Stigma

Hari ini sebuah bintang kecil mulai berusaha keluar dari dekapan kegelapan, namaku adalah Fina Larasati usia ku yang baru genap Sembilan belas tahun ini telah berhasil lulus dengan hasil sempurna dari Universitas Negeri Semarang Jurusan Ilmu Politik dan Kewarganegaraan. Aku sangat bersyukur karena bisa lulus dengan cepat dan segera mengurangi beban kedua orang tua ku karena aku hanyalah anak seorang pemulung dan buruh cuci, tapi sekarang, ya sekarang semua cerita ini dimulai.

Aku kuliah selama dua setangah tahun dan selama pendidikan sekolah dasar sampai sekolah menengah atas aku sudah beberapa kali mendapat kesempatan untuk akselerasi dan mendapatkan banyak beasiswa. Memang tidak ada lagi yang dapat meragukan kecerdasan ku. Aku belajar berbagai macam ilmu, aku diberi kebebasan mengambil banyak mata kuliah dari berbagai program studi lainnya, dan di sinilah aku sekarang tiga tahun setelah lulus aku bersama kekasihku Roni sudah banyak melakukan berbagai penelitian yang membuat banyak kemajuan di Indonesia. Indonesia sekarang sudah menjadi salah satu negara adikuasa macam Amerika Serikat dan Jepang dahulu. “Hei Roni coba kamu lihat hipotesis yang baru aku buat, kurasa kita bisa menyempurnakan mesin ini.” “Ya, Fina usaha kita satu tahun terakhir ini memang tidak sia-sia, sekarang semua orang bisa mempermainkan waktu dengan alat ini.” ujar Roni. “Tentu Ron, kita akan menjadi pasangan legendaris, kita akan mengubah segala peradaban dunia.”

Saat ini kami berdua telah membuat sebuah alat yang bisa disebut dengan mesin waktu, ilmu alam yang ku dapat selama sekolah menengah dan kuliah tambahan ini ternyata tidak sia-sia ditambah pacar ku seorang professor dari Jurusan Fisika, tentu saja dengan alat ini aku bisa lebih kaya lagi aku bisa membuat kedua orang tua ku tidak usah susah payah bekerja mengumpulkan sampah orang-orang tidak tau diri yang membuangnya sesuka hati mereka. Aku tidak perlu merasakan lagi rasanya dihina dan dicap seorang anak pemulung yang sekolah hanya karena rasa kasihan dari orang lain.

Aku sudah memikirkan banyak-banyak tentang hal ini dan aku akan menjadi orang pertama yang menjelajahi waktu dengan alat pertama buatan kami kurang lebihnya aku akan menjadi kelinci percobaan penemuan ku sendiri.

Setelah semua persiapan ini aku memutuskan untuk rehat sebentar di apartemen orangtuaku dan tentu aku juga akan mengabarkan tentang penemuan ku. Sesampainya aku di apartemen mereka, kedua orang tua ku langsung memeluk ku mereka seperti sudah bertahun-tahun tidak bertemu dengan ku tapi memang nyatanya setelah terlintas dibenakku untuk membuatmesin waktu ini aku tidak pernah keluar dari laboratorium ku selama satu tahun belakangan ini. Aku bahkan sempat khawatir bagaimana rupaku. Aku sedikit bercakap-cakap dengan mereka, sedikit melepas rindu “Fina kamu jangan terlalu memaksakan pekerjaan mu itu loh, badan mu itu juga butuh istirahat.” “Iya bu aku mengerti, aku juga istirahat cukup disana.” aku mengerti persis bagaimana perasaan ibuku “Kamu juga apa tidak memikirkan perasaan bapak mu ini ditinggal satu-satunya putri kami tanpa kabar dan berita.” ucap bapak ku. “Iya Bapak, Ibu.. Fina janji setelah projek ini, Fina akan tinggal dirumah karena kita nanti tidak akan perlu lagi bekerja untuk memenuhi kebutuhan kita.” “Loh apa itu maksumu nak?”. kedua orang tua ku sudah pasti tampak bingung, mereka pasti menganggap ini hanya omong kosong belaka. “Sebetulnya tujuan Fina pulang ini, Fina ingin memberitahukan kepada Ibu dan bapak kalau Fina sudah membuat penemuan yang bisa mengubah dunia!! Fina dan Roni sudah membuat mesin waktu bu pak, dengan ini Fina akan memperbaiki kehidupan kita lebih cepat. “Tidak Fina kamu ini ngawur mana ada yang seperti itu, bapak tidak mengizinkan kamu berbuat yang aneh-aneh dan tidak wajar.” “Iya Fina, Ibu pun tidak setuju, ibu takut kamu malah kenapa-kenapa.” “Ibu Bapak percaya sama kamu, kalau kamu pasti bisa buat alat semacam itu, tapi bagaimana kalau alat itu malah membahayakan kamu?”. Kedua orang tuaku sangat mengkhawatirkan ku, dan sepertinya mereka kurang setuju dengan ideku “Tidak Bu, Pak ini tidak akan membahayakan siapa-siapa, kalian hanya perlu mempercayai Fina.” terjadilah adu argumen, percakapan kami semakin memanas dengan sikap orangtuaku yang sangat egois aku pergi ke kamar dan membanting pintu kamar, karena lama-lama kupingku panas menerima penolakan dan ocehan mereka.

Keesokan harinya sebelum waktu subuh, aku sembunyi-sembunyi keluar dari apartemen ku dan aku bergegas menghubungi kekasihku. “Ron persiapkan semuanya, aku menuju laboratorium sekarang.” “Tentu Fina.” Roni menutup telpon genggam nya lebih dulu, dia langsung mempersiapkan segala alat yang kami perlukan.

Aku memasuki laboratorium dan langsung melakukan tes percobaan ini, aku memasuki bilik alat mesin waktu ini dan kulihat Roni dari luar mengutak atik segala macam alat disana. Ketika Roni memencet tombol merah, mesin  waktu ini berdengung cukup keras, aku menutup telinga dan mataku karena cukup terganggu dengan suara tersebut. Ketika suara tersebut hilang aku membuka mataku, kucari diluar sana tidak ada Roni ataupun kursi-kursi laboratorium berwarna putih di sini hanya ada ruangan gelap dengan sedikit penerangan. Aku meraba dinding di sekitar tempat itu dan menemukan sebuah ruangan. Aku melihat seorang anak perempuan berusia delapan tahun yang sedang membantu ibunya mencuci pakaian dan kulihat-lihat lagi anak perempuan itu adalah dirinya, ia adalah aku saat kecil. Lihatlah mereka sangat tersiksa hidup susah di gubuk dengan dinding dilapisi kardus dan atap dengan seng yang bapak ku bawa dari sisa pembuangan orang lain.

Kulihat orang di sekitar ku hidup dengan mencaci maki kami karena mereka kira kami hanya akan menyusahkan lingkungan mereka, dan membawa pengaruh buruk. Aku termenung melihat diriku sendiri cukup lama ternyata sampai lupa dengan misiku sebenarnya. Ketika Ibuku pergi aku menghampiri diriku “Fina maukah kau membantuku?” kulihat diriku sangat kebingungan karena aku bisa mengnalnya. “Ibu siapa ya?”. Aku akan membantu mu supaya kamu tidak dihina lagi oleh orang sekitar dan bisa hidup kaya raya dari sekarang.

Aku memberikan banyak pelajaran kepada Fina dan memberikan banyak instruksi kepadanya. Seperti sekarang diusiaku yang kesembilan ini diriku yang masih muda berhasil meraih penghargaan nobel dibidang Ilmu alam dan Kosmologi. Aku berhasil membuat diriku semakin sukses dan orang tua ku sudah hidup kaya raya dan pada masa itu semua orang yang dulu mencaci maki kami sekarang mengemis-ngemis tanpa tahu malu dengan apa yang mereka perbuat dulu.
“Kurasa misi ku telah selesai, aku bisa kembali dengan tenang karena aku sudah hidup kaya raya dan sukses. Ini saatnya aku kembali kemasaku.”

Aku kembali ke lorong mesin waktu ku dan menyusuri lorong gelap hingga akhirnya aku menemukan alat tersebut, aku menakan tombol merah menyala dan mesin ini kembali berdengung seperti satu tahun yang lalu, aku tidak sabar menikmati kekayaanku dan pasti aku sudah menikah dan hidup bahagia dengan Roni.

Saat aku kembali membuka mataku, ku lihat mesin waktunya menghilang begitu pun dengan ruang laboratorium ku, “Apa aku  kembali ke waktu yang tepat?” gumam ku, aku ingat-ingat lagi tapi semuanya sudah ku set dengan benar, lalu aku mencari Roni namun aku tidak menemukannya, aku pun sedikit bingung kota kelahiran ku sangat berbeda seperti sebelum aku berangkat ke masa lalu, bahkan kondisinya lebih buruk dari keadaan kota ku waktu aku masih kecil.

Aku bertanya-tanya apa yang terjadi kemana semua kekayaan yang telah ku impikan, kekerasan terjadi dimana-mana, pemerasan semuanya terlihat seperti biasa terjadi. “Ah mungkin aku masih di waktu yang salah.” Aku melihat ke sekitar dan  kulihat kalender di sebuah toko di tepi jalan tanggalnya sama tepat saat aku pergi ke masa lalu. Aku sangat khawatir, lantas aku berlari ke rumah ku, aku tidak melihat apapun disana, aku tidak melihat rumah mewah dengan banyak mobil atau istana dengan pagar besar, yang kulihat hanyalah tenda yang dibuat dari plastik bekas, dan yang lebih membuat ku terkejut kulihat disana ayahku terbaring lemah dan ibuku yang terus-terusan menangis. Tanpa ku sadari air mataku menetes aku menghampiri mereka dan langsung memeluk mereka. Aku tidak dapat berbuat apa-apa lagi, hanya dengan berbagai penyesalan ku tinggal saat ini.

Aku merusak mimpi ku sendiri, bukan ini bukan mimpiku kecerdasan yang telah engkau anugerahkan padaku sudah aku sia-siakan. Aku terbawa dengan ego ku untuk menjadi kaya dan bisa menyombongkan diri terhadap orang-orang yang telah meremehkanku, kini sosok diriku kecil yang polos, tidak ada rasa dengki sedikitpun, dan pastinya sifat baik ku telah hilang. Aku bukan aku lagi yang dulu.

Ketika sebuah bintang kecil tersesat dengan ego nya, sampai ia tidak tahu kemana ia harus kembali.



*14 Desember 2016

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top