XX. Cinta dan Benci [?]

"Sebegitu mudahnya kamu menafsirkan perlakuan seseorang. Apakah hanya karena orang itu memperlakukanmu dengan baik maka bisa kamu anggap itu sebagai cinta?"

__________

Zulfikar terbangun dengan mata terbelalak setelah mimpi itu. Keningnya dipenuhi peluh. Kepalanya masih terasa pusing. Bumi terasa berputar. Sampai sesuatu yang janggal ia rasakan pada tubuh membuatnya sadar. Sejak kapan ia terbaring di tempat tidur? 

Namun, rasa penasaran itu seketika membunuhnya. Sebuah tangan melingkar tenang di dada telanjangnya. Ia menoleh ke sisi kanan, dan didapati seorang wanita tengah memeluknya dengan kondisi tubuh yang … sangat hina! 

"Galuh .…" Suara Zulfikar terdengar bergetar. Buru-buru ia memalingkan wajah dan menepis tangan itu hingga suara khas bangun tidur yang manja terdengar. Zulfikar duduk di tepi ranjang. Tubuhnya tremor. Ia memeluk tubuhnya sendiri dalam gamang. Zulfikar ingat, dirinya kemari untuk membenarkan genset. Lalu …. 

"Tidak!" Zulfikar menggelengkan kepalanya kuat-kuat, berusaha menepis imajinasi liarnya. Seorang perempuan dan lelaki single di atas satu ranjang dengan keadaan tanpa busana … apa lagi yang …. "Tidaaakkk!" Zulfikar berteriak keras-keras berusaha mengenyahkan pikiran kotor itu. Dunianya seakan runtuh seketika itu juga. 

"Mas?" Galuh mendongak dan mendapati punggung Zulfikar yang sudah duduk membelakangi dirinya. Napas Zulfikar semakin sesak mendengar suara mengerikan yang seakan mampu membuatnya mati saat itu juga. "Mas mau ke mana?" Gadis itu terduduk, masih memegangi selimut menutupi tubuhnya. Bahu Zulfikar bergetar hebat.

Diabaikannya suara Galuh. Buru-buru ia beringsut, memunguti dan memakai kembali pakaiannya yang berserak di lantai dekat tempat tidur. Dadanya bergemuruh. Wajahnya sudah merah padam. Hatinya panas dan terbakar. Penghinaan macam apa ini!

"Mas!" Galuh langsung memeluk Zulfikar dari belakang, tanpa ia tau kalau pemuda itu sedang bertarung dengan amarahnya.

"Lepas," kata Zulfikar dengan emosi tertahan. Namun, Galuh tak mengindahkannya. "Lepas kataku!" Tidak terhitung berapa oktaf ia menaikkan suaranya. Persetan dengan hati kaca! 

Galuh masih tak menunjukan pergerakan, hingga Zulfikar yang turun tangan melepas kasar tangan Galuh. Masa bodoh gadis itu akan terluka karena perlakuannya. Ini tidak sebanding dengan penghinaan yang dia berikan.

Detik ketika menyadari hal ini, Zulfikar membencinya. Dia benci situasi ini. Dia benci pada dirinya sendiri. Dia juga benci pada Galuh. Dia mendengus, masih berupaya mencari atasannya yang entah ada di mana. Tidak mungkin dia akan keluar dengan keadaan hina seperti ini.

Tak pernah terbesit sedikit pun. Jangankan berzina sampai ke jenjang ini, berpacaran atau menatap lama mata lawan jenis tak pernah ia lakukan. Lantas apa? Apa yang ia lakukan saat ini? Jauh di lubuk hatinya, Zulfikar mengutuk dirinya. Bagaimana bisa ia begitu bodoh hingga masuk ke perangkap laba-laba? Bodoh! Sekali lagi ia memaki kebodohannya.

Galuh masih terpaku di tempatnya memeluk Zulfikar tadi. Dia tau kalau ini akan terjadi, tapi egonya juga tidak ingin mengalah.

"Di mana pakaianku yang lainnya?" tanya Zulfikar penuh amarah tanpa memandang Galuh. Ia tidak bisa menemukan pakaian atasnya. Tak mendengar jawaban, pemuda itu berbalik di detik berikutnya. Tatapan tajam penuh kebencian ia layangkan tanpa ampun hingga membuat Galuh bergidik. "Apa kamu bisu, hah?" Suaranya tertahan. Rahangnya mengeras. Giginya bergemeletuk. Kedua tangannya mengepal erat.

"A-aku …."

Melihat ekspresi itu Zulfikar tertawa keras. Sangat keras hingga Galuh merasa takut dan terintimidasi. Ia semakin menggenggam erat selimut yang membalut tubuhnya untuk mengurangi ketakutannya.

"Inikah balasanmu, Galuh?" Zulfikar menggeleng. "Teganya … teganya kamu memanfaatkan kepercayaanku dan melakukan trik kotor seperti ini! Apa bedanya kamu dengan para pelacur yang menjajakan tubuhnya untuk lelaki hidung belang di luar sana, hah?!"

Kedua tangan Galuh mengepal. Ia menatap Zulfikar tanpa rasa takut. "Aku bukan pelacur!"

"Heh … lalu apa?" 

Galuh gelagapan, tapi buru-buru ia tersenyum sinis yang membuat amarah Zulfikar semakin memuncak. "Bukankah kamu yang menginginkanku tadi? Jika bukan kamu yang menarikku ke ranjang, bagaimana mung--"

PLAK!

Untuk pertama kalinya dalam hidup, Zulfikar menyakiti seorang wanita. Ia sempat memandangi tangan yang menampar pipi wanita itu hingga merah, lalu menurunkannya tanpa rasa sesal.

"Teh itu … kamu menjebakku dengan teh itu!" Telunjuk Zulfikar mengarah pada pintu kamar yang langsung berhadapan dengan ruang tamu. "Semua itu salahmu!" Masih dengan tatapan nanarnya, juga otot-otot yang tampak menonjol di pelipisnya.

Kini, giliran Galuh yang tertawa. "Dan karenanya kamu menganggapku sebagai Alif dan langsung menidurinya? Iya?"

Mata Zulfikar membola sempurna. Alif? Apakah sebelumnya ia berhalusinasi? Sial!

"Tidak bisa dipungkiri kalau kamu menginginkannya, bukan? Alif … lalu hasratmu sebagai lelaki … ah, biar kujelaskan bagaimana kamu begitu liar saat--"

"Diiaaammm!!!" Zulfikar tak habis pikir, bisa-bisanya lisan wanita itu begitu ringan menceritakan hal menjijikan. "Jangan sebut nama itu dengan mulut kotormu! Kamu tidak pantas!"

"Heh, pantas? Apakah jika dia mendengar kabarmu yang memperkosa gadis desa di tempatnya menjalankan misi masih mau menerimamu?"

Zulfikar terpegun beberapa saat. Perkataan Galuh benar-benar menghunus hatinya yang sedang rapuh. Lagi-lagi Alif. Jika tentangnya ia menjadi lemah. Tak bisa dibayangkan bagaimana hancurnya hati wanita yang begitu ia kasihi jika sampai mendengar berita ini. Dia pasti akan membencinya. Dia pasti akan meninggalkannya. Cintanya … kenapa harus berakhir seperti ini? Dia tidak sanggup kalau akan kehilanganya. Tidak! Dia tidak bisa terima! Dia ingin kembali, dan menikahinya. Menjadikannya satu-satunya ratu yang mengisi hatinya. Semuanya tidak boleh hancur!

"Kenapa diam? Lagi pula kamu menikmatinya, bukan?"

"Tutup mulutmu!" Galuh benar-benar berubah. Apa yang mengubah gadis itu dalam beberapa waktu ini? Apakah selama ini semua kepolosannya hanyalah topeng untuk menutupi kebusukan hati? Licik!

Zulfikar nyaris gila mencerna semua kejadian ini. Ia lalu berbalik hendak meninggalkan kamar yang menjadi bab awal dari kisah laranya. 

"Tidakkah kamu mencintaiku walau sedikit?"

Baru beberapa langkah, Galuh kembali menginterupsinya. Di sisa kewarasannya Zulfikar coba mencerna.

"Cinta? Manusia sepertimu tidak pantas menyebut cinta." Zulfikar berbalik, menatap nanar Galuh yang sama memburunya.

"Kamu mau tau apa yang ada di dalam hatiku untukmu?" Galuh masih diam. "Kebencian. Hanya kebencian yang tersisa. Aku mempercayaimu sepenuh hati, tapi kamu malah mengkhianatiku dengan perbuatan hina seperti ini! Kamu menjebakku demi keuntunganmu! Aku membencimu … sangat membencimu!!!"

Galuh kehabisan kata-kata. Namun, sekali lagi ia menegakkan pandangannya tanpa rasa takut. 

"Lalu kenapa kamu memperlakukanku dengan begitu baik? Dan juga tatapan hangat itu? Sadarkah kamu itu memberikanku sebuah kenyamanan dan harapan untuk jatuh cinta padamu? Terlebih setelah semua penderitaan yang aku alami. Tidakkah kamu punya rasa sedikit untukmu?"

Zulfikar tersenyum miring. "Kamu ternyata sangat murahan."

Galuh membeku. Ucapan Zulfikar benar-benar meremukkan hatinya. Belum sembuh akibat hinaan sebelumnya, kini sayatan lukanya semakin parah. Tidak menyangka bahwa kata-kata tajam itu akan lolos dari bibir pemuda yang dicintai dan dikaguminya. Di satu sisi ada yang mencinta, tetapi di sisi lainnya ada benci yang membakar jiwa. Apakah cinta memang semenyakitkan ini?

"Sebegitu mudahnya kamu menafsirkan perlakuan seseorang. Apakah hanya karena orang itu memperlakukanmu dengan baik maka bisa kamu anggap itu sebagai cinta? Dasar bodoh!"

Zulfikar berbalik, dan memutar handle pintu, tapi entah sejak kapan Galuh berlari ke arahnya hingga ia kembali tertahan dalam pelukan gadis itu. Zulfikar semakin kehilangan dirinya.

"Kamu tidak boleh pergi!"

"Lepas!" Zulfikar berusaha berontak, tetapi pelukan Galuh sangat kuat, ditambah kondisinya yang masih belum pulih. "Lepas!!!"

"Keluar kalian para pezina!!!"

__________bersambung_________

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top