Bab 18
"Aulia melakukan itu tanpa sepengetahuanku. Kamu boleh percaya atau tidak, tapi aku berusaha jujur. Aulia terpaksa melakukannya karena melihatku pontang-panting mencari dana rumah sakit kakaknya." Pras tampak frustasi sendiri melucuti dosanya. Namun, dia berusaha menuntaskan. "Tolong anggap semua ini hutang. Akan aku usahakan untuk mencicilnya," pungkas Pras.
Adriani tampak menimbang ucapan lelaki di depannya. "Kerugianku yang disebabkan Aulia cukup besar," ucapnya lirih.
Pras mengangguk cepat. "Aku tahu. Aku sudah mencatat semuanya. Aulia sudah mengaku nominal yang dia ambil." Pras menangkupkan tangan di depan dada, memohon. "Dia sama bingungnya denganku. Melihat kakak satu-satunya tak berdaya, dia tak kuasa membayangkan hidup sendiri."
"Kalian tidak ada keluarga yang bisa membantu? Mengobati orang sakit dengan mencuri?" Adriani menggeleng. Tak percaya pada kelakuan Pras dan adik iparnya.
"Sudah kukatakan. Tidak begitu awalnya." Pras seolah lelah, tapi harus tetap menjelaskan. "Aku berniat meminjam dan Aulia bekerja. Dia terpaksa ...."
"Terpaksa, tapi berulang kali?" potong Adriani. Meskipun dengan suara tenang, tapi penuh tekanan. "Aku hampir kehilangan agenku jika kalian ingin tahu separah apa kekacauan yang terjadi."
"Saat paket besar itu muncul di depan tokoku, aku nggak tahu kalau itu hasil penggelapan. Aulia bilang, dia memakai gaji dan tabungannya untuk memesan gamis dan jilbab di konveksimu." Pras menjelaskan kronologi meskipun tak diminta. "Aku percaya saja karena dia memang selama ini punya tabungan untuk persiapan masa depannya. Aku mengatakan padanya kalau aku meminjamnya. Sungguh, aku minta maaf atas nama Aulia dan diriku karena sudah menyusahkanmu."
Adriani diam mendengar Pras meminta maaf lagi. Dia memang sudah memaafkan Pras, serta Aulia, 'kan. Kerugian dan kekacauan yang mereka sebabkan memang menguras tabungan dan tenaga, tapi sudah berhasil diatasi. Adriani akan sangat bersyukur jika mereka memang beriktikad baik dan benar-benar mengembalikan nominal yang diambil.
"Baiklah, Mas." Adriani kembali bicara setelah beberapa saat diam dan menghabiskan minumannya. Dia memang tidak memesan makanan di mejanya. Makanannya di letakkan di meja Sabila. "Sudah beres semua, 'kan?" tanyanya pada Pras. Memastikan tidak ada lagi ganjalan dan membuat mereka harus bertemu kembali selain karena urusan pengembalian hasil curian.
Pras mengangguk. "Terima kasih karena memercayai dan memaafkanku."
"Baiklah. Kalau gitu, aku pindah meja." Adriani berdiri dan melangkah menuju meja Sabila.
Pras mengangguk lagi. "Pertimbangkan Indra. Aku tahu, dia sudah lama menyukaimu."
Adriani menolehkan kepala, urung menyempurnakan langkah yang kedua. "Apa maksudmu, Mas?"
"Maaf kalau aku salah bicara, tapi aku berkata yang sebenarnya. Indra suka padamu dan dia orang baik. Jangan sia-siakan kesempatan." Pras merasa cukup mengatakan itu. Tidak ingin memprovokasi lebih jauh. Pras pun berharap, orang sebaik Adriani juga mendapatkan jodoh sebaik Indra.
Adriani tersenyum. "Terima kasih informasinya," ucapnya, lalu meneruskan langkah.
💞💞💞
Keesokan harinya Adriani besiap menyambut Indra. Sejak kemarin, Adriani memikirkan ucapan Pras. Bukan karena Pras yang bicara, tapi Adriani merunut fakta.
Adriani tak menampik ucapan Pras tentang Indra. Mantan kurirnya itu memang baik. Adriani tahu itu sejak awal. Jika saja tidak terlalu percaya diri dan terkesan menantang, mungkin Adriani sudah menerima lamarannya. Bukankah penolakan waktu itu dilakukan Adriani dalam keadaan emosi yang tidak stabil?
Namun, bagaimanapun dulu, Adriani ingin memperbaiki hubungan. Jika niat Indra melamarnya sudah tidak berlaku, setidaknya mereka tetap bisa berteman. Mengembalikan hubungan baik seperti sebelumnya. Apalagi Adriani tahu, Indra dan bapaknya berteman baik. Sudah selayaknya dia juga menjalin hubungan baik dengan Indra.
"Mas Indra mana, Mas?" Terdengar suara Sabila menyapa seseorang di teras. Adminnya itu memang sebelumnya pamit ke ruang produksi untuk mengecek pesanan.
"Mas Indra, 'kan, cuma gantiin aku, Mbak. Lek aku masuk, ya, Mas Indra nggak ke sini," jawab lelaki yang ditanya. Adriani bisa mengenali itu suara Tony.
"Itu Mas Tony, ya, Bil?" tanya Adriani tanpa basa-basi saat Sabila masuk ruang admin.
Sabila mengangguk. "Iya, Mbak. Emang Mbak cari siapa?" selisiknya. Memberikan tatapan menggoda.
"Hah?" tanya Adriani. Terkejut sendiri dengan pertanyaan yang seolah mengharapkan seseorang datang.
"Hayo ..., cari siapa?" Sabila memainkan alisnya.
"Apa, sih." Adriani menahan malu.
Sabila tertawa keras melihat wajah Adriani yang tak bisa menutupi malu.
💞💞💞
7 Agustus 2019
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top