Monster dari Balik Kabut

"Kukira yang menang boleh mendapatkan cewek pembonceng yang kalah, Bos?" tanya Jean, tanpa sadar punggungnya bersentuhan dengan punggung Armin yang menodongkan pistol ke preman-preman di sekitar mereka.

"Tapi aku tidak bilang, pemenangnya boleh keluar dari sini hidup-hidup!" kata Bos Preman.

"Jean, mereka mulai menyerang kita!" jerit Armin, kemudian lengan Jean segera mencekik lehernya lagi, tapi kali ini Jean tidak sedang membully Armin, dia sedang melindunginya dengan memeluknya dari belakang.

"Stop! Stoop!" Seru Jean sambil merapat pada motornya, tanpa tahu harus kabur ke mana karena para Preman itu benar-benar ada di segala sisi.

"Bos, sebelum balapan tadi, kita sudah buat perjanjian, kan?" kata Jean. "Baiklah bila kau tidak ikhlas menerima kekalahan, berikan aku pisau dan kupotong kelingkingku sekarang juga, tapi lepaskan temanku!"

Armin tertegun mendengarnya, "apa? Bukannya kalau kamu kalah maka ... ?"

"Hahaha! Menarik, aku ingin tahu apa kau benar-benar rela kehilangan jari demi temanmu itu atau tidak. Berikan dia gunting tanaman!" Bos Preman itu memerintahkan anak buahnya.

Gunting tanaman ada di tangan Jean yang gemetar karena gugup. Dia menyelipkan jari kelingingnya di sela-sela mulut gunting tersebut, namun ragu untuk bertindak.

"Jean, apa maksud semua ini? Kamu tidak bilang sama sekali soal potong jari! Aku kan sudah bilang, aku tidak akan menyesal apapun yang terjadi nantinya! Jadi ini alasanmu mengiris daun telingamu juga?!"

"Armin," kata Jean, suaranya terdengar gemetar karena ketakutan. "Ini cuma jari. Kalau mereka mendapatkanmu, maka aku akan kehilangan satu-satunya orang yang mau berteman denganku."

Armin pun memutar otaknya sambil memperhatikan sekitar dan dia menemukan sesuatu.

"Jean, jangan potong jarimu!!" jerit Armin, dia menembak seorang preman pada kakinya sehingga preman itu lumpuh. Tapi akibatnya formasi di sekitar preman yang tertembak itu jadi sedikit longgar. Armin membuang gunting tanaman di tangan Jean dan menarik temannya ke sana. Karena di sana ada motor yang sedang menyorot, mesinnya dalam keadaan menyala. 

"Serang dua orang itu!!" perintah Bos Preman. 

Jean menggandeng tangannya, sambil memukul seorang preman dengan siku lengannya, dia terus berlari menuju motor itu dan segera setelah Armin duduk di bangku penumpang, Jean tancap gas mengikuti jalan entah ke mana.

"Kejar mereka!!" seru Bos Preman itu dan para preman berebut naik motor untuk mengejar dua orang pelajar tersebut menuju jalan setapak kecil yang diselimuti kabut.

Lampu-lampu yang menyorot dari motor mereka terlihat oleh Armin di kejauhan, "mereka mengejar kita!"

"Aku tahu!" Jean tetap fokus untuk mengendarai motor sekencangnya dan seaman mungkin. Jalan ini benar-benar penuh tantangan karena suasana begitu gelap dan kabut benar-benar tebal sehingga dia tidak tahu apa yang ada di kejauhan enam meter di depan. Mendadak ada tikungan, untung Jean segera mengerem dan berbelok sehingga mereka selamat dari bahaya. Beberapa detik kemudian, terdengar suara tabrakan motor di belakang mereka karena tikungan tersebut.

"Kau tahu kita pergi ke mana?" tanya Armin.

"Tidak tahu!" jawab Jean.

Walau sudah sedikit berkurang, tapi masih ada saja preman yang mengejar mereka di belakang. Jean tetap melajukan motornya sampai mereka benar-benar sendirian, baru dia akan memusingkan bagaimana caranya kembali ke kota agar besok bisa sekolah. Baru di saat-saat seperti ini, Jean memikirkan betapa menyenangkannya sekolah itu. Paling hanya didiskors bila datang terlambat, kalau tidak belajar paling hanya diberi nilai jelek dan tidak naik kelas sebagai risikonya; bukan terancam mati seperti ini.

"Armin, kau tahu dimana tempat ini?" Jean sudah melambatkan motornya, berhubung suara motor-motor pengejar sudah tidak terdengar lagi di belakang.

Armin melihat smartphonenya dan membuka Google Maps. Mobile data sudah lama kehilangan sinyal internet di titik selatan bukit tempat mereka balapan tadi. Di bawah area itu ada semacam area berwarna kehitam-hitaman. Saat Armin menggantinya menjadi google Earth, dia hanya melihat pusaran awan menyelubungi tempat itu.

"Sepertinya ... Ini benar-benar tempat terpencil dari dunia," Armin ketakutan.

Jean menghentikan motornya, lalu mematikan mesin. Suasana benar-benar sepi senyap ketika mesin motor dimatikan. 

"Ke-kenapa?"

"Stt... Dengar?"

Ada suara seperti embusan angin yang berat. Seperti nafas binatang buas yang berat. Lolongan angin yang mendesah berat.

"Apa itu?"

"Stt!"

Kemudian terdengar suara berdebam di atas tanah, seperti ada batu besar yang jatuh. Bersamaan dengan suara tersebut, tanah rasanya berguncang seperti baru terjadi gempa.

"Jean, sepertinya ada makhluk yang datang kemari."

"Pasti lebih besar daripada gajah," Jean setuju.

Kemudian terdengar suara yang lain, kali ini dari belakang mereka. Suara itu seperti raungan motor di kejauhan yang dengan cepat terdengar jelas. Namun suara langkah binatang besar di hadapan mereka masih terdengar juga, bahkan semakin jelas, gempa pun semakin kuat.

Dari balik kabut tebal seperti awan, tampak bayangan sesosok manusia raksasa. Lama kelamaan bayangan tersebut terlihat semakin gelap dan sesosok makhluk seperti manusia muncul dari balik kabut.

"Apa itu?!" Jean menstarter motornya.

"Itu Titan!" kata Armin "Titan itu adalah monster serupa manusia yang berukuran sangat besar, mereka tidak berakal dan suka sekali memakan manusia!"

"Seperti dongeng saja!" Jean memutar motornya, untuk balik ke arah dia datang tadi. Mendadak Bos Preman terasa tidak terlalu menyeramkan lagi.

"Memang tadinya cuma mitos! Aku juga tidak tahu kalau dia benar-benar ada!" jerit Armin. 

Pengejar mereka pun muncul, kali ini yang membonceng adalah preman lain dengan senjata golok yang siap untuk membacok.

"Jean! Aku bunuh kau!!" 

"Armin, pegangan!!" seru Jean sambil memiringkan motornya menghindari bacokan golok pembonceng Bos Preman itu. 

Rupanya motor Bos Preman yang melaju kencang itu mengarah langsung ke arah Titan. Bos Preman sangat kaget sampai-sampai dia mengerem mendadak dan pemboncengnya terbang, mendarat di tangan Titan itu.

"Aaaa ... ! Tolong aku! Bos!!" Jerit preman itu sebelum dia dimakan Titan hidup-hidup.

"Monster, hah? Biar kau rasakan siapa itu Bos Preman!!" si Bos Preman memungut golok rekannya yang telah jatuh ke tanah dan mencoba memotong tangan Titan yang hendak menangkapnya. Ternyata kulit Titan itu sangat keras sehingga goloknya terbelah dua, Bos Preman pun tertangkap dan terangkat langsung ke rongga mulut Titan yang bau.

"Armin, turun!" 

Armin menuruni motornya, namun dia menyadari Jean tidak.

"Jean, apa yang kau lakukan?"

Jean malah menarik gas sekuatnya ke arah Titan tersebut, mengabaikan Armin yang berusaha untuk mencegahnya. Motor itu terbang masuk ke mulut Titan yang menganga, Jean melompat turun dari motor itu.

Armin mengangkat pistolnya dan menembaki motor tersebut sampai meledak dan menghancurkan tengkuk Titan. Bos Preman pun selamat.

"Argh ..." keluh Jean sambil memegangi lututnya yang cidera saat mendarat tadi.

Para Preman kembali datang mengepung mereka, namun Bos Preman menyuruh mereka mundur.

"Mulai sekarang, siapapun yang berani mengganggu mereka, akan berhadapan langsung denganku!" kata si Bos Preman, berdiri melindungi Jean dan Armin.

"Jean," Bos Preman itu mengulurkan tangannya. "Terima kasih!"

Ini kabar gembira bagi Jean dan Armin, mereka berhasil menakhlukkan hati si Bos Preman! Tapi, tidak sempat merayakan keberhasilan itu, mereka sudah mendengar lebih banyak langkah-langkah kaki lagi dari balik kabut. Akan ada lebih banyak lagi Titan yang datang untuk memakan mereka. Secepatnya mereka melarikan diri dari tempat itu, kembali ke markas para preman tersebut.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top