[EXTRA] Surat Cinta Untuk Jean
Catatan author :
Halo, terima kasih sudah membaca cerita ini. Bab yang ada tulisan [EXTRA]nya berarti bab "filler" yang ditulis setelah cerita tamat. Bab ini akan kuselipkan sesuai dengan timeline agar tidak membingungkan. Semoga kalian menyukai cerita ini!
------------------------------------------------------------------------
Ini pertama kalinya dalam sejarah, dalam seumur hidup, Armin datang terlambat lebih dari lima menit sejak bel sekolah berdentang. Ini pertama kalinya dalam sejarah hidup Armin, guru kedisiplinan mendelik padanya atas kesalahan yang dilakukan dengan "sengaja".
"Se-setengah ja-jam ...??" Armin tergagap-gagap saat mengatakannya.
"Telat lima menit, lari tiga kali keliling sekolahan. Lima menit berikutnya ditambahkan tiga. Kalian berdua telat 59 menit, jadi kalian lari keliling sekolahan ini sebanyak 13 kali!" kata Pak Oluo dengan tegasnya.
Jean sudah berjalan keluar gerbang sekolah untuk memulai berlari, tapi Armin masih berusaha tawar menawar dengan Pak Oluo. "Anu pak ... Ini pertama kalinya aku terlambat. Boleh tidak aku pelan-pelan dulu? Larinya cukup s-satu ... Satu ..."
Melihat mata Pak Oluo yang mendelik itu Armin jadi enggan menyelesaikan ucapannya.
"Armin, ayo!" Jean sudah menariknya pergi dari hadapan Pak Oluo.
"Ngapain kamu tawar menawar? Percuma!"
"Hah .. Hah ... Ta-tapi ... Hah ... Aku tidak biasa berlari ..." Armin terengah-engah karena mereka sudah mulai berlari mengelilingi lapangan sekolah yang tidak berani dia hitung berapa besar kelilingnya.
"Kasian banget sih, baru lari sebentar sudah ngos-ngosan," ejek Jean.
Armin tutup mulut karena kalau bicara sambil berlari, nafasnya jadi tidak beraturan akibatnya dia jadi semakin lelah. Belum satu putaran saja kepalanya sudah pening dan keringatnya membanjir. Armin mencoba untuk mengalihkan pikirannya agar tidak terlalu fokus pada beratnya hukuman yang kejam ini. Dia mencoba untuk mengingat-ingat hal yang paling dia sukai. Eren. Ya, Eren. Satu Eren berlari melompati pagar. Dua Eren, tiga Eren.
Ah, itu bodoh. Seperti sedang menghitung domba saat sebelum tidur saja. Ketika kembali pada kenyataan, Armin mendapati dirinya sedang berlari seorang diri.
"Loh, mana Jean? Wah jangan-jangan dia curang!" pikir Armin.
Tahu-tahu Jean muncul dari belakang, "apa yang curang?"
"Loh, tadi kan kamu di depanku, kenapa sekarang ada di belakang? Jangan-jangan ... menghitung Eren membuatku jadi berlari lebih cepat!"
"Kamu lambat banget, aku sudah lewat dua putaran kamu satu saja belum kelar. Fokus lari sana, jangan berkhayal yang aneh-aneh!" Jean kembali berlari normal dan sebentar saja dia sudah belok.
"Kalau begini aku bisa selesai berlari jam dua belas siang!" Armin ingin menangis rasanya. "Gak lagi-lagi deh terlambat! Gak bisa seperti ini terus!"
Alasan Armin terlambat adalah dia diancam kalau tidak mau menunggu Jean, maka Jean akan mengajaknya bermain basket, dan dia yang jadi keranjangnya. Armin tidak mau jadi keranjang bola basket, pasti sakit sekali kalau bola karet itu mental mengenai wajahnya. Maka dari itu dia menunggu Jean di depan rumahnya, tapi Jean baru bangun saat dia tiba di sana.
"Aku harus melakukan sesuatu kalau begini! Dasar bully!"
Jean melewatinya, "hei, siput! Aku sudah putaran ke empat nih, kamu baru dua kan? Cepetan lho! Aku gak mau nungguin!"
Armin ingin berteriak kepada langit rasanya, tapi langit-langit mulutnya terasa sangat kering.
Dalam waktu nyaris dua jam, Armin akhirnya menyelesaikan hukuman larinya. Dia merasa hampir pingsan, tergeletak di lapangan basket outdoor yang lantainya terbuat dari semen dicat warna hijau muda.
Jean melemparkan air kelapa kemasan padanya, "minum! Air kelapa lebih bagus daripada minuman isotonik."
Armin tertegung memandangi air kelapa itu, Jean juga sedang minum satu. Wah ternyata dia baik juga ya!
"Terima kasih," Armin meneguknya. "Wah!! Langsung segar rasanya!"
"Kamu hutang padaku Rp 8000."
Setelah istirahat siang berakhir, Armin akhirnya masuk ke dalam kelas. Walau lelah tapi badannya terasa segar sekali. Sudah lama dia tidak berkeringat, untung Armin selalu tidur delapan jam sehari sehingga dia bisa tetap bugar. Sebelum dia masuk ke dalam kelas tercinta, ada kaki melayang menghalangi langkahnya. Kaki perempuan yang putih mulus terbentang berbalut rok mini.
"A-a...." Armin kembali tergagap.
"Halo, Armin. Aku lihat kamu lari pagi bareng Jean tadi. Selamat datang ya," kata Annie dengan tatapan mengejek.
"Selamat datang di mana maksudmu?" tanya Armin.
"Selamat datang di klub anak tidak alim!" kata Ymir, lalu dia tertawa seakan ucapannya sangat lucu.
"Hah? Tidak, a-aku masih anak alim," kata Armin. Tentu saja dia tidak terima dikatai badung sekarang karena kenyataannya yang terlambat adalah Jean, tapi dia terpaksa ikutan telat juga gara-gara nungguin dia!
"Hei, Armin, kamu belakangan ini dekat sama Jean ya, kok bisa dia berteman sama kamu sih?" tanya Hitch.
Perlahan-lahan ketiga cewek paling badung di sekolahan Dinding Titan ini mengepung Armin dan memojokkannya di dinding. Kedua kaki Armin rasanya gemetaran dan Armin ingin masuk ke dalam lantai dan bersembunyi di sana agar tidak dipukul.
"K-kalian mau apa?"
"Pertanyaan bagus. Aku benci basa-basi. Nih!" Annie melemparkan sepucuk surat ke wajah Armin.
"Maksudmu?" tanya Armin sambil memengang surat cinta warna merah jambu itu.
"Berikan itu pada Jean. Pastikan dia yang baca, bukan kamu, oke?!" Annie tertawa karena dia gemas melihat Armin yang ketakutan. Memang, Annie punya cara tersendiri untuk mengekspresikan rasa gemasnya. Di rumah, kakak Annie memelihara kelinci yang sangat lucu, tapi karena Annie sangat gemas pada kelinci itu, tak lama kemudian kelinci tersebut sudah membujur kaku tak bernyawa di kandangnya. Di lingkungan rumahnya pun Annie sudah terkenal sebagai gadis manis yang mudah gemas melihat sesuatu yang imut. Karena itulah para tetangga yang punya bayi benar-benar harus waspada ketika akan menjemur anak mereka. Mereka harus memastikan Annie sudah berangkat sekolah sebelum menjemur bayi.
Ngomong-ngomong, Armin memberikannya pada Jean bersamaan dengan bento di kantin sekolah. Di hadapan banyak orang. Orang-orang yang melihat Armin sedang menyerahkan sepucuk surat cinta warna merah jambu yang wangi untuk Jean.
Jean hanya berlalu mengabaikan bento dan surat cinta itu lalu duduk di meja makan. Armin mengikutinya.
"Ini, baca dulu suratnya."
"Kamu tidak merasakan tatapan mereka?" dengan wajah pucat Jean berbisik-bisik pada Armin.
"Tatapan?" Armin melihat ke sekelilingnya dan menyadari banyak siswa sedang memperhatikan mereka sambil bisik-bisik.
"Mereka mengira kamu sedang mengirimi aku surat cinta, bodoh!" omel Jean sambil berdesis.
"Tapi kenyataannya kan bukan aku yang menulisnya," kata Armin.
"Hahhh ... Sudah kuduga, bicara denganmu di tempat umum sama saja dengan menodai nama baikku. Armin, kamu tunggu di sini lima menit, setelah itu susul aku di atap sekolah. Mengerti?" Jean segera melarikan diri dari kantin.
Saat mereka bertemu lagi di atap sekolah, Jean merampas bento di tangan Armin dan segera melahap dengan cepat. Dia sangat kelaparan! Baru setelah dia kenyang, dia mengambil surat cinta itu dan membacanya.
"Jean, sejak melihatmu pakai kostum pangeran pada Festival Ulang Tahun Sekolah kemarin, aku tidak bisa berhenti memikirkanmu. Ternyata kamu ganteng juga. Aku ingin kita bertemu dan mengobrol sepulang sekolah nanti. Temui aku di taman yah."
"Siapa yang kirim nih?" tanya Jean.
"Annie," jawab Armin.
"Annie? Kok dia kirim surat cinta ke aku?"
"Mana kutahu."
"Kalau Annie yang menulis surat ini, maka ini adalah tantangan duel," kata Jean.
"Hah?! Seramnya, kalian akan berkelahi? Memangnya dia menulis apa?"
Jean melemparkan surat tersebut untuk dibaca oleh Armin. Sebenarnya dia ingin tertawa membaca surat cinta yang bahasanya sangat to the point seperti itu. "Kelihatannya kau dapat fans, aku tidak melihat ada tantangan duel di sini."
"Berarti kamu tidak paham. Annie itu ya ... Kalau dia nantangin orang, dia pakai bahasa yang menyindir. Semua yang dia tulis harus kamu baca lawan katanya. Itulah pesan sesungguhnya," kata Jean.
Armin pun membaca surat itu sesuai dengan lawan katanya. Dia cukup terkejut membacanya dan bisa melihat makna tantangan di dalamnya.
"Wahh benar juga!"
"Annie itu lawan cowok saja sering menang. Dia ikut pelatihan Ong Bak, dan sudah sering ikut turnamen. Karena melawan perempuan menang terus dan kurang tantangan, akhirnya dia ikut turnamen cowok. Dan dia juara satu."
"Seraaamm!!" jerit Armin.
"Maka dari itu, kita butuh ide untuk menghadapinya sepulang sekolah nanti."
"Tunggu dulu... Kita?"
"Iya, kenapa memangnya?"
"J-jangan sertakan aku! A-aku tidak mau ikutan tawuran!"
"Kalau yang berantem cuma satu-dua orang itu namanya bukan tawuran. Pokoknya kamu ikut aku nanti, kalau tidak, aku ajak kamu main sepak bola. Kamu jadi gawangnya!"
"Tidaaak...!!"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top