21. Writing: Pembaca yang Baik adalah Penulis yang Baik (kayaknya)

Song credit: Waste Your Time

by Conor Maynard

Requested by: gantho

MAAPKAAAAAAN INI LAMA SEKALI REQUEST NYA BARU BISA TERLAKSANAAAAAAA

//menangis sampai banjir bandang

Note: Pembahasan ini hanya berdasarkan experience saya sendiri, maka kalian tidak harus setuju dengan semua hal di sini. Mungkin akan ada curhatan terbelusung juga. Jika menginginkan yang lebih umum atau akurat, kalian bisa ke google atau tips kepenulisan lain yg lebih waras di wattpad ada banyak :v

:.:.:

Sebelum menjadi seorang penulis, kita harus menjadi seorang pembaca terlebih dahulu karena bacaan adalah modal utama dari tulisan. Input sebelum output. Agar mendapat hasil maksimal saat menulis, ada dua jalur yang bisa ditempuh:

1) perbanyak jam terbang membaca (memperbanyak kuantitas buku); dan

2) perdalam apa yang kita baca (lebih menekankan kualitas membaca itu sendiri ketimbang jumlah bacaan).

Poin pertama; perbanyak jam terbang membaca (memperbanyak kuantitas buku);
lebih seperti memasang target, misal, "Menamatkan satu buku satu hari."

Tentu yang realistis juga. Kalau kalian pembaca baru, lalu punya target satu buku yang mau ditamatkan sehari itu setebal Gone With the Wind

Atau buku yang bisa dipakai buat senderan kayak gini:

Ada kemungkinan kalian ambyar sebelum menulis.

Silakan kunyah yang sanggup kalian telan. Karena kalau dimuntahin malah mubazir.

Misal, dalam sebulan, 30 buku telah terbaca dan beragam input telah diterima untuk meningkatkan tulisan. Entah genre-nya sesuai dengan selera kita atau tidak. Karena, walau tema atau genre-nya kurang cocok dengan selera kita sekali pun, pasti selalu ada input dari suatu buku yang berguna sebagai bahan tulisan.


:.:.:


Poin kedua: perdalam apa yang kita baca (lebih menekankan kualitas membaca itu sendiri ketimbang jumlah bacaan);
menekankan pada apa yang kita baca dan bagaimana proses membacanya. "We are what we read," maka apa yang kita tulis akan mencerminkan apa yang kita baca.

Di sini, kita perlu memperhatikan jenis bukunya, lalu membaca sambil mengamati dan menganalisis (karakter, latar, gaya bahasa, alur, sudut pandang, dan plot) dari buku tersebut secara mendalam. Biasanya, proses membaca semacam ini memerlukan pengulangan lebih dari satu kali membaca buku yang sama. Akan lebih baik jika kita menulis setelah membaca buku yang membuat kita terinspirasi.

Jika kita ingin menulis sebuah buku ber-genre science-fiction, misal, maka bacalah buku yang memiliki genre serupa.

Seumpama kita telah punya ide secara garis besar, "Aku mau nulis tentang sekelompok orang yang survive di era post-apocalyptic," kita bisa cari bahan bacaan yang relate dengan survival dan berlatar pasca apokalips semacam City of Embers (Jeanne DuPrau) atau The Road (Cormac McCarthy).

Di platform bacaan gratis seperti wattpad juga mudah mencari bahan bacaan seperti ini, yang bisa saya rekomendasikan ada Ragnarökr Cycle: Storm Chasers yang ditulis oleh AlfiRizkyR, dan RavAges (ihihihihi)

Lalu, kita spesifikasikan lagi ide cerita itu, "mau pakai zombie," misalnya. Maka lebih khusus lagi buku yang kita cari semacam World War Z (Max Brooks), atau The Scorch Trial (James Dashner). Di wattpad, bacaan semacam ini ada yang berjudul OutbreaK oleh mukti_d, Fearless oleh Queenrexx, dan Red City oleh MilenaReds.

Andai kata kita kesasar ke Warm Bodies karya Isaac Marion, pengaruhnya bisa saja menjadikan tulisan kita berubah haluan jadi romance-zombie dan bukannya scifi karena sebagian besar unsur scifi di buku tersebut masih tergolong pseudo-science. Atau misal kesasar lagi ke buku zombie yang lebih ke supernatural/horor/fantasy macam Paranormalcy-nya Kiersten White, ini juga bisa memengaruhi tulisan kita dari yang awalnya scifi jadi melenceng ke fantasy/teenfic.

Satu lagi, jangan asal telan apa yang kalian dapatkan di sebuah buku.

I have this friend, yang sempat menganggap serius kalau vampir itu takut keluar di siang hari karena mereka glowing di bawah cahaya matahari.

Saya terjebak dalam perdebatan paling tidak berfaedah sedunia, di mana saya mencoba meyakinkan bahwa pada hakikatnya/mitologi/origin/cerita rakyat mana pun, tidak ada vampire yang sparkling kecuali dia kehujanan glitter dari proyek kesenian anak SD.

Menjadikan novel fiksi inspirasi itu bagus. Bagus bangeeet. Apa lagi kalo itu mendorong kita jadi produktif.

Yang salah adalah menjadikan novel fiksi itu acuan.

Bagaimana kita bisa menemukan buku yang berjodoh dengan selera kita? Selama ini kita browsing, keliling toko buku/perpustakaan, tapi terlalu banyak pilihan dan bisa saja isinya tidak sesuai dengan yang kita cari.

Nah, biasanya, hal pertama yang saya selidiki dari sebuah buku adalah target pembacanya—apakah buku tersebut tergolong buku anak, remaja, dewasa muda, atau buku dewasa. Hal ini membantu kita menuliskan karakter dan seberapa berat isu yang akan kita angkat.

Semisal kita membaca To Kill A Mockingbird oleh Harper Lee, meski karakternya anak di bawah umur sekali pun, akan ada kecenderungan konflik yang kita tulis jadi lebih berat karena pengaruh buku tersebut yang melibatkan isu rasisme dan tetek bengek hukum di Amerika tahun 1930.

Atau kita mengambil buku Bumi series oleh Tere Liye, di mana karakternya adalah remaja tanggung, tetapi memiliki konflik dan genre fantasy anak-anak—maka karakter dan penulisan cerita kita pun akan terpengaruh demikian.

The point here is how we read it. Bagaimana kita membaca, mengunyah, dan menelan bacaan itu. Ambil baiknya, jadikan jeleknya pelajaran.

Hal kedua yang saya perhatikan saat memilih buku adalah genre dan subgenre-nya. Jika buku tersebut adalah scifi, kita bisa melihat di blurb atau mencari informasi lebih lanjut di internet mengenai subgenre-nya, apakah ia cerita zombie, alien invasion, space travel, time travel, superhuman/mutant/hybrid, dystopia, steampunk, sampai parallel universe. Sama halnya dengan genre lain, mulai dari fantasy, horror, sampai teenfiction punya subgenre-nya masing-masing. Membaca buku dengan subgenre yang sesuai bisa membantu kita dalam pendalaman karakter, penggambaran latar, perancangan plot, sampai ke gaya bahasanya.

Contoh, ketika kita hendak menulis buku berlatar dystopia, tetapi kita ingin lebih menonjolkan sisi petualangannya; ada buku Dharitri dan Palagan Nusantara oleh Nellaneva, atau Kersik Luai oleh LM Cendana. Di saat kita ingin lebih fokus pada penggambaran komunitas/penyekatan society dalam dystopia, kita bisa pergi The Hunger Game-nya Suzanne Collins dan Divergent-nya Veronica Roth.


Dan perihal riset ....

Usahakanuntuk tidak memercayai satu sumber saja

Apa lagi jika sumbernyatidak akurat, kurang valid, dan tidak jelas. Pastikan kebenarannya dan cocokkandengan sumber lain. Minta bantuan seseorang yang memiliki pemahaman/keahlianpada bidangnya untuk riset lebih dalam.

Kalau di internet, biasanya saya ke quora atau forum di mana ada tanya-jawab di sana. Wikipedia cuma jadi acuan awal pencarian, tapi tidak untuk langsung diambil. Atau ke channel youtube yang mengedukasi scientifically or socially semacam TED dan Jubilee.

Kalau mau aman, tulislah cerita yang kita udah punya bekalnya ._. Sesuatu yang memang bidangnya sudah kita kuasai, selanjutnya bisa riset sambil jalan.



E-Jazzy, 19 April 2020
Sedang happy dan frustrasi di saat bersamaan


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top