Kenangan Berharga
"Punyakah kau? Kenangan berharga yang bila mengingatnya masih terasa rindu."
-oOo-
#JandaKemboja
Maldives tidak sehebat itu, jika kau melihatnya setelah dipaksa bersetubuh oleh pasangan bulan madumu. Ya, baru saja, di kamar hotel, aku melakukannya terpaksa. Desahan yang dibuat-buat dan buatku mual sendiri.
"Sayang!" Ersang berteriak dari arah belakang tubuhku.
Kuhela napas menatap lautan yang gelap—malam menelan seluruh cahaya—bulan pun tak memantul di air. Hitam, pekat, buatku menyibak rambut secara gelisah.
"Kucari di dalam, ternyata ada di sini. Sedang apa malam-malam?" Ersang memeluk. Dikecupnya bahu, leher hingga rahang. Cepat dan penuh hasrat. Sisa-sisa kebinatangan itu masih ada. Aku menyingkirkan tangannya, menjauh.
Kurang ajar. Ia tak mengerti. Ditariknya tubuhku, lalu, bibirku berada dalam kuasanya. Lumatannya yang kasar.
Aku menamparnya. Sejak kapan hari ingin kuberi pelajaran. Dan aku menangis karena akhirnya bisa melakukannya.
Ersang menatapku, marah dan penuh tanda tanya. Rahangku mengeras. Tiap melihat kedua bola mata itu aku mendapati bayangan Aurum di sana. Perempuan itu pernah dalam posisiku. Ciuman, pelukan, mendesah bersama.
Aku jatuh terjongkok dan menutup muka mencoba menghalau air mata yang ada. Allah, berapa kali mereka melakukannya?
"Ara?" Ersang menyentuh lenganku.
Aku meloloskan diri, berlari memasuki laut lebih tengah. Terasa air membasahi hingga betis. Ersang memanggil-manggil.
Lututku menendang-nendang laut, cepat dan terburu. Pakaian mulai terasa berat. Tahu-tahu air sudah setinggi leher.
"Ara!"
Biasanya, aku pandai berenang seperti saat menyeberangi sungai bersama Faris. Tapi, sekarang, aku tidak punya tenaga untuk bergerak. Perlahan-lahan, air memasuki mulut, terbatuk, kaki mulai terangkat dari lantai pantai. Aku mendongak ke arah langit, mengira-ngira surga di sebelah mana.
"Ara! Kamu gila?" Ersang menarikku. Aku mengempas tangannya. Ersang mendapatkannya kembali kemudian berteriak di depan wajahku. "Kamu gila? Kamu ingin mati?"
Aku tergugu. Aku benci padamu. Sangat benci!
Ersang mengguncang pundakku. "Sadarlah! Kamu ini sedang apa?"
Penuh dendam aku menatapnya, merapatkan gigi-gigi dan mengerang tertahan. Banyak sekali yang ingin kukatakan. Aku mengutuk hati ini yang tak juga mengatakannya.
Aku menangis kesal, sengaja melotot padanya agar ia tahu. Ersang menerima, menunggu, membiarkan.
Tak lama, kulihat ia lebih dulu menguasai diri. Diambilnya perhatianku secara hati-hati. "Sayang, ada apa? Kamu kenapa?"
Aku menatapnya. Berusaha menembus mata itu, masuk, melesak dalam, demi menemukan jawaban di lubuk hatinya.
Aku bertanya dengan suara parau. "Punyakah kau? Kenangan berharga yang bila mengingatnya, masih terasa rindu."
Ersang terdiam, menatapku di kedua bola mata, mencari-cari apa sebenarnya mauku. Kuharap jawabannya adalah Aurum. Tapi, aku berharap juga, ia tidak menyebut nama itu.
"Aku punya." Ersang bersungguh-sungguh, dari nada suaranya yang teratur. "Kamu. Kenangan berharga adalah dirimu, Araminta. Ketika pertama kali Oma membawamu ke rumah dan ketika kamu bersedia kunikahi. Bila ingat itu, aku rindu padamu."
Aku berkedip. Dibuat ingat semua itu. Sekelebat kenangan-kenangan berlewatan cepat di depan mata. Lalu, mendadak aku sadar. Baru terasa dingin berendam di laut seperti ini. Aku sepenuhnya sadar.
Ersang menempelkan dahinya ke dahiku, bisa kuhirup aroma napas yang sejak dulu kusuka. "Aku bisa apa tanpamu, Ra?" Ia mengusap pipiku.
Air mata jatuh lagi—rasanya itu membasahi hati yang beku—aku mencair. Aku mengecup bibirnya yang pucat.
Ia menyambut dengan membalasku. Irama yang membuat darah berdesir hingga jantung. Ersang berhenti sejenak dan kulihat matanya meminta izin. Aku menunduk demi menyembunyikan semburat merah di wajah—marah yang kudesak dalam-dalam.
Ersang merengkuh tubuhku—dengan tangan kekarnya—meremas punggungku. Aku mengalungkan tangan di lehernya dan menerima semua yang ia beri.
Di laut Maldives, ini dia bulan madu kami.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top