Langsung Klik
Ternyata nama PT Bumi Anugerah Sejahtera, ada perusahaan aslinya. Padahal pas nulis cuma terlintas aja nama itu. Mohon maaf jika ada kesamaan.
Kesamaan nama dan kejadian bukanlah kesengajaan. Cerita ini murni dari pikiran penulis.
***
Celana kulot hitam, kemeja lengan panjang putih telah rapi dipakai Syifa. Sebelum Subuh tadi, ia sudah bangun. Setelah sholat Subuh dan membantu ibunya sebentar, ia segera bersiap.
Jilbab putih sudah tertata rapi di kepalanya saat suara ibunya terdengar memanggil. "Syifa, sarapan dulu!"
"Iya, Bu." Syifa bergegas keluar kamar dan menuju meja makan yang terletak tak jauh dari televisi.
Sepiring nasi goreng dengan telur ceplok di atasnya telah terhidang di meja. Syifa menikmati sarapannya dalam diam.
"Inget yang Ibu bilang, jangan dekat-dekat dengan orang kaya! Ibu nggak mau kamu dimanfaatkan mereka," pesan Ibu sambil menaruh segelas air di hadapan Syifa.
"Iya, Bu. Syifa juga niatnya magang bukan mau cari jodoh." Syifa menjawab dengan sedikit kesal. Wejangan ibunya yang sering diucapkan terkadang membuat hatinya kesal.
"Sudah jam 7 kurang tuh, Mbak Wening sudah datang untuk antar kamu." Bu Rini mengingatkan putri semata wayangnya.
Wening adalah satu-satunya pegawai Bu Rini yang bekerja sejak Syifa kuliah. Ia bertugas membantu di toko kue dan mengantarkan pesanan pelanggan. Perempuan tamatan SMP itu sangat cekatan hingga Bu Rini dan Syifa sangat menyayanginya. Bagi Syifa, Wening sudah seperti kakak.
"Naik ojek online aja, Bu. Mbak Wening kan pagi ini mau antar pesanan kue." Syifa tidak ingin merepotkan ibunya. Jangan sampai karena kepentingannya, usaha ibunya jadi terhambat.
"Masih cukup kok waktunya. Ini baru mau jam 7, pesanan kue kan jam 9 nanti diantarnya."
Bu Rini berusaha sebaik mungkin agar segala kebutuhan putrinya terpenuhi. Menjaga keamanan dan kenyamanan Syifa menjadi prioritasnya meskipun ia harus berkorban.
"Yaudah kalo gitu."
Syifa segera memakai flatshoes hitam yang ia beli beberapa hari lalu hasil dari tips pelanggan kue ibunya. Di hari Sabtu dan Minggu, Syifa sering ikut bersama Wening mengantarkan pesanan kue dan terkadang ada saja pelanggan yang memberinya tip. Uang tip itu ia bagi dia dengan Wening lalu melaporkannya pada sang Ibu. Bu Rini pun tak keberatan.
***
Semua peserta magang Kampus Merdeka dikumpulkan di ruangan meeting PT BAS. Masing-masing dari mereka sangat bersemangat termasuk Syifa. Selain akan mendapatkan pengalaman bekerja para peserta magang juga mendapatkan gaji dari pemerintah sejumlah dua koma delapan juta rupiah per bulan. Jumlah yang sangat lumayan untuk mahasiswa seperti Syifa.
Peserta magang di PT BAS tidak ada yang satu kampus dengan Syifa, karena itu mereka saling berkenalan dan menyimpan nomer telpon masing-masing. Suara langkah kaki terdengar dari luar ruang meeting yang pintunya terbuka.
Seorang pria muda dengan satu wanita yang berusia di pertengahan tiga puluh berdiri di depan pintu. Kemudian keduanya melempar senyum dan masuk ke dalam ruang meeting.
Syifa menatap takjub pada eksekutif muda yang duduk di hadapannya. Tetapi ini bukanlah CEO yang dikatakan oleh Prilly. Pria ini jauh lebih muda dan tidak mirip dengan foto yang dikirimkan oleh sahabatnya itu.
Patria Sudirga, nama lelaki muda yang ternyata adalah General Manager di PT BAS. Syifa menaksir usia pria itu tak jauh berbeda dengan dirinya. Pria semuda itu sudah menjabat sebagai GM di perusahaan besar, kemungkinan besar ia adalah kerabat dari pemilik perusahaan. Itulah dugaan Syifa.
Semua peserta magang memperkenalkan diri, entah kenapa sang GM terus saja menatap Syifa meskipun yang sedang bicara adalah mahasiswa lain.
Giliran Syifa bicara terakhir, ia memperkenalkan diri dengan luwes walaupun jantungnya dag dig dug tak karuan dan sedikit merasa mulas karena tegang. Selesai Syifa bicara sang GM mengajukan pertanyaan kepada para peserta magang.
Perkenalan pun selesai, dilanjutkan dengan pembagian divisi yang dibacakan oleh supervisor yang tadi datang bersama sang GM.
"Syifa, kamu di bagian sarana dan prasarana." Perempuan berkacamata tebal itu membaca catatan yang ia bawa.
"No, dia tidak di sarana dan prasarana," kata Patria Sudirga pada si supervisor.
"Tapi ini datanya sudah sesuai dengan pembagian yang kita kirimkan ke Kampus Merdeka." Bu Mely, supervisor yang mendampingi Patria Sudirga memperlihatkan catatannya.
"Atur perubahannya, Syifa akan menjadi asisten pribadi saya selama magang." Patria Sudirga berkata tegas.
"Tapi, Pak ..."
Sang GM muda itu memberi kode dengan menghadapkan telapak tangannya pada Bu Mely agar patuh dengan keputusannya. "Dia jadi asisten pribadi saya, final."
Bu Mely pun mengangguk patuh. Walau usia Patria Sudirga jauh lebih muda tetapi ia sangat dihormati.
Keputusan yang tiba-tiba diambil itu menimbulkan pertanyaan di benak para peserta magang. Mereka saling tatap dengan wajah penasaran, ada juga yang merasa iri dengan keberuntungan Syifa, sementara Syifa hanya menunduk. Sebenarnya ia ingin sekali bertanya tetapi saatnya belum tepat.
Pembacaan pembagian divisi dilanjutkan dan para peserta diperintahkan menuju divisinya masing-masing. Bu Mely mendampingi mereka ke luar ruangan dan kini di ruangan itu tersisa Syifa dan sang GM muda.
Patria Sudirga berdiri. "Syifa," panggilnya sambil menganggukkan kepala, mengajak Syifa menuju ke ruangannya.
"Mohon maaf, Pak. Boleh saya bertanya, kenapa saya tiba-tiba dijadikan asisten Bapak?" tanya Syifa.
"Saya merasa langsung klik dengan kamu." Jawaban ringan sang GM justru membuat Syifa makin bingung.
"Langsung klik?"
"Iya, saya merasa seperti sudah lama mengenal kamu. Dan saya yakin kamu bisa bekerja dengan sangat baik."
Itu alasan paling aneh yang pernah didengar Syifa, menempatkan posisi pekerjaan berdasarkan perasaan bukan keahlian yang dimiliki.
"Tugas saya apa saja, Pak?"
"Kita bicara di ruangan saya. Oh ya kalau hanya ada kita berdua, panggil saya Aga, tidak perlu pakai embel embel bapak. Umur kita tidak berbeda jauh." Patria Sudirga tersenyum paska mengucapkan kalimat itu pada Syifa.
Ya Tuhan apalagi ini? Seorang GM di hari pertama bertemu sudah memperlakukanku seakrab ini. Bagaimana dengan wejangan Ibu?
Kekhawatiran mulai menggelayuti Syifa. Patria Sudirga memilik pesona yang luar biasa: tampan, berwibawa, muda dan pasti orang kaya terlihat dari Richard Mille RM 35 yang melingkari pergelangan tangannya. Kalau menjadi asistennya otomatis Syifa akan sering bersama pria muda itu. Akankah ia bisa bertahan atau justru jatuh hati pada pesonanya?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top