🍷 25. Hari Berat 🍷
Malem, temans ... teman dr. Satrio langsung merapat cari tempat😁😁
.
Aku enggak edit² lagi, yaa. Pokoknya aku repost doang😁
.
Di Karyakarsa sudah tamat. Bab yang enggak diposting di wp juga ada di sana.
Ocean sedang serius dengan laptopnya saat suara pintu ruang tamu terbuka. Ocean tidak repot-repot bangkit untuk melihat siapa yang datang. Sudah bisa dipastikan kalau itu adalah Satrio. Tidak akan ada tamu yang datang saat waktu menunjukkan pukul sembilan. Mungkin ada dan yang pasti akan mengetuk pintu terlebih dahulu.
Ocean membiarkan saja Satrio melangkah ke kamar mereka tanpa menyapanya. Dia juga tidak peduli pada kantong plastik yang diletakkan Satrio di depannya, tepat di samping laptopnya. Posisi duduknya yang memang di karpet membuat Ocean nyaman dan malas untuk bangkit mengambilkan minum untuk suaminya.
Hampir 30 menit kemudian, Satrio muncul kembali. Mengenakan celana pendek sepanjang lutut berwarna krem dan kaos hitam longgar. Ocean melirik pria itu sekilas dan melihat wajah segar Satrio. Rambut bagian depannya masih sedikit basah dan tidak di sisir, ada cambang tipis yang menghiasi dagunya dan Ocean segera mengalihkan kembali pandangannya. Fokus pada pekerjaan lebih baik daripada mengamati penampilan Satrio.
"Aku nggak keberatan kamu lihatin," kata Satrio.
"Malesin," komentar Ocean.
"Aku beli martabak telur kesukaanmu, kenapa nggak dibuka?"
"Lagi pewe."
Ocean membiarkan Satrio melangkah pergi dan kembali beberapa menit kemudian. Ada sebuah piring dan garpu di tangannya. Dia meletakkannya di meja dan meraih bungkusan yang tadi dia beli.
"Makanlah," kata Satrio setelah martabak telur dia pindahkan ke piring.
"Nanti."
"Kalau nanti keburu dingin."
Ocean tidak menanggapi ucapan Satrio. Tangannya masih sibuk menekan keyboard laptopnya sementara matanya tetap fokus ke layar. Ada beberapa laporan yang memang harus dia selesaikan mengingat gudang kecilnya yang pasti akan penuh jika barang datang tidak segera dia lempar ke teman-temannya.
"Makan dulu Cean, itu sudah hampir dingin," kata Satrio setelah beberapa saat dan Ocean masih tetap sibuk dengan pekerjaannya.
"Ya."
"Masalahmu apa, sih, Cean? Ini aku beli buat kamu, loh. Kaya gak hargain banget usahaku." Satrio mengeluh.
Ocean melirik Satrio sebentar. Diambilnya garpu dan menusuk sepotong martabak. Dengan kunyahan kasar beberapa kali, Ocean langsung menelan martabak itu kemudian meneguk segelas air putihnya sampai habis.
"Apa yang kau lakukan?" Satrio bersuara keras. "Makan satu potong dan mengunyah beberapa kali. Itu nggak bagus buat pencernaanmu. Ngomong kalau ada masalah itu."
"Masalahmu apa, sih, Sam? Kamu beli dan sudah kumakan. Mau apa lagi?" Suara Ocean tak kalah keras.
"Kupikir kamu suka, makanya kubeli."
"Kalau nggak ikhlas ya nggak usah beli. Lagian aku nggak minta, 'kan?"
Ocean melanjutkan kembali pekerjaannya. Dia benar-benar tidak mau memikirkan hal yang membuatnya tidak nyaman. Rasanya sudah sangat jenuh, lelah, dan membuang banyak waktu. Dia berpikir untuk berhenti dan meletakkan saja pernikahan yang tidak membuatnya bahagia itu.
"Cean, ini ...."
"Kamu bisa diam?" tanya Ocean memotong ucapan Satrio.
Sakit kepala yang sudah dirasakannya sejak sore membuatnya hilang kesabaran. Sadar bahwa dia sudah berbicara keras pada suaminya, lagi-lagi Ocean memilih kembali fokus pada pekerjaannya. Meskipun sedang jengkel, Ocean tidak bermaksud untuk bertutur secara tidak sopan.
"Jadi, hari ini jalan-jalan ke mana saja?"
"Ke mana-mana."
"Ketemu Delta?"
"Tentu saja." Ocean menjawab santai dan berusaha melupakan sakit kepalanya. "
"Bisa kamu hentikan hal itu? Aku nggak suka kamu ketemu dia," ujar Satrio lirih.
Ocean memperhatikan Satrio sejenak. Dalam hati dia mengatakan bahwa dia tidak akan menurut pada keinginan Satrio kali ini. Ocean berpikir bahwa Satrio hanya bisa menghalangi kemajuannya saja. Tidak ada gunanya mendengarkan orang yang baginya hanya tahu cara mengintimidasi orang.
"Memangnya apa urusanmu?" tantang Ocean.
"Aku suamimu, kalau kamu ingat. Sudah sewajarnya kamu nuruti semua keinginanku."
Ocean mendengkus kemudian tertawa mengejek. "Suami? Yakin kau suamiku?"
"Apa maksudmu, Cean?"
"Harga dirimu terluka, ya, saat aku tidak mendengarkanmu? Sakit hati saat kau merasa aku tidak menghargaimu?"
"Cean, kamu ...."
"Apa?"
Suara Ocean yang kembali meninggi tampaknya membuat Satrio terdiam. Sedikit banyak Ocean merasa bersyukur karena Satrio memilih untuk menutup mulutnya atau pertengkaran mereka akan menjadi sesuatu yang serius. Selama beberapa saat Ocean berhasil mendapatkan kembali konsentrasinya hingga pekerjaannya selesai.
Ocean meregangkan tubuh setelah mematikan laptop. Dituangnya air mineral ke dalam gelas dan meneguknya sampai habis. Setelah itu dia bangkit dan membawa botol serta gelas kosongnya ke dapur. Dinyalakannya kompor dan memanaskan masakannya. Hanya sup ayam kesukaan yang dia masak setelah pulang kerja tanpa bantuan Simbok.
Sambil menunggu supnya hangat, Ocean membuat segelas teh dan kopi. Diletakkannya gelas kopi di depan Satrio karena pria itu sudah duduk di salah satu kursi. Ocean menyusul dengan semangkuk sup dan menikmatinya dalam diam.
"Aku mau, Cean," kata Satrio.
Tanpa menjawab, Ocean bangkit dan mengambil mangkuk lalu mengambilkannya untuk Satrio. Didekatkannya sambal pada Satrio dan dia melanjutkan makannya yang sempat terjeda. Selesai dengan itu, Ocean meneguk teh hangat berikut sebutir obat pereda rasa sakit miliknya.
"Kamu sakit, Cean?" Satrio terdengar cemas.
"Nggak."
Satrio membereskan mangkuk makan malam mereka tanpa diminta. Ocean membiarkan saja Satrio melakukan semuanya karena dia merasa sudah terlalu malas untuk bergerak. Setelah semua beres, Ocean tidak menyangka kalau Satrio mengangkat tubuh kecilnya dan membawanya masuk ke kamar.
"Makasih," gumam Ocean begitu Satrio membaringkannya di ranjang mereka.
"Sama-sama," balas Satrio.
Ocean membiarkan tangan Satrio yang bergerak memijat leher dan bahunya. Rasanya benar-benar nyaman dan membuatnya bisa bernapas lega. Sepertinya Satrio memiliki tangan ajaib yang bisa membuat sakit kepalanya mereda begitu cepat. Sudah begitu lama sejak terakhir kali dia merasa nyaman dan santai seperti itu. Beberapa waktu belakangan benar-benar menguras emosinya dan mungkin sudah membuatnya darah tinggi.
Ada saat-saat Ocean merasa begitu dekat dengan Satrio, tetapi tak lama kemudian dia menyadari bahwa itu tidak benar. Satrio tetaplah Satrio, pria yang akan segera dia tinggalkan setelah semuanya membaik. Membaik dalam artian bisnisnya stabil dan keluarganya sendiri juga sudah dalam kondisi yang bagus.
Tidak ada niat buruk dalam hati Ocean. Dia hanya berpikir untuk membayar kembali uang yang pernah dipakai Satrio untuk membayar operasi bapaknya. Ocean mengingat seberapa banyak uang yang sudah dia kumpulkan selama menjalankan pekerjaannya di apotek Satrio. Tidak ... Ocean tidak mengambil uang Satrio. Dia hanya mengambil gajinya dan membagi keuntungan dari kemajuan yang sudah dia lakukan.
"Apa yang membuat kedua alismu sampai berkerut begitu, Cean?" tanya Satrio memutus lamunan Ocean.
Ocean tidak menjauh saat Satrio mengusap alisnya yang mungkin memang berkerut. "Pengen tau aja," sahutnya.
"Kudengar kamu beli pikap baru."
"Iya."
"Uang dari mana? Aku lihat nggak ada transaksi itu dari keuangan kita."
"Tanya Mas Al. Aku nggak tau urusan pembayaran."
"Maksudmu Alfredo?" Satrio meyakinkan.
"Memang ada berapa Mas Al yang kenal aku dan begitu baik hati sudah membantuku menyelesaikan masalah?"
Satrio masih terus memijat bahu Ocean. "Heran aja, Al tidak pernah membantu orang tanpa sepengetahuan istrinya. Lagipula dia tidak sebaik itu."
Ocean berbalik dan menatap mata Satrio. "Kalian bertiga sama saja. Saling mencela tapi diam-diam membantu satu sama lain."
"Aku heran saja, Cean. Mengapa kamu memilih Al untuk membantu kesulitanmu daripada aku yang sudah menjadi suamimu?"
Ocean bangun dari tidurnya. "Kamu? Membantuku? Apa yang kau bisa selain membuatku merasa semakin tidak nyaman dan salah tempat di saat yang sama?
Kan, kan, siapa yang mulutnya tajem sekarang?😁😁
Btw Makasih yang udah mampir ke Lukisan Hening. Baca terus iaa, pokoknya update setiap selasa. Langsung 2 bab😍🥰
Love, Rain❤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top