Gara-Gara Mikasa!

Semua ini gara-gara si bintang kelas, Krista mengadakan pesta di rumahnya. Alasan dia mengadakan pesta itu adalah karena dia berulang tahun tepat pada hari pertama masuk sekolah. Krista orang kaya, karena itu banyak yang hadir dalam pestanya, semua berharap bisa makan makanan enak di sana, dan event organizer yang disewa ayahnya tidak mengecewakan.

Sebenarnya Armin tidak diundang, karena dia beda kelas dengan Krista. Tapi karena Eren diundang, maka otomatis Eren juga membawa dua sahabatnya; Armin dan Mikasa. 

Sehari setelah pesta ulang tahun Krista, Armin disergap oleh Jean. Berhubung dia merasakan hawa tidak mengenakkan dari Jean, Armin melewatinya saja. Ternyata Jean mengejarnya, dia bahkan melingkarkan lengannya di leher Armin untuk mencekiknya dan menyenderkannya ke dinding loker.

"Aku salah apa sih?" tanya Armin sambil berusaha mendorong Jean.

Jean memegang pergelangan tangan Armin yang sedang mendorongnya dan menempelkannya ke dinding loker. "Kemarin aku lihat kamu di pestanya Krista." 

"Iya, terus?"

"Cewek di sebelahmu namanya siapa?"

"Cewek?" 

"Iya, cewek cantik berambut hitam panjang yang wajahnya seperti artis bokep remaja dan selalu menggunakan syal merah. Dia sekelas denganmu, kan? Dia pacarmu bukan? Namanya siapa?" 

"S-syal merah? Oh maksudmu Mikasa? Dia bukan pacarku, aku masih jomblo."

"Mikasa? Oke, berikan ini padanya."

Surat yang sudah disemprot parfum wangi semerbak itu diserahkan Armin pada Mikasa. Tapi sebelum sampai ke tujuan, Armin disergap oleh geng cewek nakal.

Oke, Jean mungkin suka mengancam dan bandel, tapi setidaknya dia selalu sendirian. Tapi geng cewek nakal yang terdiri dari Annie dan dua keroconya ini tidak demikian. Mereka berbeda dengan Jean, mereka selalu mengada-adakan masalah. Mereka membuat kedua kaki Armin jadi gemetaran dan teringat akan toilet.

"Halo, Armin. Apa yang kau pegang itu?" tanya Annie.

"Bu-bukan apa-apa... i-ini surat."

Annie merebutnya dengan sabetan tangan secepat raket nyamuk. Dia membuka surat itu seenaknya.

"Hei, kau tidak boleh membaca itu!" 

Annie membacanya keras-keras.

"Wahai bidadariku yang cantik berambut hitam panjang yang indah, aku jatuh cinta pada pandangan pertama. Tahukah kamu bahwa kamu cantik sekali?" setelah membaca itu, Annie tertawa keras-keras.

"Apaan ini sih? Murahan banget!" 

Armin pun tidak berdaya saat Annie menempelkan surat cinta itu di majalah dinding. Majalah dindingnya dikunci dan kuncinya dibawa Annie yang kebetulan dekat dengan pengurus majalah dinding itu, Bertholdt.

Seperti yang bisa diduga, Jean kembali menyergap Armin. "Halo, Armin."

"J-Jean, maaf, surat itu ..." 

"Iya, surat itu, kenapa malah tertancap di majalah dinding ya? Aku baru tahu kalau aku punya bakat jadi penulis komedi setelah melihat kerumunan yang mengerubungi mading dan menertawakannya." 

"Iya... anu ..." 

Jean menunjukkan instagram di smartphonenya, "kau lihat ini, betapa populernya surat cintaku sekarang? Sampai viral dan orang-orang menyebutnya surat cinta paling alay sedunia!"

"M-menurutku tidak alay kok..."

Sekali lagi Jean melingkarkan lengannya ke leher Armin sampai kacamatanya miring, kemudian dia menyeretnya ke dalam wc. 

"Aku mau dibawa ke mana? Mau apa kau?!" jerit Armin. Dia tidak berdaya saat Jean membenamkan kepalanya ke dalam washtafel yang penuh dengan air.

"Kenapa kau lakukan ini padaku, ha?! Aku kira kau orang baik, ternyata kau menikamku dari belakang!" Jean mengangkat kepala Armin yang sudah basah kuyup.

"Bukan aku yang menempelkannya di sana! Annie yang merebutnya dariku! Dia menertawakan surat cintamu lalu menempelkannya di dinding!! Sumpah, bukan aku!!" 

"Annie katamu? Dia kan cewek, kenapa kamu kalah sama cewek??"

"Annie melawan cowok juga menang!"

"Tapi kamu sebagai cowok harusnya memperjuangkan surat cintaku agar sampai ke tangan yang tepat! Bukan mewek tak berdaya seperti banci!" 

"A-aku tidak bisa memukul cewek!" 

"Hoo ... jadi kau bisa memukul cowok? Ayo pukul aku," Jean melepaskan Armin dan memberikan salah satu pipinya untuk dipukul.

Namun Armin melihatnya sebagai kesempatan untuk kabur. Dia segera menabrak pintu WC dan lari sekencang-kencangnya. Tentu saja Jean mengejarnya dan tidak perlu sampai berkeringat, dia sudah menangkap Armin. Lagi-lagi dia mencekik Armin dengan melingkarkan lengannya di leher bocah malang itu.

"A...!! Lepaskan aku! Lepaskan aku!!" 

"Kita belum selesai bicara!" berhubung Jean sadar kalau mereka sedang jadi tontonan, Jean membuka pintu terdekat yang rupanya adalah ruangan kecil untuk menyimpan peralatan bersih-bersih. Lagi-lagi dia memojokkan Armin.

"Oke, kumaafkan soal surat cinta itu, untung aku tidak menulis namaku di sana jadi tidak ada yang tahu kalau aku yang mengirimnya. Sekarang kau sampaikan pada Mikasa, gantungan tas ini," kata Jean, menunjukkan gantungan tas berwujud pikachu.

"Mikasa tidak suka pokemon," kata Armin. Setelah itu dia bersin karena badannya basah kuyup.

"Cewek suka yang lucu-lucu," Jean bersikeras, kemudian dia melepas jaket katunnya dan melemparkannya ke kepala Armin. "Sudah sana kau berikan pada Mikasa, pastikan dia tahu kalau aku memperhatikannya!"

Jean akhirnya pergi juga, meninggalkan jaket katunnya untuk dipakai Armin yang basah kuyup. Armin melepas kausnya yang basah dan mengeringkan rambutnya dengan kaus itu, lalu menggunakan jaket Jean untuk menutupi badannya. 

Ada aroma tubuh Jean di jaket itu, seperti aroma rumput kering yang segar, mengingatkan Armin akan peternakan dimana ada kuda-kuda yang berlarian dengan bebas. 

Mikasa tidak memberikan reaksi apapun ketika gantungan kunci pikachu itu diberikan padanya.

"Apa ini?" 

"Pikachu, dari Jean."

"Siapa tuh?" 

"Cowok kelas sebelah, dia bilang dia memperhatikanmu."

Mikasa membuang gantungan tas pikachu itu ke luar jendela begitu saja.

"Hei, kenapa dibuang?!"

"Bukan dari Eren."

"Ya ampun... hargailah kalau ada orang yang memperhatikanmu, Mikasa!" 

"Kalau bukan Eren, aku gak mau. Ngomong-ngomong kenapa kamu pakai jaket itu? Kau jadi kelihatan jelek!"

"I-ini ... bukan apa-apa."

Armin sesekali melongok keluar jendela, di kebun, dia mencoba untuk melihat apakah gantungan kunci dari Jean itu masih ada di bawah sana? Kasihan sekali dia ditolak begitu saja seperti tak ada nilainya sama sekali. Sekali lagi aroma padang rumput dari jaket yang dikenakan Armin terhirup, dan Armin pun memutuskan pulang sekolah nanti dia akan ke bawah sana untuk memungut gantungan tas pikachu itu.

Armin harus membongkar semak-semak dan menghabiskan waktu tiga puluh menit sampai dia menemukannya. 

Kenapa aku harus memungutnya? Ini kan bukan urusanku. Jean itu brengsek, dia kasar sekali. Tidak ada yang suka padanya, makanya dia sendirian terus. 

Tapi ... 

Armin memasukkan gantungan tas itu ke dalam tasnya. Pulang ke rumah, dia meletakkan gantungan tas pikachu itu pada rak buku, berderet bersama action figure yang dia koleksi.

Jaket milik Jean sudah dicuci dan dikeringkan saat Armin mengembalikannya. 

"Kenapa kau? Jaket siapa itu?" tanya Jean sambil mengelap keringatnya. Hari ini dia terlambat satu jam, sekolah mulai jam 8, dia baru datang jam 9. Akibatnya dia disuruh berlari keliling sekolah sebanyak 6 kali. 

"Ini jaketmu, terima kasih sudah meminjamkannya padaku," kata Armin.

Jean melirik kepada kerumunan dengan tatapan waspada. Kemudian dia berdesis, "jangan balikin di muka umum, bego! Kemarin saja banyak yang salah paham, dikira aku sedang pacaran denganmu!"

"Ha?? Kok bisa?"

"Tidak tahu! Jadi, bagaimana gantungan tasnya? Mikasa sudah terima?"

"Sudah."

Wajah Jean yang selalu terlihat kecut, sinis dan tidak enak dipandang itu mendadak berubah seperti wajah anak anjing yang lucu. "Oh ya? Gimana? Dia menyukainya?"

Armin tertegun, ternyata siapapun sekalipun punya wajah jelek kalau tersenyum jadi enak dilihat. Armin jadi teringat akan Mikasa yang telah menyukai Eren sejak masih kecil, tapi Eren sampai sekarang hanya sibuk ngomongin sepak bola saja. Dia tahu Mikasa berkali-kali sakit hati karena ketak-acuhan Eren itu, dan itu bisa saja terjadi pada Jean.

"Iya, dia menyukainya," kata Armin, berharap Jean tidak tahu kalau dia dibohongi.

"Yess... aku senang sekali!! Kudengar Mikasa sedang demam? Ini tolong berikan padanya obat demam racikan keluarga, aku sembuh dalam semalam. Sampaikan padanya semoga cepat sembuh, ya!" Jean menyerahkan sebungkus ramuan seperti daun teh.

Lagi-lagi saat Armin menyerahkannya pada Mikasa, Mikasa membuangnya keluar jendela. 

"Lohhh kok dibuang? Itu obat demam agar kamu cepat sembuh!" kata Armin.

"Bukan dari Eren."

Sepanjang sisa waktu belajar, Armin terus memikirkan Jean. Kasihan sekali semua perhatiannya dibuang seperti sampah hanya gara-gara dia bukan Eren. Jean pasti sedih sekali kalau sampai dia tahu alasan Mikasa seperti itu. Maka sepulang sekolah, Armin kembali membuka-buka semak untuk menemukan obat demam itu dan menyimpannya. Dan lagi-lagi dia berbohong agar Jean tidak bersedih.

Begitu seterusnya sampai akhirnya dua minggu berlalu, Armin tanpa sengaja mencuri dengar percakapan antara dua orang yang sangat dikenalnya.

"Mikasa, ini aku, Jean."

"Jean? Siapa ya?"

"Yang memberimu gantungan tas pikachu? Ingat? Obat demam? Syal? Surat-surat puisi? Boneka penangkal hujan? Es lemon?" Jean menyebutkan semua benda yang pernah diberikannya untuk Mikasa melalui Armin.

Tapi jawab Mikasa, "oh, si rese yang selalu menggangguku dengan hadiah-hadiah tak berguna itu? Ternyata kamu orangnya."

Armin jadi ikutan sakit hati mendengar ucapan Mikasa. Kebetulan Eren baru datang dari arah berlawanan dengan Armin, dia melewati Mikasa yang sedang berbicara dengan Jean.

"Eren!!" Mikasa langsung menggandeng lengan Eren. "Ayo pergi."

Selanjutnya hanya hening yang terdengar dari koridor itu. Saat Armin mengintip, dia melihat Jean sedang gemetar karena menahan marah.

"Armin .... awas kau!!"

Sejak itulah dia mendesak agar Eren pulang bareng dengannya setiap hari. Karena dia tahu, Eren takkan membiarkan siapapun menyakiti Armin.

Kalau saja Mikasa bisa lebih menghormati perhatian orang lain terhadapnya, Armin tidak perlu terjebak dalam masalah seperti ini! Ini gara-gara kamu, Mikasa!!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top