🍷 14. Sedikit Warna 🍷

Pagi, temannya dr. Satrio 🥰
Udah Senin aja, ya ... padahal ku kira ini masih hari Minggu😝✌

Hayuklah merapat cari tempat, sebelum saia kena tampol saking alainyaahh🤭🤭

Satrio mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang menyusuri jalanan yang sore itu lengang. Hatinya sedang merasa senang karena berhasil usil pada pria yang dia anggap kurang ajar dan melampaui batas. Satrio merasa puas melihat wajah bodoh Delta saat dia melontarkan tuduhan yang bisa jadi memang membuatnya ingin tertawa jika sedang berhadapan dengan teman-temannya.

Hari sudah hampir gelap saat Satrio menyalakan lampu sein ke kanan dan begitu berhasil menyeberang, mobilnya berhenti tepat di sebelah warung tenda. Satrio turun terlebih dulu dan memutar ke pintu Ocean saat istrinya itu tidak beranjak dari tempat duduknya. Satrio tidak mengatakan apa pun untuk membuat Ocean keluar dari mobil. Tatapan matanya saja sudah cukup dimengerti Ocean hingga perempuan cantik itu turun dengan sukarela.

Satrio menggandeng tangan Ocean memasuki warung tenda. Suasana cukup ramai meski belum waktunya makan malam. Satrio membawa Ocean duduk di meja paling ujung supaya tidak terganggu oleh orang-orang yang bisa saja lewat di dekat mereka. Dia menuliskan pesanan dan melambai pada pelayan yang langsung mengambil kertas pesanan darinya.

"Jadi Cean ... katakan padaku mengapa harus bekerja seperti itu?"

Ocean menatap Satrio yang mengawasinya dengan pandangan tajam. "Seperti apa?"

"Seperti ikut penjajah. Berapa, sih, pendapatanmu sampai kamu bela-belain banget begitu?"

"Bukan urusanmu."

"Nggak usah mulai bertengkar denganku, Cean," geram Satrio. "Aku nggak suka kalau kamu nggak nurut. Dikasih tau bener-bener bukannya didengarkan kok malah marah."

Ocean menunduk, "Aku nggak marah. Jangan larang Aku untuk bekerja. Bapakku bayar sekolahku mahal dan aku nggak mau jadi pengangguran."

Satrio mengangguk. "Aku nggak ngelarang kamu bekerja, aku hanya nggak suka kalau kamu bekerja sampai lupa waktu begitu. Aku mau kamu keluar dari pekerjaanmu itu."

"Kamu kira duitku kecil yang kupakai buat bikin usaha itu." Ocean mulai meradang. "Bagimu mungkin bukan apa-apa, tapi bagiku itu sangat banyak."

"Kuberikan pekerjaan dan tangani dengan baik," sahut Satrio. "Untuk minimarketmu itu cukup kau pantau saja. Mestinya pemilik 25% saham sisanya juga bekerja di sana, bukan?"

"Memberiku pekerjaan?" Ocean tidak percaya. "Nggak usah aneh-aneh."

Satrio berdecak, "Aku nggak aneh-aneh karena keanehanku cukup satu dan orang lain sudah pusing menghadapi aku."

"Aku nggak mau kerja ikut orang!" Ocean mulai marah. "Aku suka usahaku sendiri."

Satrio berdecak. "Kalau nggak mau kerja ikut orang, trus maunya ikut siapa? Kerbau?"

"Sam! Aku mau menjitak kepalamu," geram Ocean.

"Boleh," sahut Satrio. "Nanti, ya, di rumah."

Pelayan mengantarkan makanan dan membuat percakapan yang menurut Satrio menyenangkan itu jadi terhenti. Tiga piring nasi, 2 porsi bebek sambal bawang lengkap dengan lalapannya, sepiring tumis kangkung dan es jeruk. Satrio memperhatikan mata Ocean membola melihat menu yang baru saja diantarkan.

"Siapa mau makan segini banyak?" tanya Ocean setelah pelayan itu pergi.

"Aku mau bantu makan itu, buat aku itu dikit banget." Sebuah suara terdengar dari belakang Ocean disusul kemunculan Athena dan Raphael serta pelayan yang membawa senampan makanan menu yang sama dengan pesanan Satrio.

"Athena!" seru Ocean saat perempuan itu duduk di depannya bersama suaminya.

"Aku suka makan di sini." Athena memberitahu. "Tadi sebenernya mau terus aja tapi pas lihat mobil Mas Sat jadinya mampir, deh. Siapa tahu ada kamu dan beneran ada ini. Kamu dipingit, ya, Cean?"

"Omonganmu, Bayiku. Nggak ada titik komanya. Lagian nggak capek itu mulut ngoceh mulu?"

"Mas Sat mulutnya kayak perempuan. Cean kamu kok betah, sih, tiap hari sama dia," gurau Athena. "Aku sampai heran."

"Bayiku, daripada kamu ngoceh terus mendingan makan. Kesukaanmu tuh, bebek sambel bawang," omel Satrio. "Lagian Raph, betah banget kamu dekat-dekat perempuan cerewet begitu," balas Satrio.

Sayangnya Raphael tidak menanggapi ocehan Satrio dan Athena. Pria pendiam itu memilih menarik piringnya dan mulai makan. Satrio duduk menyamping setengah menghadap Ocean dan makan juga. Beberapa kali dia menyuapi Ocean karena diam-diam memperhatikan istrinya itu enggan untuk makan lebih banyak.

"Mas Sat manis banget sih nyuapin Cean," komentar Athena.

"Nggak usah iri, aku juga nggak keberatan suapin kamu, Bee," ujar Raphael yang sudah menyodorkan nasi di depan mulut Athena.

"Latah!" olok Satrio.

Ocean menyuapkan sepotong bebek dengan banyak sambal ke mulut Satrio. Satrio menerimanya dengan senang hati tanpa merasa kepedasan sedikit pun. Dia mengerti kalau Ocean juga jengah dengan omongannya yang memang bisa sangat menggelikan.

"Sambel segitu kamu suapin dia juga nggak bakal kepedesan itu, Cean," Raphael berkomentar. "Mulut dia masih jauh lebih pedes."

Satrio tidak membiarkan Ocean menimpali perkataan Raphael dengan terus menyuapinya. Lebih baik Ocean terus mengunyah makanannya daripada ngobrol dengan Raphael yang jika dibiarkan sudah pasti akan menjadi sangat ngawur.

***

"Jadi, Cean, mulai besok kamu sudah nggak usah ke minimarket lagi," ujar Satrio begitu mereka masuk rumah.

Ocean melangkah ke dapur dan mengambil gelas. Dibukanya kulkas dan mengambil air mineral lalu menuangkannya dalam gelas. Satrio memperhatikan semuanya dalam diam, tidak memaksa Ocean untuk segera merespon ucapannya karena dia tahu kalau istrinya itu sudah mendengar perkataannya.

"Aku nggak bisa seenakku meski aku adalah rekan kerja bagi teman-temanku. Selain itu, aku perlu bekerja untuk menjadi diriku sendiri."

"Kamu nggak punya pilihan karena aku sudah membicarakan hal ini dengan Bapakmu. Secara terus terang beliau tidak keberatan kalau kamu melepas kepemilikanmu atas usaha itu."

"Sam ... aku tahu aku ini hanya istri sementara untukmu. Nggak bisakah kamu membiarkan aku menjalani hariku dengan lebih tenang?" Ocean mulai emosi.

"Ketenanganmu itu jika kamu menuruti apa kataku atau katakan sendiri penolakanmu ini pada Bapakmu karena jelas ... aku tidak bersedia untuk menyampaikan alasan bodohmu ini," jelas Satrio panjang.

"Aku membencimu!" geram Ocean. "Kamu terlalu mengatur hidupku."

Satrio tertawa pelan mendengar ucapan Ocean. Baginya lebih baik Ocean marah daripada harus membiarkannya bekerja dengan Delta, pria yang membuatnya tidak nyaman saat terus-menerus berada di dekat Ocean.

"Benci saja, aku nggak peduli. Apa pun perasaanmu, nggak ada pengaruhnya untukku."

"Aku tetap nggak mau bekerja dibidang yang aku nggak suka!" bentak Ocean.

Satrio tertawa. "Astaga ... aku terkejut, Nyonya Samudera. Suaramu keras sekali," Satrio menggoda.

"Terserah, pokoknya aku akan tetap pergi bekerja besok."

"Selangkah saja kamu pergi ke minimarket si pebinor itu, akan kubangkrutkan usaha kalian dan jangan bilang aku nggak bisa karena aku lebih dari mampu untuk melakukannya."

Satrio tersenyum puas saat Ocean batal meninggalkannya sendirian. Kejengkelan yang awalnya sudah mulai naik ke kepalanya perlahan surut kembali seiring dengan tenangnya Ocean yang duduk di dekatnya.

"Temanku nggak begitu."

Satrio mencondongkan tubuh pada Ocean. "Dasar perempuan nggak peka. Ke aku saja telitinya nggak ketulungan. Giliran didekati si pebinor lagaknya langsung pura-pura bego."

"Sam ...."

"Mandi sana sebelum aku mengajakmu bersenang-senang di sini."

"Kamu nggak akan berani. Ada Simbok," ejek Ocean.

Satrio tertawa keras. "Nah ... kamu bisa lihat, aku nggak peduli meski ada simbok. Dia pasti maklum karena kita pengantin baru."

Tawa Satrio semakin keras ketika Ocean lari terbirit-birit menuju kamar mereka. Hari ini benar-benar menyenangkan setelah beberapa hari berada dalam kesuraman yang tidak mengenakkan. Masalah harus diatasi satu per satu dan jika sulit maka si pembuat masalah harus disingkirkan. Begitulah pemikiran Satrio.

Mulut pedes melebihi sambel secobek. Jangan ditiru pliss, bisa gemuk ntar 😁😁

Love, Rain❤

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top