Penculikan
Bagi Vinil ini adalah saat yang tepat untuk membalaskan dendam yang ada di hatinya kepada Sofia yang sudah mengganggu kemesraannya dengan Firo. Pisau di genggaman tangannya ia letakkan di kantongnya. Persiapan Vinil tidak sekadar itu namun ada pistol yang ia sembunyikan di balik hoodienya. Dari tadi di mobil ia menunggu Auris keluar untuk istirahat, namun belum tampak bocah kecil yang menjadi sasarannya itu. Malah yang ada di pikirannya sekarang ia tenggelam di dalam lamunan.
Beberapa tahun lalu
Vinil yang masih remaja sedang mengintip ayahnya yang sedang berbicara dengan teman SMAnya, ya, seorang wanita yang dekat dengan ayahnya, karena ayahnya kala itu sedang sibuk menjadi panitia reuni. Kebetulan pada hari itu Vinil ikut ayahnya untuk rapat panitia di restoran. Ketika ia baru saja kembali dari toilet restoran. Ia mendapati ayahnya sedang mengobrol serius dengan salah satu teman wanita SMAnya yang pada saat itu hanya baru mereka berdua saja yang datang.
"Aku nggak mungkin mengkhianati istri aku sendiri, mana dia juga teman sekelas kamu kan, waktu SMA dulu?" kata ayah Vinil.
"Kamu itu yang sejak dulu nolak aku, bahkan nolak kami. Kamu masih ingat nggak waktu itu aku sama teman segeng aku mojokin kamu di kamar mandi? Kami buka seragam kami, sisa beha aja? Kamu diajak main berempat enggak mau. Eh bahkan main berlima deh. Kamu tuh aneh. Laki-laki seperti kamu kok tidak terangsang sama gadis-gadis cantik. Waktu itu sampai lidah kami pegal karena jilatin leher kamu. Tapi kamu nolak terus. Kamu malah milih istri kamu itu yang di luar dari geng kami."
"Kamu jangan ungkit masa lalu itu lagi! Kamu nggak nyadar ini restoran. Kalau kamu mau rebut pria dari istrinya rebut sana teman-teman kita yang sudah kawin! Jangan aku. Aku sudah cukup bahagia dengan pernikahanku yang sekarang!"
"Dasar kamu pria yang tidak tahu diuntung. Apa aku perlu ikat kamu supaya kamu nurut hah?!"
Tak lama Vinil langsung muncul dan menghampiri mereka. Ayah Vinil mengajaknya untuk duduk lalu sejak dari kejadian itu Vinil tidak bicara sampai akhir rapat. Vinil tak menyangka bila beberapa minggu dari pertemuan itu, ayahnya ditemukan tewas telanjang dengan rantai diikat di leher serta batang pelirnya yang membusuk karena luka gigitan. Dari kejadian itu ia pun mendapat ide melakukan hal di luar batas kewajaran dengan Firo. Seperti memaksa Firo melakukan handjob di mobil atau meminta Firo melakukan aktivitas bondage.
Vinil terbangun dari lamunannya, lalu berlari ketika Auris sedang hendak ke kantin, ia menarik tangan putri tercantik Sofia lalu dengan cekatan menggendongnya menuju mobil. "Kamu diam! Nggak usah teriak-teriak!" perintahnya.
Auris hanya menangis, melihat wajah Vinil yang menyeringai tiba-tiba. "AAA HHAHAHA!" tawanya mencoba menakuti Auris."
"Tante jahat!" teriaknya di mobil.
"Kenapa? Kamu mau bilangin mama kamu ya?" goda Vinil. Kakinya langsung menancap gas pergi ke suatu tempat.
"Aku mau pulang! Mau pulang!" teriak Auris
"Nggak akan bisa pulang! Mama kamu tuh udah kurang ajar sama tante. Jadi ayo kita kerjain."
"Aku pengen pulang!"
"Diam anak sialan! Berisik banget!" bentak Vinil kepada keponakannya itu.
Mobil Vinil berhenti di sebuah bangunan, ia memaksa Auris untuk mengikutinya, sementara pisau digenggamnya. "Kamu mau mati?" peringat Vinil.
"Masuk ke gudang sekarang! Masuk!" dengan tangan yang kasar, Vinil mendorong Auris hingga ke dalam gudang. Lalu dikuncinya pintu gudang.
Tangan Vinil langsung mengeluarkan ponsel, menelepon seseorang.
***
"Huh, aku udah ga sabar Sayang, kita akan menikah. Auris udah ngasih restu," ucap Sofia di balkon basecamp The Second.
Rahdi tersenyum, tidak bicara. Yang hanya ia bisa lakukan kini hanya menatap wajah cantik Sofia. Lidahnya langsung menghujam menciumi bibir Sofia. Janda muda itu membalasnya. Sebuah ciuman ganas dari Sofia membuat Rahdi mabuk kepayang. Lidah mereka beradu, pelukan hangat yang kencang dari Sofia menenangkan pria muda itu. Rahdi pun melepas ciumannya setelah ciuman dua menit itu.
Telepon masuk ke ponsel Sofia.
"Hai! Aku ada di sini bersama anak kamu!"
"Siapa ini?"
"Halo Sofia, teman kecilku! Teman curhatku."
"Lo! Lo Vinil kan? Sadar!"
"Hahahaha! Selamat datang di dunia imajinasi yang penuh lintas dimensi!"
"Gila nih anak. Vinil sadar! Lo jangan apa-apain Auris!"
"Anak lo bakal mati! Sofia Firneta! Lo udah salah berurusan sama gue!"
"Mana dia sekarang?!"
Tidak ada jawaban yang ada hanya bunyi telepon yang terputus. Sofia mulai menangis, ia menengok kepada Rahdi yang mencoba menenangkannya.
"Auris. Auris dalam bahaya!"
"Tenang, kamu jangan panik kita cari dia. Aku akan minta Anggo dan Dilon segera mencari dia." Rahdi berkata dengan penuh keyakinan, sementara Sofia mencoba menarik napas lalu menghelanya. Rahdi mengajaknya ke mobil. Rahdi dan Sofia langsung tancap gas, mencari keberadaan Auris. Rahdi kebetulan mempunyai nomor Vinil, ia mencoba menghubungkannya ke sebuah alat yang baru saja ia beli. Alat pendeteksi keberadaan seseorang melalui nomor teleponnya.
"Dia ada di sebuah tempat, rada jauh. Aku sudah chat ke Anggo dan Dilon untuk segera ke lokasi."
"Terserah. Kamu kasih tahu ke seluruh dunia juga boleh. Yang penting anak aku nggak mati. Aku nggak mau Auris kenapa-napa." Sofia berkata dengan otaknya yang mulai frustasi.
***
Prinsip hidup Vinil adalah menyayangi orang yang ia cintai, namun bila disakiti ia akan membalas seperti harimau yang siap memangsa siapapun. Tangan Vinil membuka pintu. Auris dilihatnya masih menangis. Vinil ingin memberi makan Auris. Di tangan Vinil ada sepiring nasi dan juga beberapa kecoak hidup yang mengerikan. "Kamu makan ini ya. Makan. Nanti kalau nggak makan kamu mati. Ngerti? Jangan bodoh ya jadi anak. Kalau kamu bisa makan-makanan ini berarti kamu pintar dan kamu adalah keponakan sejati tante. Nanti kalau kamu udah besar jadi ya seperti tante. Kamu harus bisa menguasai banyak hal. Apalagi pria. Kamu harus bisa mengendalikan pria. Mengendalikan uang-uang mereka. Mengendalikan tubuh mereka. Sudah makan dulu sana."
"T ... Tante ... Jahat!" teriak Auris.
"Dibilangin nggak mau dengerin!" balas Vinil yang langsung menjadi ganas. Ia campurkan nasi dengan kecoak agar mereka tidak bisa terbang. "Makan! Tante bilang makan!" Tangan kiri Vinil menjejalkan mulut Auris dengan nasi dan kecoak dengan paksa. Auris menelannya denngan tersedak.
"Bagus. Itu baru keponakan tante." Vinil lalu mencium pipi Auris.
Perasaan Vinil mendadak berubah, seperti ada suara sirine di luar bangunan. Vinil langsung keluar dari gudang lalu mengunci Auris dari luar lagi.
"Jangan bergerak!" teriak beberapa orang pria. Ada lima pria yang merupakan satuan kepolisian yang mengarahkan senapan kepadanya. Vinil panik, ia hendak kabur namun tangan-tangan polisi itu menangkapnya. Vinil terjatuh. Lalu di hadapannya mendadak ada Sofia yang menatapnya. Sofia langsung menjambak sepupunya itu dan menamparnya.
"Bangsat! Kenapa lo culik anak gue?! Salah apa dia?!"
Vinil hanya tertawa saja, sementara Sofia memberi isyarat kepada dua orang polisi dan juga Rahdi serta Anggo dan Dilon untuk menggebrak sebuah pintu. Auris yang ada di dalam terkaget-kaget. Rahdi dan beberapa orang polisi masuk lalu membantu Auris berdiri. Auris menangis di pelukan Rahdi.
"Aku disuruh makan kecoak!" ucapnya sambil menangis.
Sofia yang berada di luar gudang mendengar itu. Ia langsung menyerang Vinil namun dicegah Anggo dan Dilon serta para polisi. "Mati lo! Mati karena udah nyakitin anak gue!" bentak Sofia marah.
Vinil pun dibawa oleh beberapa orang polisi, ia ditahan. Sementara itu Rahdi dan Sofia mengajak Auris masuk ke dalam mobil. Mereka berdua mengantar Auris pulang ke rumah. Wajah Auris masih menampakkan ketakutan. Sofia yang duduk di sebelah putrinya terus mencium pipi putrinya itu.
"Syukurlah mama masih bisa ketemu kamu. Mama khawatir," ucap Sofia sambil memeluknya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top