The Coffee

Jakarta, 2018

Mata Sofia masih fokus kepada laptop miliknya, ia melihat-lihat hasil fotonya tadi ketika sesi pemotetran di daerah Bundaran HI. Sebagai supermodel terkenal, ia adalah sosok yang bisa dikatakan ramah, walaupun terkadang ia perfeksionis dalam hal tertentu. Yang jelas orangnya mudah sekali dekat dengan orang lain.

Lagu pop mengalun keras di dalam kafe, tempatnya ia duduk kini dengan secangkir kopi yang berbentuk hati. Sesekali ia minum. Matanya tak lepas kepada sesosok pria yang sedang membaca buku. Di meja si pria ada ponsel dan juga cangkir.

Mendadak si pria berdiri, ia seperti ingin memesan sesuatu lagi, namun si pria membawa cangkirnya, entah mengapa. Mungkin bukan memesan, bisa saja ia mengeluh kopinya kurang gula. Sofia ingin cuci tangan. Wastafelnya ada di seberang sana, di ujung, dekat pintu masuk, berlawanan dengan posisi pria yang hendak ke kasir.

Perlahan kaki Sofia berdiri lalu melangkah. Ketika tepat satu centimeter dengan si pria tampan dengan mata sipit dan tubuh tegapnya, tak sengaja ia menabraknya dan kopinya jatuh. Sofia langsung berdiri mematung menatap mata si pria. Sementara cangkirnya berdenting menyentuh lantai, pecah berkeping ketika keduanya bertatapan.

"Eh Mbak maaf," ucap pria itu. "Mbak nggak apa-apa?"

Si pria konsentrasi menatap kaki lawan bicaranya, lalu menatap Sofia lagi. Anggun sekali ya Tuhan. Ucapnya dalam hati.

"Eh Mas, harusnya saya yang minta maaf!" seru Sofia. Ia ingin memungut beling-beling cangkir yang jatuh, takut mengenai kaki si pria.

"Nggak usah Mbak," dengan reflek si pria muda itu memegang tangan Sofia dengan keras. "Jangan," ucapnya sekali lagi. matanya seperti nanar meminta kepadanya.

"Oh ya, nama saya Sofia Firneta." Sofia menyalami lawan bicaranya.

"Saya Rahdi Hyuk." Si pria membalas jabat tangan Sofia.

"Rahdi Hyuk...... boyband itu kan?" tanya Sofia sambil tersenyum.

"Mbak Sofia supermodel itu ya? Mbak nggak apa-apa kan? Kaki Mbak nggak luka kan?"

"Kamu merhatiin saya karena saya model atau..... mata kamu nggak ke sana." Sofia menatap Hardi dengan rasa ingin menggodanya, ia tahu Rahdi baru saja mengagguminya.

"Aduh Mbak, maaf....." Rahdi meminta maaf sekali lagi.

"Nggak apa-apa, saya traktir kamu ya. Ayo ke meja saya," ucap Sofia ramah.

Rahdi rasanya ingin menolak, padahal hati-hatinya deg-degan, lidahnya sangat kelu tidak menjawab. Kakinya hanya melangkah lalu ia duduk di kursi kafe yang berhadapan dengan kursi Sofia.

Sofia meminta pelayan memesankan kopi yang sama dengannya, ia ingin mentraktirnya. Rasa bersalah masih menghantuinya. "Kamu jangan panggil Mbak ya, panggil aja Sofia," kata Sofia sambil menunggu pesanan.

"Gapapa Mbak?" bisik Rahdi.

"Nggak apa-apa, jangan malu-malu gitu. Oh ya, pake aku aja ya biar akrab. Aku denger lagu kamu loh. Aku sedikit-sedikit mulai suka hal-hal berbau Korea. Tapi aku sembunyi-sembunyi, takut ketahuan anakku. Anakku nggak demen kpop. Hahaha!"

"Anak Mbak yang perempuan itu kan? Siapa namanya?" tanya Rahdi yang lupa-lupa ingat.

"Auris. Dia memang orangnya introvert. Semenjak ayahnya meninggal, dia pendiam."

"Saya turut berduka cita ya Mbak. Saya kagum dengan Mas Geri, dia adalah CEO terkenal yang kadang saya suka lihat artikelnya di majalah bisnis."

"Kamu suka baca majalah bisnis?"

"Kadang baca. Waktu hari itu saya kaget banget Mas Geri meninggal, sekitar tiga tahun lalu."

"Iya, udah lama. Tapi Auris menguatkan aku. Aku juga menguatkan dia. Supaya dia nggak down."

"Nggak nyangka hari ini saya ketemu Mbak—"

"Jangan pake saya, pake aku. Biar akrab. Nanti abis ini kamu ke rumah aku ya," ucap Sofia.

"Kenapa Mbak?"

"Nanti kamu tahu sendiri, oh ya kopi kamu udah nyampe tuh," wanita berambut hitam panjang itu menoleh kepada pramusaji yang mengantarkan, mengucapkan terima kasih. "Minum kopinya dulu Oppa."

"Hah Oppa?" Rahdi terheran-heran.

"Baru belajar Bahasa Korea jadinya yaa gitu." Sofia berkata malu-malu.

Rahdi bisa melihat pipi Sofia yang memerah karena menahan malu. Ia meminum kopi yang dipesankan Sofia. Ia sesekali menatap mata Sofia, pipi Sofia memerah.

Di dalam hati Sofia berbunga-bunga.

Tuhan, aku jatuh cinta, kok deg-degan? Kayaknya aku mulai suka cowok blasteran Korea kayak gini. Apa aku ajak kolab ya. Aduh galau.

Tolong aku Tuhan. Nggak tahan lihat wajah imutnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top