3


"Ibu cepet sembuh ya Ibu, saya nggak kuat kayaknya kalo jadi Ibu, Pak Jaka kayak gitu, masa salah dikit marah, ngamuk." Sheila berkeluh kesah pada Kara saat dua hari sudah ia menggantikan tugas-tugas Kara mendampingi Jaka. Kara hanya terkekeh pelan, lalu pelan-pelan ia duduk di brankar dan dibantu Sheila menempatkan bantal di punggungnya.

"Sebenarnya dia baik, hanya caranya di luar kebiasaan, kalau aku ulang tahun, atau sakit, atau tahun baru dia suka kasi hadiah meski caranya nggak ada manis-manisnya."

"Tapi ibu juga nggak kuat kan jadi sekretaris beliau?"

"Hanya akhir-akhir ini saja, saat aku punya masalah besar dan dia tetap nggak mau ngerti, itu yang bikin aku emosi, selama ini aku nganggap kemarahan, gerutuan beliau adalah hal biasa, dia laki-laki baik yang tersamarkan dengan gayanya yang meledak-ledak."

"Ih ibu kayak kagum banget sih sama Pak Jaka." Sheila menatap tak percaya pada Kara karena yang ia tahu selama ini keduanya bagai anjing dan kucing.

"Bukan kagum, bukan, aku hampir lima tahun jadi sekretaris dia jadi tahu dan hafal betul bagaimana Pak Jaka, tumbuh dalam keluarga baik dan harmonis membuat dia mudah berempati sebenarnya tapi lagi-lagi ya begitulah gayanya, lebih-lebih setelah istrinya meninggal bersama calon bayi laki-lakinya, dia terpukul karena justru di saat-saat terakhir istrinya, dia tak ada di sisinya, mungkin kekecewaannya pada dirinya sendiri yang membuat dia seperti itu."

"Lalu ibu sampai berapa hari di sini? Beneran saya nggak kuat."

Lagi-lagi Kara terkekeh.

"Aku pingin cepat pulang Sheila, siapa yang betah di tempat seperti ini? Sekalipun itu mungkin bahkan rumah sakit yang keren dan mahal nggak ada yang betah tinggal di tempat seperti ini, secepatnya aku akan masuk begitu aku merasa mendingan, jujur aku bilang aku tertekan akhir-akhir ini karena masalahku dan sikap Pak Jaka yang nggak ngerti aku, tapi aku cinta pekerjaan aku Sheila, sepahit apapun, selelah apapun akan tetap aku jalankan semua tugasku dengan baik, kita nggak akan pernah bisa memberikan hal terbaik di tempat kerja kita kalo kita nggak mencintai pekerjaan kita."

.
.
.

"Dari mana kamu? Dari tadi aku cari bahkan aku telepon nggak kamu angkat."

Mulut Jaka menyembur begitu Sheila masuk ke ruangannya setelah selesai istirahat untuk jam makan siang.

"Ma ... maaf Pak, saya baru saja datang dari klinik tempat Bu Kara dirawat dan saat Bapak menelepon, saya sedang dalam perjalanan, naik motor kan Pak."

Jaka tiba-tiba diam dan kembali duduk, sedang Sheila menunggu kemarahan apa lagi yang akan ia terima.

"Gimana keadaan dia?"

"Alhamdulillah mulai membaik dan secepatnya akan masuk begitu Ibu sehat Pak."

"Pasti dia bilang aku macam-macam kan? Suka marah, jahat, nggak ngerti dia dan ..."

"Tidak Bapak, kata Bu Kara, Bapak orang baik yang cara menunjukkan kebaikan Bapak berbeda dengan orang lain."

"Alah dia maunya bilang aku bawel, aku tahu itu."

"Tidak Bapak, saya mengatakan apa yang baru saya dengar tadi, kata Bu Kara Bapak perhatian, suka ngasih hadiah kalo ulang tahun, tahun baru dan lain-lain, hanya ya itu tadi, cara Bapak yang berbeda dari orang lain."

Jaka diam dan sekilas menatap Sheila yang tetap dalam posisi berdiri, saling menggenggam tangannya sendiri dan menatap lantai.

"Siang ini ada agenda apa?"

"Tidak ada Pak, makanya saya berani menemui Bu Kara, hanya nanti sore ada klien yang akan bertemu Bapak, perwakilan dari perusahaan rekanan."

"Sudah kamu siapkan semuanya?"

"Sudah Bapak, di ruang meeting yang lebih kecil kan hanya dua orang."

"Ok, silakan kamu kembali ke tempatmu dan jangan lupa untuk agenda besok sudah mulai kamu persiapkan juga."

"Baik, Pak."

Dan Jaka termenung di tempat ia duduk.

"Masa iya Kara nggak ngejelekin aku ke bocah itu? Atau jangan-jangan bocah itu yang bohong karena takut aku semakin marah karena dia terlambat datang?"

.
.
.

Jaka agak kaget saat melihat perwakilan klien yang datang sore itu karena ia melihat mantan suami Kara yang datang bersama seorang wanita dengan baju kerja yang Jaka nilai sangat tidak pantas. Ia menyilakan duduk lalu sempat terlibat pembicaraan yang serius. Satu jam kemudian selesai dan Jaka menyilakan tamunya sembari menikmati minuman yang disuguhkan. Di saat bersamaan wanita yang bersama mantan suami Kara meminta ijin hendak ke toilet.

"Maaf jika boleh saya bertanya, apa sekretaris Pak Jaka resign?"

Jaka menatap mantan suami Kara yang ia nilai sesungguhnya sudah tak pantas bertanya keberadaan Kara karena mereka sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi.

"Dia, kecelakaan dan masuk klinik jadi untuk sementara asisten Bu Kara yang menggantikannya, ini di samping saya saat ini."

Jaka melihat keterkejutan di wajah laki-laki yang ada di depannya.

"Ada apa Pak Hendra bertanya Bu Kara? Setahu saya, bukankah sudah bercerai?"

"Tidak apa-apa, saya hanya bertanya, kalau boleh tahu di mana klinik tempat sekretaris Bapak di rawat?"

"Saya lupa, dan maaf saya bukan komentator busana, tapi mohon jika suatu saat Pak Hendra membawa rekan kerja ke perusahaan saya, jangan membawa rekan kerja yang busananya kurang bahan, di perusahaan saya ini saya tekankan pada semua karyawan wanita agar cara berbusana juga diperhatikan karena mereka di sini bekerja sebagai karyawan yang menggunakan otak dan skill bukan bekerja dengan menggunakan bagian-bagian tubuhnya untuk menarik lawan jenis."

Wajah Hendra memerah, ia terlihat tersinggung.

"Maaf jika Bapak terganggu, dia asisten saya sekaligus calon istri yang akan segera saya nikahi, jika Bapak terganggu maka ..."

"Silakan kerja sama ini digagalkan, saya tak masalah masih ada dan bahkan banyak yang mengajukan kerja sama dengan perusahaan saya ini, bilang saja pada bos Anda, jika Anda tersinggung dengan ucapan saya."

"Bukan, bukan begitu saya hanya ..."

"Tidak suka pada ucapan saya? Saya tak peduli, ini tempat saya harusnya Pak Hendra yang mengingatkan asistennya agar baju itu dipakai di kasur bukan di kantor, baju kerja yang tampak hampir semua pahanya kan lebih cocok dipakai di kasur?"

Dan di saat yang bersamaan asisten Hendra datang, Hendra segera pamit dengan wajah marah, mengemasi dokumen dan tasnya bersama dengan asistennya.

"Hmm ya bener aja kalo suami Kara jadi tergila-gila sama wanita itu, bajunya aja sesak, sampe mau meletus itu baju kantor, ck ck ck ... yah macam-macam selera laki-laki."

"Pak ini akan saya bawa semua ke ruangan Bapak?"

Sheila yang sejak tadi duduk tak jauh dari Jaka, mengingatkan Jaka.

"Iya bawa saja semua, eh Sheila, aku nggak kerlaluan kan tadi ngomongnya?"

"Ya ... maaf ... Bapak betul sih, baju wanita itu tidak pantas, tapi cara Bapak bilang itu yang membuat tamu kita sepertinya tersinggung."

"Loh masa aku mau bilang bajunya bagus dan baik-baik saja, ini perusahaanku mereka bertamu ke sini harusnya tahu diri, jaga penampilan, itu merupakan bagian dari strategi bisnis eh ini malah aneh-aneh."

"Ya barangkali itu strategi mereka Pak, karena dari tadi saya lihat wanita itu malah sepertinya ingin menggoda Bapak, menatap Bapak dengan tatapan yang gimana gitu hanya Bapak saja yang tidak peka."

"Hah? Masa iya? Aku malah ngeri melihat apa yang dia pakai di wajahnya, macam-macam warna dia pakai, sampai cemong-cemong kayak ondel-ondel, hanya laki-laki nggak waras yang tertarik sama wanita model begitu."

"Kan tiap orang punya penilaian berbeda Pak, emmm kalau Bapak sukanya wanita seperti apa?"

Dan Sheila menyesal telah bertanya dengan pertanyaan yang menurutnya tak penting, ia jadi takut saat Jaka terus menatapnya.

"Nggak ada, nggak ada lagi kriteria aku suka wanita kayak apa, karena aku yakin nggak akan ada wanita seperti mendiang istriku!"

💔💔💔

23 November 2022 (05.03)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top