Janda Muda

[Ini adalah cerpen yang bisa kalian baca lengkap hanya di Karyakarsa kataromchick. Terdiri dari 5 chapter dengan total 52 halaman. Kalo ada yang kesulitan nemu, silakan komentar dan aku akan copy linknya untuk kalian. Happy reading semuanya.]

Papa muda? Sudah biasa terdengar. Mama muda? Juga sudah biasa. Bagaimana jika janda muda? Terbilang langka. Yang namanya status janda, hanya akan disematkan sebagai janda. Berapapun usianya, ada anak atau tidak, dari kalangan mana saja, perempuan yang diceraikan tetaplah janda.

Tidak ada sebutan yang cocok untuk seorang janda selain janda itu sendiri. Meski begitu, Anura memiliki sebutan yang terbilang memalukan baginya, yaitu Janda Muda. Janda saja sudah memiliki konotasi buruk di mata masyarakat kebanyakan. Malah ditambah dengan kata 'muda' yang membuat predikat itu melekat di usia yang muda. Jika saja itu adalah sebuah pencapaian, Anura tidak akan terlalu malu.

Pencapaian apa kalo jadi janda di usia muda?

Tidak hanya sampai di sana, Anura juga malu karena menjadi janda muda akibat terlalu percaya pada cinta. Dia terlalu bodoh untuk menyadari bahwa cinta bukanlah dasar yang kuat untuk menikah di usia muda. Apalagi jika suami yang harusnya menjadi pemimpin malah masih begitu patuh pada ucapan orangtuanya.

"Mbak Nura terlalu polos waktu itu, wajar aja kalo akhirnya tertampar dengan realita kehidupan."

Sudah biasa bagi Anura untuk mendengar wejangan-wejangan yang berdasarkan pengalaman ditengah para ibu-ibu yang memang selalu berkumpul untuk melepaskan sejenak tekanan hidup mereka sebagai istri sekaligus ibu dari masing-masing anak yang dimiliki.

Karena Anura adalah seorang janda, dia sudah secara resmi masuk ke lingkungan para ibu-ibu tersebut. Toh, dia juga sebentar lagi akan menjadi seorang ibu.

"Yang penting dijadikan pelajaran, Mbak Nura. Jangan sampai kecolongan lagi karena cinta. Mau sekaya apa pun calonnya, secinta apa pun, kalo laki-lakinya masih manut dan berat di ibunya, ya, nggak bakalan bagus akhirnya."

Anura memilih diam saja dengan para ibu-ibu yang saling berbalas memberikan wejangan untuk Anura.

"Sudah paling bener tinggal di sini sambil ngurusin Ibunya Mbak Nura yang udah tinggal satu-satunya. Sambil ngurus ayam dan sapi yang masih tersisa. Eh, sawah juga masih ada, ya, Mbak? Bisalah buat ngurus anak begitu lahir."

Anura memang bukan orang miskin meski dibesarkan oleh keluarga di desa, warisan dari mendiang bapaknya masih cukup untuk dirinya dan anaknya kelak.

"Mbak Nura itu lebih enak dari kita, Yu! Dia nggak bakal kekurangan walaupun jadi janda muda. Nggak lulus kuliah juga nanti masih bisa ini itu, usianya masih mungkin buat nerusin cita-citanya. Nggak usah mencemaskan anak Bu Raniar, yang harus kamu cemaskan itu dirimu sendiri, Yu."

Anura yang mendengar semua kalimat ibu-ibu yang begitu apa adanya hanya bisa tersenyum. Di usia 20 tahunnya ini, dia sudah menjadi janda. Jika ingin meraih cita-cita, pasti membutuhkan banyak pertimbangan. Apalagi jika nantinya anaknya lahir. Siapa yang mengurusnya akan menjadi bahan pemikiran utama.

"Eh, tapi, Mbak Nura. Apa suamimu nggak kepikiran kalo kamu hamil? Masa nggak cariin anaknya?"

Anura merapatkan cardigan-nya untuk meliputi perutnya yang belum terlihat. Dia tidak suka mengingat mantan suaminya, tapi terus berkabung atas perceraiannya hanya akan membuatnya semakin mengingatnya.

"Nggak tahu, Bu Berta. Saya nggak urus. Saya malah senang kalo dia nggak cari tahu anak saya. Soalnya saya nggak mau anak saya nanti punya nenek yang memonopoli kasih sayang ayahnya si anak, sampai bikin anak saya kurang kasih sayang. Mendingan begini, sekalian nggak kenal."

Jawaban Anura yang terlalu jujur itu membuat para ibu-ibu meringis. Pandangan kasihan yang kentara mereka berikan.

"Mbak Nura memang luar biasa."

Anura yang dihargai di desa itu tentu saja tidak dikucilkan meski memang tidak menutup kemungkinan menjadi bahan gosip. Dia tidak peduli, yang terpenting dia tidak menjadi orang asing di sana. Berkumpul dan bicara dengan ibu-ibu membuat Anura bisa merasa banyak teman dan tidak kesepian. Dan ketika dia tidak merasa kesepian, maka bayangan luka perceraiannya bisa sedikit terurai.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top