Warna

Banyak yang bilang memiliki seorang saudara kembar itu terdengar menyenangkan, mereka jadi satu-satunya raga yang terlihat sama seperti kita.

Aku seperti sedang melihat kumpulan buah mangga di pasar, semuanya terlihat sama, walaupun beberapa pakar buah mungkin akan menolaknya keras-keras.

Tapi, sungguhan aku memang sangat berbeda dengannya, kadang refleksi pada sebuah cermin saja memiliki perbedaan bayangan.

Dia sangat suka matahari di tengah langit berwarna kuning cerah, sedangkan aku suka tetes hujan yang berwarna kelabu. Belum lagi saat diriku rasanya ingin lari ke gunung, dia malah berakhir menyeretku ke tengah lautan.

Memang, ada kalanya kami memiliki satu pikiran yang sama, seperti ada dua elektron yang saling bergesekan dan memberikan alarm yang mengaung sama, saling menatap hingga akhirnya kami tertawa bersama. "Kak, aku ingin makan semangka." Rengeknya siang tadi, kuakui musim panas hari ini terasa seperti hawa dapur ketika Mamah memasak seharian.

Tapi, sungguh meminta semangka ketika aku sudah repot-repot membawa buah melon untuk kita berdua. "Kamu enggak lihat aku bawa apa? sudah ya makan saja ini, lagi pula rasanya kan enggak jauh beda, sama-sama bikin segar," ucapku padanya, dia terlihat sedikit menunduk sambil memilin ujung bajunya. Rautnya kentara sekali sedang merajuk, dengan binar mata yang berkelip-kelip, ditambah lagi semburat merah di pipinya, belum lagi bibir yang ia majukan bak anak kecil tak dibelikan permen.

Aku menghela nafas melihatnya.
Kalau tak ingat wajah menggemaskan di hadapanku ini sama persis dengan milikku, sudah aku cubit pipi gembilnya.

Menurutku ia adalah warna terbaik dihidupku, aku senang dirinya yang penuh dengan warna bisa hidup menjadi pelengkap diriku yang kelabu.

Adikku yang satu ini membuat leleh es di dalam tubuhku, dan membuat bunga mawar di hatiku menjadi mekar.

Karena kita warna yang saling melengkapi, aku ingin terus bersama denganmu, saling bertukar sebuah rahasia kebahagiaan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top