawa itu adalah sesuatu yang sangat mahal mengingat hari-harinya berjalan seperti rutinitas yang tak ada habisnya.
"Mikir apa?" Athena memutus lamunan Ocean.
"Nggak ada," jawab Ocean kalem.
"Cean!" panggil Raphael yang tiba-tiba muncul.
"Pelankan suaramu, Ael. Anak kita kaget," protes Athena dengan mata membola.
"Jadi sudah deal dengan sebelah. Koko pemiliknya bahkan menurunkan harga sampai 25% karena kita yang ambil," jelas Raphael.
"Kita?" Ocean tidak mengerti.
"Memang kita," sahut Alfredo yang baru saja tiba bersama Aegea.
Senyum Ocean kembali merekah. Rasanya sudah begitu lama dia tidak melihat dokter cantik kesayangannya itu. Dia bangkit dan memeluk Aegea sebentar sebelum kembali duduk di tempatnya. Raphael dan Al serta Aegea juga ikut mengambil tempat.
"Jadi ... urusan gudang itu sudah beres. Selalu gunakan kata kita maka semua urusan akan beres dengan cepat. Tinggal menyelesaikan surat-menyurat saja," jelas Alfredo.
"Kalian baik sekali." Ocean terharu. "Nggak tau gimana mesti balas budi."
"Budi nggak berbuat, kenapa mesti dibalas?" Raphael menyela.
"Mas Raph kebiasaan," omel Aegea. "Nggak cocok sama kesan cool-mu yang selalu diomongin para perawat."
"Aku nggak merasa gitu. Mereka tuh 'kan nggak kenal aku, ya, Bee?" Raphael membela diri dan sedikit merapat pada Athena lalu menyandarkan kepala di bahu istrinya.
"Jijik!" hina Alfredo.
Gelak tawa begitu lepas dari orang-orang yang begitu baik itu membuat Ocean kembali terharu. Dia tidak pernah berpikir bisa berteman dengan orang-orang yang baik. Semua urusannya seolah dimudahkan tanpa perlu bersusah payah. Meskipun dia harus menengok saldo tabungan suaminya, tetapi setidaknya semuanya sudah lancar sejauh ini.
"Cean, mainlah ke rumah hari Minggu nanti. Sejak kamu janji waktu itu, kamu belum pernah ke rumahku." Aegea meminta sekaligus mengingatkan, membuat Ocean langsung merasa tidak enak hati.
"Tapi ...."
"Kalau Mas Sat nggak mau ngantar, biar aku jemput saja," usul Athena.
"Bee, aku saja yang menjemput untukmu. Kamu jangan terlalu lelah." Raphael mengusulkan sembari menatap lembut pada Athena.
Melihat cara Raphael menatap Athena saja rasanya seperti ada yang menyesakkan dada Ocean. Belum lagi tangan Alfredo dan Aegea yang saling menggenggam. Mereka benar-benar pasangan serasi dan terlihat saling mencintai. Seandainya Ocean memiliki pernikahan seperti itu, dia pasti merasa sangat bahagia. Sayangnya semua keinginannya hanya mimpi yang rasanya terlalu indah jika menjadi kenyataan. Jadi dia hanya bisa diam dan tidak berani berharap lebih.
Ocean menyadari bahwa pernikahannya hanyalah sementara. Tidak ada hal yang pantas dia beratkan. Mungkin nanti ... suatu saat Satrio akan bahagia bersama wanita yang dicintainya sementara dia akan berusaha untuk menemukan cinta yang lain.
"Hei, Cean," seru Athena memutus lamunan Ocean. "Berbagilah dengan kami. Jangan terus bersedih seorang diri. Kamu tau, 'kan, kalau berbagi itu bisa bikin sedikit lega?"
"Heh kalian ... kenapa kumpul-kumpul tanpaku?" Suara Satrio yang tiba-tiba terdengar membuat semua menoleh ke arahnya.
"Karena kami tidak butuh kau!" jawab semuanya kompak.
Ocean hanya bisa bengong.
Nah kan ... apa-apaan mereka semua?
😅😅
Temans, aku juga repost cerita ini 👇Mampir yakk yang belum baca. Tapi jangan esmosi😁😁
Love, Rain❤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top